Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Secara Historis, Yesus Tidak Lahir di Betlehem?

24 Desember 2014   04:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:36 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="http://img.okeinfo.net/"][/caption]

Hari ini Kompas.Com menayangkan tulisan di kanal News/Sains dengan judul: Kata Akademisi Ini, Yesus Tidak Lahir di Betlehem. Akademisi yang dimaksud adalah profesor Reza Aslan yang pada tahun 2013 yang lalu mempublikasikan buku mengenai Yesus Sejarah, berjudul: Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth. Buku ini masuk dalam kategori best seller sejak publikasinya. Dari buku ini, termasuk sebuah tulisan singkat dari Aslan di Huffington Post, Kompas.Com menggarisbawahi klaim Aslan bahwa Yesus tidak lahir di Betlehem.

Klaim Aslan bahwa Yesus sebenarnya tidak lahir di Betlehem tetapi di Nazareth dikemukakan berdasarkan sebutan bagi Yesus di kemudian hari: Yesus dari Nazareth (Jesus of Nazareth). Menurut Aslan, narasi Injil Matius dan Injil Lukas yang menyatakan bahwa Yesus lahir di Betlehem merupakan "creative solution" terhadap kritikan orang-orang Yahudi bahwa Yesus tidak mungkin adalah Mesias. Menurut nubuat PL, Mesias lahir di Betlehem, kota Daud, bukan di Nazareth. Terhadap kritikan ini, Matius dan Lukas mengubah tempat kelahiran Yesus dari Nazareth menjadi Betlehem untuk tujuan apologetis (pembelaan bahwa Yesus memang adalah Mesias karena Ia lahir di Betlehem, padahal sebenarnya Yesus lahir di Nazareth). Kriteria Multiple Attestation Perlu diketahui, bahwa untuk menetapkan kehandalan tradisi historis (sejarah) mengenai Yesus, para sejarahwan menggunakan sejumlah kriteria. Salah satu kriteria yang digunakan adalah kriteria multiple attestation yang artinya suatu informasi sejarah yang dikisahkan oleh dua atau lebih sumber yang berbeda serta independen, maka kisah tersebut harus diterima sebagai sesuatu yang handal secara historis. Saya mengilustrasikan kriteria multiple attestation sebagai berikut: [caption id="attachment_342973" align="aligncenter" width="661" caption="Tidak memenuhi kriteria multiple attestation/DokPri"]

1419333985980431120
1419333985980431120
[/caption] Pada skema sederhana di atas, temuan segel tanah liat yang diklaim oleh Science Daily sebagai petunjuk historistias Daud dan Salomo digunakan sebagai acuan untuk beberapa sumber online. Andaikan saja 50 tahun lagi orang mengadakan riset untuk menentukan apakah temuan ini sesuatu yang historis atau tidak, mereka tidak akan menganggap Kompas.Com, Intisari Online, dan Berita Banua sebagai sumber-sumber independen, karena ketiga sumber ini mendapatkan informasi dari sumber yang sama yaitu Science Daily. Jadi, ini tidak memenuhi kriteria multiple attestation. Kembali kepada historisitas tradisi bahwa Yesus lahir di Betlehem yang ditolak oleh Aslan. Tradisi ini, menurut kriteria multiple attestation di atas, mestinya diterima sebagai informasi yang handal atau layak dipercaya kebenaran historisnya. Untuk memahami akan hal ini, saya ingin memulainya dengan memberikan gambaran mengenai relasi tekstual antar Injil-injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas). Pandangan umum para sarjana Perjanjian Baru adalah bahwa Injil Markus adalah Injil tertua yang digunakan sebagai sumber oleh Injil Matius dan Injil Lukas. Di samping menggunakan Markus sebagai sumber bersama, Injil Lukas dan Injil Matius menggunakan sumber bersama yang lain yang disebut Quelle (bahasa Jerman yang berarti: "sumber"). Bukan hanya itu, Matius dan Lukas memiliki sumbernya masing-masing yang independen yaitu Sumber M (sumber khususnya Injil Matius), dan Sumber L (sumber khususnya Injil Lukas). Ilustrasinya seperti tergambar dalam skema sederhana di bawah ini: [caption id="attachment_342975" align="aligncenter" width="650" caption="Relasi Tekstual Injil Sinoptik/DokPri"]
1419334905270495275
1419334905270495275
[/caption] Untuk jelasnya, saya meringkas maksud bagan di atas, sebagai berikut:
  • Injil Markus: Narasi-narasi yang terdapat dalam Injil Lukas dan Injil Matius terdapat juga di dalam Injil Markus;
  • Quelle (Q): Bagian-bagian yang sama yang terdapat baik di dalam Injil Matius maupun Injil Lukas;
  • M: Bagian-bagian yang hanya terdapat di dalam Injil Matius;
  • L: Bagian-bagian yang hanya terdapat di dalam Injil Lukas.

Mengacu kepada relasi tekstual di atas, tradisi kelahiran Yesus di Betlehem dianggap oleh para pakar studi Yesus Sejarah sebagai tradisi yang berasal dari sumber-sumber yang lebih awal yang independen. Richard T. France, seorang pakar studi the historical Jesus sekaligus pakar tafsir PB setelah mengemukakan sejumlah argumen, menulis demikian:

There thus seems to be inadequate reason to question the tradition of birth in Bethlehem which was established early enough to find its way into the independent sources used by Matthew and Luke....(R.T. France, "The Birth of Jesus," in Tom Holmen and Stanley E. Porter (eds), Handbook for the Study of the Historical Jesus: Volume 3, The Historical Jesus (Leiden: Brill, 2011),  2373)

Ilustrasi dari kesimpulan France di atas, akan saya kemukakan dalam bentuk skema sederhana di bawah ini: [caption id="attachment_342995" align="aligncenter" width="833" caption="Aplikasi kriteria Multiple Attestation/DokPri"]

14193426382079245572
14193426382079245572
[/caption] Raymond E. Brown: Kelemahan Klaim Aslan Klaim semacam di atas sebenarnya telah dibantah berulang kali oleh banyak pakar studi sejarah mengenai Yesus. Sebut saja: Raymond E. Brown, Craig L. Blomberg, Quarles, France, dll. Di sini saya akan mengemukakan argumen bantahan dari salah satu di antaranya yaitu Raymond E. Brown. Mengenai kelemahan dari klaim Aslan dan juga beberapa pakar lain yang mengusungnya, Raymond E. Brown (sarjana Katolik yang sangat brilian menulis  buku berjudul: The Birth of the Messiah)  mencatat sejumlah poin, berikut:
  1. Sangat mungkin benar bahwa orang-orang Yahudi mengharapkan Mesias lahir di Betlehem (bnd. Yoh. 7:41-42); Tetapi, ini bukan satu-satunya fenomena pengharapan Mesianik di kalangan Yahudi saat itu. Ada sekelompok orang Yahudi yang bahkan berharap bahwa Mesias akan muncul secara tiba-tiba (suddenly) tanpa seorang pun mengetahui ia lahir di mana (bnd. Yoh. 7:27).
  2. Tendensi penyebutan Betlehem dalam Injil Matius hanya bersifat sekunder saja ketimbang penekanannya akan Yesus sebagai keturunan Daud.
  3. Perlu diingat juga bahwa literatur-literatur Rabinnik di kemudian hari, sering menyerang status kelahiran Yesus (mis. ia lahir sebagai "anak haram"), tetapi tidak pernah ada keraguan bahwa Yesus lahir di Betlehem sekiranya menurut mereka Betlehem merupakan sebuah tempat yang harus menjadi tempat kelahiran Mesias.

Beberapa argumen di atas membuat Brown mengklaim bahwa pandangan mengenai Betlehem sebagai sebuah rekayasa apologetis seperti yang diusung Aslan merupakan pandangan yang sangat sulit untuk diterima bahkan tidak bisa dibuktikan (Brown; 513-514). Pertanyaan selanjutnya, mengapa Yesus disebut "Yesus dari Nazareth" atau "Yesus orang Nazareth"? Ini adalah pertanyaan yang dapat dijawab secara ringkas bahwa Yesus disebut demikian, karena Ia memang dibesarkan dan bertumbuh hinga dewasa di situ. Sebutan "Yesus orang Nazareth" tidak harus berarti bahwa Ia dilahirkan di Nazareth. Aslan's Zeolot: Kemas Ulang Teori Usang Mengakhiri tulisan ini, saya ingin memberikan sedikit informasi mengenai Aslan dan klaim utama yang diusungnya dalam buku tersebut di atas. Aslan awalnya adalah seorang Kristen yang kemudian beralih menjadi Muslim. Tetapi, dalam Zealot, Aslan tidak berada di pihak Kristen maupun Islam. Misalnya, ia menerima klaim bahwa Yesus disalibkan dan mati karena peristiwa penyaliban itu, sebuah klaim yang tidak diterima dalam teologi Islam. Tetapi, ia menolak klaim bahwa Yesus lahir dari seorang perawan, klaim yang diakui baik dalam teologi Kristen maupun teologi Islam. Klaim utama Aslan dalam buku di atas adalah bahwa Yesus disalibkan karena ia menempuh jalur perjuangan sebagaimana kaum Zelot yang memperjuangkan kemerdekaan orang-orang Yahudi dari bangsa Romawi dengan jalur kekerasan. Klaim seperti ini sudah lama sekali muncul dan sudah berulang kali dibantah. Tidak heran, para pakar studi Yesus Sejarah (mis. Craig A. Evans, Larry Hurtado, Greg Carrey, Anthony Le Donne, dan Timothy Penney) menilai buku ini semata-mata sebagai kemasan ulang sebuah teori usang yang sudah tidak memiliki tempat signifikan lagi dewasa ini. Hal menarik lain dari Aslan adalah, ketika ia diwawancara pasca publikasi Zealot, ia menerima banyak kritikan berkait informasi akademisnya yang ia presentasikan. Dalam sejumlah sumber, Aslan dituding memberikan informasi bohong mengenai bidang kepakaran dan spesialiasi studinya. Anda bisa menemukan hal ini dengan cepat di google. Dan, menariknya, akademisi seperti inilah yang pandangannya di-highlight oleh Kompas.Com dalam postingan khusus menjelang Natal. Tanya kenapa? Selamat Natal bagi umat Kristiani yang merayakannya. Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun