Mulanya kau dihadirkan titian cakrawala senja
Telaga warna-warni itu mengharum tubuhmu
Selendangmu berselayang bersama senyumu menuju kayangan
Orang bilang itu adalah pelangi setelah hujan
Satu hari tangismu mencipta telaga merah
Terkatung-katung sendirian mencoba memahami bahasa bumi
Namun sapaan santun sang pemuda
Mengubahmu memahami bahasa cinta
Nawang Wulan,
Apakah selamanya kau akan membumi?
Demi dewa tampan itu atau demi selendang saktimu?
Sebelum pertiwi meraung di tepi telagamu yang biru
Saat alam masih menjadi karya Tuhan yang asri
Atas nama cinta Jaka Tarub
Maukah kau kembali ke kayangan?
Sudahi kepura-puraanmu, Nawang wulan
Kenapa kau berlagak tuli?
Tanah yang dahulu kau tanami sungai-sungai
Telaga yang bermandikan keringat saktimu
Telah ditumbuhi aspal-aspal yang mengikis kulit kaki
Jangan berpura-pura tak melihat, Nawang wulan
Hutan-hutan yang dahulu kau ziarahi bersama Jaka Tarub
Kebun yang dahulu kau tanami jagung-jagung
Dibabat habis ditanami gedung-gedung
Jangkrik yang bermalam di rumahmu
Katak yang memainkan musik padi
Dan burung perkutut yang bernyanyi-nyanyi di pepohonanmu
Tak lagi terdengar nyaringnya
Nawang Wulan,
Mungkinkah kau tengah sekarat?
Sebab paru-parunya diracuni, ususnya dicemari asap kota
Sedang telinganya robek
Dibelah-belah knalpot jalan dan bising kendaraan
Nawang Wulan, pulanglah ke kayangan
Naraya Syifah, 22 Juni 2022