[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi / graphics8.nytimes.com"][/caption] Saya mengetik tulisan ini menggunakan ponsel, jadi tidak akan detail sebagaimana biasanya tulisan-tulisan saya yang lain. Fokus spesifik saya adalah berbagi, bisa dikatakan pengalaman pribadi, mengenai manfaat perpustakaan digital. Sekaligus saya mencoba berefleksi tentang implikasi implementatifnya bagi pengembangan mutu akademis perguruan tinggi di Tanah Air.
Anda ingat istilah library research? Yup, itu istilah dalam dunia riset akademis yang basisnya adalah studi literatur. Maka, istilah ini sebenarnya salah kaprah karena istilah yang seharusnya adalah literature research bukan library research. Kita meriset pustaka, bukan perpustakaan!
Meski begitu saya sengaja menarik perhatian Anda kepada istilah library research di atas, karena ada satu paradigma menarik di baliknya. Dulu, ketika orang berbicara tentang riset akademis, asumsinya adalah ada sebuah ruangan yang isinya buku-buku, dan perlengkapan pendukung lainnya. Ini adalah unspoken assumption di balik dunia riset akademis.
Seiring dengan laju perkembangan teknologi, ketika berbagai peralatan semisal laptop dan gadget dengan berbagai fitur canggih mulai membanjir, "kebutuhan" akan sebuah ruangan berisi buku-buku dsb., sebagai tempat riset rasanya sudah bukan merupakan kebutuhan yang harus.
Saya sendiri, sering menulis artikel-artikel akademis, termasuk menulis buku-buku, bukan di ruang-ruang riset, melainkan di mobil, di pesawat, terkadang juga di kereta. Dan itu bisa terjadi, karena apa yang ingin saya tonjolkan di sini: perpustakaan digital (digital library)!
Saya memiliki hobi mengoleksi buku-buku, baik yang fisik maupun yang digital. Sejak tahun 1998 sampai saat ini, tidak kurang dari 7.000 buku fisik telah saya koleksi. Dan ini cukup merepotkan, karena secara periodik, saya harus memastikan bahwa buku-buku itu tetap aman dari incaran rayap. Di samping itu, dengan jumlah sebanyak ini, butuh sebuah ruangan yang cukup besar disertai rak-rak buku yang cukup banyak. Itu pasti meminta biaya ekstra dari yang seharusnya digunakan untuk menambah jumlah koleksi buku-buku fisik.
Pada tahun 2006, saya mulai melirik buku-buku digital yang banyak dijual secara online, baik yang berformat: pdf, epub, html, djvu, dll. Hingga sekarang, saya berhasil mengoleksi tidak kurang dari 70.000 buku digital (dalam berbagai format). Dan menariknya, jumlah dana yang saya keluarkan untuk 70.000 buku digital ini tidak berbeda jauh dengan jumlah dana untuk 7000 buku fisik tersebut.
Dengan memiliki koleksi buku-buku digital, saya hanya memerlukan sebuah hardisk eksternal (yang saya punyai sekarang 1 tera), laptop/komputer, dan tablet/gadget yang memiliki aplikasi untuk membaca publikasi digital. That's it. Saya tidak butuh rak-rak, tidak butuh ruangan khusus (yang Anda bisa bayangkan sebesar apa untuk menampung 70.000 buku), atau alokasi waktu untuk pemeliharaan buku, termasuk penyusunan dan penempatannya sesuai subjek, dsb. Ringkasnya, sangat efisien dan efektif!
Pada kesempatan lain, seperti yang sudah beberapa kali saya singgung dalam tulisan-tulisan terdahulu, saya beberapa kali terlibat sebagai konsultan untuk akreditasi beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta maupun di beberapa daerah lain. Dan salah satu segmen minus yang sering saya dapati adalah perpustakaan. Selalu saja ada keluhan: jumlah ruangan yang ada tidak cukup untuk digunakan sebagai perpustakaan, kurang dana untuk dialokasikan guna membeli buku-buku, perlu sebuah pustakawan profesional untuk menangani perpustakaan tersebut, dll. Itu adalah masalah-masalah real yang kalau mau jujur, dihadapi oleh banyak perguruan tinggi swasta di Indonesia. Dan ini bukan alasan yang sengaja diciptakan. Kebutuhan dana untuk operasional dan sebagainya sudah begitu besar, sehingga jumlah alokasi dana untuk perpustakaan beserta fasilitas pendukungnya kurang lagi mendapat prioritas. Kurang mendapat prioritas bukan karena tidak penting, tetapi karena keterbatasan dana!
Saya kira kita tidak perlu bertanya dengan nada menyalahkan: Jika kurang dana, mengapa membuka perguruan tinggi? Yang lebih bermanfaat adalah bertanya, apa dan bagaimana solusinya?
Berkaca pada pengalaman pribadi di atas, saya kira, sudah saatnya para pengelola perguruan tinggi mulai memberi perhatian terhadap perpustakaan digital. Di berbagai unitersitas di luar negeri sebenarnya ini bukan lagi sesuatu yang perlu dibicarakan. Tetapi, saya cukup terkejut karena saya mencoba berselancar sejenak dan menemukan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia yang sudah memiliki digital library, tetapi isinya lebih banyak: tesis atau disertasi atau artikel-artikel akademis tertentu. Yang saya maksudkan di sini adalah perpustakaan digital yang memang isinya berbagai literatur yang berhubungan dengan program-program studi yang dikelola di perguruan-perguruan tinggi.
Saya mencatat beberapa manfaat atau keuntungan kepemilikan perpustakaan digital:
- Tidak butuh ruangan khusus yang besar disertai fasilitas pendukungnya;
- Harga yang relatif lebih murah. Misalnya dalam dunia teologi, harga sebuah buku teks, mis. Leksikon atau dictionary atau commentary bisa mencapai jutaan rupiah hanya untuk satu buku fisik! Dengan membeli versi digitalnya, kita bisa mendapatkan harga yang jauh lebih murah, bahkan bisa separoh harga dari buku fisiknya.
- Satu eksemplar buku fisik hanya bisa digunakan satu pengguna lalu gantian lagi. Tidak begitu kalau menggunakan versi digitalnya. Satu buku digital bisa digunakan oleh pengguna yang tidak terbatas di tempat yang berbeda pada saat yang bersamaan!
- Tidak butuh pustakawan profesional untuk menanganinya (berita buruk bagi profesi pustakawan? I'm so sorry, but I can't help it).
Anda bisa menambahkan sendiri manfaat-manfaat lainnya. Poin saya adalah paradigma baru dalam pengelolaan dan pengembangan perguruan tinggi dewasa ini, perlu mendapat perhatian. Kita tidak perlu meninggalkan perpustakaan fisik sama sekali. Saya sendiri jika ditanya, saya lebih senang membaca buku fisik ketimbang digital. Tetapi kemudahan yang ditawarkan melalui perpustakaan digital ini sangat terasa bahkan sangat menolong. Kita dapat memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya dalam segmen yang saya ulas di sini, guna menaikkan mutu akademis perguruan-perguruan tinggi di Tanah Air.
Harapan saya, tuangan pengalaman pribadi ini sekaligus tarikan implementasinya untuk pengembangan mutu akademis perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, dapat menjadi stimulan yang bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H