Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menafsir Tipologi "Esensi bukan Sensasi!" [Kompasiana & Kompasiana TV]

31 Januari 2015   14:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:03 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Berhubung ini akhir pekan, saya mengajak kita sedikit berefleksi tentang pentingnya pengenalan akan diri sebagai Kompasianers di Kompasiana.

Beberapa kali saya menonton rekaman Kompasiana TV di youtube dengan mengusung slogan: esensi bukan sensasi! Slogan yang sangat menarik. Intonasi serta determinasinya adalah sesuatu yang substansial, isi, dan inti. Bukan luapan euforia nan emosional. Bukan fenomena melainkan noumena jika menggunakan kategori Kant. Bukan hura-hura. Bukan kulit luar saja. Dan seterusnya!

Dari segi keindahan rima pun, rasa bahasanya sangat selaras yang terparalel antara kata esensi dan sensasi!

Terbentur konten

Untuk sejenak saya ingin menyimpan kekaguman saya akan slogan di atas karena kerutan dahi saya menandakan ada sesuatu yang "hilang" di situ. Untuk media seperti ini, mungkinkah unsur sensasi itu dapat ditiadakan sama sekali? Rasanya sulit menjawab positif di sini.

Slogan di atas terbentur oleh konten Kompasiana sendiri. Diversitas serta kekayaan konten tulisan di Kompasiana, termasuk di dalamnya tulisan-tulisan hiburan (yang imply-nya mengandung juga unsur sensasi) sulit untuk dianggap tidak menolak slogan di atas jika dipahami bahwa esensi bukan sensasi berarti hanya esensi dan tak ada sensasi!

Pasti bukan itu! Lalu apa? Akan saya jawab nanti, tapi saya masih ingin menyorot satu isu penting lain di Kompasiana. Masih terkait erat tentunya.

Hanya hiburan

Tipologi hanya hiburan tampaknya terkandung di dalamnya unsur sensasi yang merupakan kebalikan dari intonasi slogan di atas. Sayangnya, justru tipologi "terbalik" inilah yang sering secara salah kaprah (kesalahan yang dilakukan berulang hingga terdengar benar) dibunyikan baik dalam bentuk tulisan maupun komentar dari para Kompasianers tertentu.

Mereka sering menyatakan, "Wong di Kompasiana ini cuman cari hiburan koq, ngapain yang sulit-sulit." Tak jarang pula, mereka menelorkan protes terbuka dalam bentuk tulisan untuk menolak tulisan-tulisan yang dianggap sulit. Nama Einstein pun terseret di situ karena Einstein pernah menyatakan bahwa seorang ilmuwan harus dapat menyederhanakan ilmunya. Sayangnya mereka lupa bahwa teori Einstein sendiri bukan teori yang gampang dipahami!

Ketika yang gampang dipakai sebagai acuan menolak yang sulit atas nama mencari hiburan, sebenarnya mereka sedang menjadikan sesuatu yang sifatnya selera atau pilihan (preference) menjadi sesuatu yang normatif (normative). Padahal untuk area ini, berlaku pepatah Latin yang telah beberapa kali saya kutip: de gustibus non est disputandum. Soal selera, mestinya tak perlu ada perbantahan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun