Mohon tunggu...
Marhaen Jalanan
Marhaen Jalanan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kegagalan Pengurus DPC GMNI Malang

29 Juli 2019   12:56 Diperbarui: 29 Juli 2019   12:57 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaitanus Angwarmas (Bung Yongki) ketua DPK Fisip Unitri GMNI Cabang Malang Periode 2017-2018

GMNI Cabang Malang adalah salah satu cabang historis GMNI dari masa ke masa Cabang Malang mampu memberikan dukungan baik secara moril maupun materil terhadap bangsa dan negara, dikala masa kejayaannya Cabang Malang menunjukan taring sebagai salah satu cabang yang juga di perhitungkan dalam menjalankan roda perjuangan sesua asas ideologi Marhaenisme. Tidak dipungkiri kalau Cabang GMNI Malang masuk dalam daftar cabang yang juga di perhitungkan dan di takuti oleh para pejabat negara, banyak tokoh-tokoh besar yang terus di cetak dan mampu menguasai berbagai lini jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan maupun di suwasta dll.Kendati demikian tanpa dipungkiri juga salah satu Cabang GMNI  raksasa ini juga tidak terlepas dari banyak kekurangan.

Jelas terlihat nyata saat ini GMNI Cabang Malang mengalami kevakuman dan hampir tenggelam namanya di bumi pertiwi. Sorotan berbagai pihak terhadap GMNI Cabang Malang kini semakin kencang, sayangnya tidak semakin membaik malah semakin memburuk.Hal ini di akibatkan karena para pengurus Cabang hari ini hilang kendali semacam tak memiliki kompas dalam melakukan pelayaran. Di tambah lagi pemaknaan ideologi tidak begitu mapan dan edukasi yang di tawarkan ke kader di masa PPAB hingg KTD adalah edukasi yang bersifat opertunis dan politis. Akhirnya banyak pemaknaan terhadap GMNI, bahwa GMNI hanya untuk meraih kekuasaan semata tanpa ada role model yg jelas dalam perjuangan.

Komitmen yang di bangun adalah komitmen kontrak politik tidak lagi komitmen yang sifantnya kontrak ideologi, jelas apa yang di katakan orang bahwa GMNI hanya menjadi alat untuk mencapai kekuasaan, ini tak bisa diindahkan karena pada dasarnya perilaku dari pelaku organisasi tidak lagi menunjukan nilai-nilai GMNI yang sebenarnya, melainkan menunjukan sifat dan karakter politis yang kian semakin menjadi-jadi.

Urusan ideologi di kesampingkan, yang ada hanyalah urusan kekuasaan, paradigma ini terus di bangun sehingga saudara seperjuangan pun kembali saling menyerang. Kader di cetak tidak menjadi kader ideologi melainkan di cetak menjadi kader politis, sehingga sulit di temukan kader ideologi melainkan yang ada hanyalah kader-kader berkepentingan. Bukankah sandiwara ini lucu?. Ya jelas jangan salahkan orang lain apabila menertawakan keboborkan ini.

Di sisi lain dapat kita saksikan berbagai peristiwa perpecahan antar komisariat satu dengan yang lainnya, di akibatkan karena egosentral masing-masing komisariat yang tajam sehingga mengarah pada sifat keindividualistik dan mengakibatkan perpecahan. Hari ini yang penting makan soal ngumpul bareng itu nanti belakangan,  statemen seperti ini sering di lontarkan dalam setiap pertemuan singkat komisariat dan masing-masing mempertahankan ego, sehingga gotong royong yang di maknai hanya sebagai kihasan belaka.

Dengan kondisi komisariat seperti ini, cabang tak mampu mengendalikan apapun, lantas kehadiran cabang untuk menjadi payung berlindung bersama, nyatanya itu sama sekali tak di jalankan, akibat dari ketidak mampuan DPC GMNI Cabang Malang untuk mengayomi semua komisariat akhirnya berdampak pada kevakuman organisasi, karena bagaimanapun cabang dan komisariat adalah satu kesatuan yang utuh sehingga tidak boleh di pisahkan, jika di pisahkan maka akibatnya adalah tidak saling mendukung program kerja melainkan saling melepaskan satu dengan yang lainnya, jika demikian maka tak di sadari apabila hari ini DPC GMNI Cabang Malang vakum, pertanyaannya ini salah siapa? Bung dan ses tak usah tuding menuding lantas yang kita harus pikirkan bersama adalah bagaiman solusi nya.

Merdeka!!.

Penulis: Bung Yongki

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun