Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sikap Terhadap Koruptor

25 Maret 2015   01:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:05 1798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walau ada kekecualian-kekecualian yang situasional, Amerika terkenal dengan prinsip: "We don't negotiate with terrorists." Prinsip ini dikemukakan oleh Ronald Reagen sekitar tahun 1980an. Asumsinya adalah tak ada kedamaian apa pun yang bisa diupayakan untuk bernegosiasi atau berinteraksi persuasif dengan mereka yang determinasinya adalah kejahatan yang mematikan.

Tidak garis lurus memang untuk menyamakan dampak dari terorisme dengan dampak dari korupsi. Orang tidak langsung meregang nyawa ketika korupsi terjadi. Tetapi, perhatikan satu hal bahwa orang tetap akan hidup dalam kemelaratan yang menyakitkan semasa hidupnya ketika korupsi menjadi budaya yang menyenangkan. Para koruptor bukan sekadar mencuri uang negara. Mereka mencuri kesempatan orang banyak untuk hidup dalam taraf yang jauh lebih baik. Para koruptor menikmati kenyamanan dan kemapanan bagi diri dan keluarga mereka sendiri, sementara orang-orang lain yang haknya telah tercuri di situ terkaing-kaing dalam kemelaratan.

Bagi saya, ini jauh lebih menyiksa ketimbang sebutir peluru langsung menghujam di dada kita kemudian kita meregang nyawa. Dan inilah yang diakibatkan korupsi yang sudah begitu hebat terjadi di negara ini.

Itulah sebabnya, saya sengaja merujuk kepada sikap prinsipil terhadap teroris di atas karena bagi saya, tidak ada cara yang jauh lebih pantas untuk dilakukan terhadap koruptor, kecuali mengasumsikan mereka sebagai pembawa kematian yang sangat menyakitkan bagi orang banyak!

Saya tidak bicara apa yang dapat dilakukan oleh hukum di negara ini bagi para koruptor. Hukum di negara ini terseok-seok, when it comes to corruption! Tanya kenapa???

Maka saya memilih untuk berbicara mengenai sikap pribadi. Secara pribadi, saya berprinsip untuk tidak membuka pergaulan atau percakapan atau interaksi dengan para koruptor di dalam konteks kehidupan sosial. Di dunia nyata maupun di dunia maya, sekali seseorang terbukti telah melakukan korupsi atau bahkan terindikasi melakukan korupsi, di mata saya orang tersebut adalah musuh dalam arti yang sesungguhnya. Ia adalah musuh bagi kemanusiaan. Ia adalah musuh bagi kesejahteraan rakyat. Ia adalah musuh bagi keseimbangan hidup bermasyarakat.

Mengapa mereka yang terindikasi saja sudah patut mendapat stigma di atas? Mengapa tidak menunggu terbukti terlebih dahulua? Pertimbangkan ini. Ketika ada orang berteriak kebakaran (yang berarti ada indikasi terjadi kebakaran), lalu bijakkah Anda untuk berpikir nanti saja tunggu terbukti dulu baru Anda percaya terjadi kebakaran? Jika ini prinsip Anda, maka bukti yang paling meyakinkan Anda adalah rumah dan seluruh harta benda yang ludes dilahap si jago merah.

Dan untuk para koruptor itu, tak akan satu inchi pun saya mengijinkan mereka masuk ke dalam kehidupan saya, bahkan sekadar untuk ber- "ha ha hi hi"! Bahkan ketika mereka membadut pun, bagi saya badutan mereka itu tak lebih dari guyonan di tengah-tengah ratapan tangis kematian!

Di samping sikap pribadi di atas, saya kira ada alasan-alasan yang sangat objektif untuk dianggap sebagai sebuah pesan yang harus bagi kita sekalian. Perjuangan melawan kejahatan korupsi, yang dalam konteks Indonesia tergolong sebagai kejahatan luar biasa bersama dengan terorisme dan narkoba, sudah sepatutnya kita menggunakan sikap-sikap yang juga "luar biasa" terhadap mereka di luar dari upaya hukum yang mayoritas bukan kompetensi dan bidang kita.

Di Kompasiana, mungkinkah ada koruptor yang membuat akun pseudonim untuk mengisi kesepian dan mencari hiburan? Mungkin saja! Sebab berbagai lapas di Indonesia itu ibarat jeruji besi tanpa gembok (bnd. tulisan ini). Dan kalau itu terjadi di Kompasiana, itu pasti akan sulit dibuktikan (bukan tidak bisa dibuktikan!).

Maka saran saya bagi Admins, ketika ada indikasi-indikasi yang mengarah persis kepada Kompasianer tertentu, sudah sepatutnya Admins segera mengambil langkah konkret sebagai bagian dari komitmen anti-korupsi yang menjadi agenda bersama bangsa ini. Mungkin Admins perlu diingatkan bahwa di penjara orang tidak boleh menggunakan barang-barang elektronik. Jadi kalau ada koruptor yang memiliki akun di Kompasiana, itu merupakan pertanda sangat jelas bahwa koruptor tersebut adalah kriminal yang tak mungkin bisa diremedial lagi. Sudah melakukan korupsi, lalu bahkan taat kepada peraturan sederhana di penjara pun masih dilanggar juga? Apa yang bisa diharapkan dari manusia macam begitu? Semoga Admins tidak menggunakan prinsip analogi "kebakaran" di atas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun