Sabtu pagi, saya jalan kaki di Jalan Bung Karno. Jalan ini  belum lama diresmikan oleh Bapak Ahmad Husen, Bupati Banyumas saat itu. Jalan Bung Karno diresmikan pada tahun 2022. Jalan sepanjang dua kilo meter ini membelah pusat Kota Purwokerto dan menghubungkan dua jalan utama, yaitu Jalan Sudirman dan Gerilya.
Ikon baru Purwokerto, Menara Pandang Teratai terletak di jalan ini pula. Tingginya mencapai 114 meter. Inilah monasnya Purwokerto. Di kawasan Menara Pandang Teratai terdapat area yang cukup luas yang sering digunakan untuk event besar.
Area yang luas itu, sebagian ditanami rumput dan sebagian ditutup dengan paving. Uniknya, paving yang digunakan terbuat dari sampah plastik yang didaur ulang.
Trotoar di sisi kiri dan kanan Jalan Bung Karno ditutup dengan paving berbahan plastik juga. Bukan beton atau keramik. Warnanya hitam warna khas plastik hasil daur ulang.
Saya sangat menikmati ketika berjalan di trotoar ini. Seakan kaki saya berjalan di atas karpet yang empuk.
Salah satu tempat pengolahan sampah di Banyumas. Setiap kecamatan satu tempat pengolahan. Dokumen Pribadi.
Tiga tahun lalu, Banyumas pernah darurat sampah. Puluhan truk pengangkut sampah dicegat oleh warga agar tidak membuang sampah di TPA Gunung Tugel. Karena warga sudah tidak tahan dengan pencemarannya. Efeknya, sampah bertumpuk dimana-mana. Bahkan, ada sampah yang dibuang di sungai, pinggir jalan atau dibakar.
Tapi itu dulu. Tiga tahun yang lalu. Sekarang, pengolahan sampah di Banyumas adalah yang terbaik di Indonesia bahkan Asean. Banyak delegasi dari berbagai daerah datang ke Banyumas untuk belajar pengolahan sampah. Bahkan, negera tetangga seperti Malaysia dan Vietnam juga datang. Mereka ingin melihat secara langsung sistem pengolahan sampah yang fenomal di Banyumas.
Bahkan, Pak Ahmad Husain pernah diundang ke Kairo Mesir untuk mempresentasikan sistem pengolahan sampah Banyumas di depan delegasi dari berbagai negara.