[caption id="attachment_295427" align="aligncenter" width="504" caption="Sumber: http://us.123rf.com/400wm/400/400/michaeldb/michaeldb0811/michaeldb081100033/3915813-successful-business-man-in-a-suit-and-ties-stands-on-his-success-in-black-and-white-large-jpg-includ.jpg"][/caption]
Sudah beberapa kali, ketika sempat nonton TV, saya menyimak iklan Sampoerna U Mild (versi sukses). Saya sudah sempat memikirkan "pesan" iklan itu beberapa lama. Dan tadi malam, saya mencoba untuk menyimaknya hingga beberapa kali via youtube (lih. di sini).
Dalam iklan berdurasi 0.30 detik itu, ada narasi filosofis mengenai sukses dalam beberapa penggalan kalimat:
- Sukses bisa cuma bermodal no atau yes selama hasilnya tetap yes;
- Sukses itu harus pintar-pintar ngeles asal yang penting ujung-ujungnya beres;
- Sukses itu gak harus bikin stress;
- Ini baru sukses; ini baru cowok U Mild.
Saya tidak punya cukup waktu untuk memberikan ulasan detail tentang penggalan-penggalan narasi filosofis mengenai sukses dalam iklan tersebut. Maka, saya hanya ingin menggarisbawahi pesan mendasarnya saja.
Substansi dari narasi filosofis mengenai sukses dalam iklan tersebut terletak atas pendefinisiannya mengenai sukses yang seluruhnya berorientasi pada hasil, ketimbang cara. Determinasi etis semacam ini mengasumsikan bahwa cara tidak penting, yang penting adalah hasil. Maka dengan segala macam cara, termasuk ngeles (istilah lain yang lebih tepat untuk kata ini adalah: bohong, pintar berdalih padahal tidak seperti kenyataannya), menghindari yang sulit serta menguras pikiran dan tenaga (perhatikan "gak harus bikin stress"; dan "cuman modal yes atau no").
Substansi pesan filosofis di atas merupakan sesuatu yang sangat berbahaya bagi pembentukkan karakter bangsa. Bangsa ini didikte melalui iklan tersebut untuk tidak memedulikan norma-norma selama itu mendatangkan hasil. Kerja keras, tidak menolak yang sulit atau bahkan yang super rumit tereliminasi seketika dalam karakter yang sedang dibangun melalui iklan ini. Yang gampang dengan hasil besarlah yang menjadi orientasi. Saya tidak menemukan contoh terburuk yang bisa menggambarkan hasil terbaik dari filosofi sukses semacam ini selain melihat kepada isi penjara yang dihuni oleh para tikus-tikus berdasi itu. Mereka mengawalinya dengan kiat sukses semacam ini, dan berakhir sebagai sampah masyarakat yang mendekam dalam penjara.
Saya kira, iklan ini harus segera dihentikan penayangannya karena sedang membentuk sebuah filosofi sukses yang berbahaya bagi generasi bangsa ini.
Selamat pagi. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H