Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Membedah Pepih Nugraha: Mengomparasi “Menulis Sosok” dengan Paradigma Biografi Greco-Roman

8 Januari 2014   07:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1386518151721042828

Pepih Nugraha, Menulis Sosok secara Inspiratif, Menarik, dan Unik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2013. xx + 196 hlm. Harga Rp. 35.000.

Saya belum pernah mengetahui tentang penerbitan bukuMenulis Sosok” hingga tanggal 31 Desember 2013 yang lalu saya membeli buku Pepih Nugraha (selanjutnya disingkat: PN) yang berjudul: Ibu Pertiwi Memanggilmu Pulang. Sambil menunggu buku ini dicarikan oleh penjaga toko Gramedia, saya melangkah menuju jejeran buku-buku jurnalistik di sudut ruangan toko itu. Entah mengapa saya harus ke situ.

Tiba di situ, saya melihat buku “Menulis Sosok”. Itulah pertama kali saya mengetahui keberadaan buku ini. Setelah membaca judul dan kilasan review di sampul belakang buku tersebut, saya tahu saya harus membeli buku ini. Mengapa harus? Akan saya jawab nanti.

Oh ya, saya juga membeli buku PN yang berjudul: “Citizen Journalism” yang akan saya sajikan reviewnya pada kesempatan berikut.

Pembasmi “Hantu” Membaca

Harus saya akui, setelah tiba di rumah dan membaca habis buku ini, saya melihat kepiawaian PN dalam menarik goresan penanya, memadukan kata demi kata menjadi kalimat yang memikat, serta kesederhanaannya dalam menggurui lewat narasi pribadinya, merupakan pengusir hantu membaca bernama bosan dan ngantuk! Ini soal saya tak merasa “rugi” membeli buku ini.

Tetapi, kembali ke pertanyaan di atas, mengapa saya harus membeli buku ini, bahkan ketika saya baru membaca judul dan kilasan reviewnya dan bahkan saya juga bukan seorang pembelajar dalam bidang jurnalisme apalagi seorang jurnalis? Saya harap saya tidak membuat Anda gusar, karena kali ini pun saya akan menyatakan sama seperti di atas: “Akan saya jawab nanti”.

Modal Personality

Saya akan kembali kepada buku “Menulis Sosok” namun ijinkan saya menarik perhatian Anda kepada kilasan literasi biografi Greco-Roman (+ 392 sM – 395 M) terlebih dahulu.

Genre biografi bersama aneka ragam sub-genrenya telah dikenal luas pada periode Greco-Roman. Saya sendiri telah membaca beberapa biografi klasik dari era ini, mis. Lives­-nya Plutarch (biografer dan sejarahwan abad I sM – abad I M) dan tulisan Suetonius (sejarahwan Romawi abad I – abad II): The Lives of the Twelve Caesars.

Menurut para pakar literatur Greco-Roman, mis. profesor David E. Aune (Greco-Roman Literature), biografi Greco-Roman ditulis dengan fokus pada orang-orang terkenal. Fokus penulisan seperti ini sebenarnya dilatari oleh paradigma bahwa identitas individu tersauh atau terikat dalam kelompok-kelompok kekerabatan, entah yang relatif kecil, mis. keluarga (genos), rumah tangga (oikia atau oikos), klan (phratria), suku (phyle), maupun yang relatif lebih luas, mis. komunitas (demos) dan kota (polis). Di samping itu, masih dengan Aune, personalitas individu diasumsikan bersifat tetap dan tidak berubah sebagaimana halnya kelompok-kelompok kekerabatan tersebut.

Paradigma di ataslah yang disebut oleh profesor Bruce J. Malina sebagai paradigma group-embedded atau collectivist persons. Intinya, mereka hidup dalam suatu orientasi sosial yang sangat besar ketimbang orientasi individual (“The First-Century Personality: The Individual and the Group”).

Tidak heran, ungkapan-ungkapan generalisasi begitu dominan pada waktu itu. Vergil, seorang penyair Romawi (abad I sM) menulis: “Mengenal satu orang Yunani berarti mengenal mereka semua” (Aen.2.65, Loeb). Philo (abad I M), seorang penulis Hellenistik asal Aleksandria (Mesir) menyatakan, “Pembawaan natural orang-orang Mesir adalah pencemburu dan pendengki yang cenderung melihat keberuntungan orang lain sebagai sebuah kemalangan” (Flaccus 5.29).

Itulah sebabnya, penulisan biografi Greco-Roman berpusat pada orang-orang tertentu –orang-orang yang menonjol dalam kehidupan publik (mis. politisi, olahragawan, seniman, para jenderal, raja-raja, orator, dll.) – yang dianggap mewakili komunitas dari mana ia berasal. Orang-orang ini dipresentasikan sebagai cermin untuk mengintip nilai-nilai “buruk-bajik” (vice-virtue) dari sebuah komunitas tertentu dalam masyarakat. Menurut mereka, individu mencerminkan kelompok atau komunitas. Plutarch menulis, “Tak ada seorang pun yang menjadi tuan atas dirinya sendiri. Tak ada seorang pun yang tak terikat” (Dialogue on Love 754D, Loeb).

Dengan demikian, penulisan biografi Greco-Roman mengasumsikan modal personality atau corporate personality (Malina), yaitu orang-orang terkenal yang sukses atau gagal mewujudkan nilai-nilai ideal dalam masyarakat.

Unique Personality

Kembali ke “Menulis Sosok”. Sebenarnya, sebelum menulis artikel tinjauan ini, saya mencoba membaca sejumlah tinjauan di internet mengenai buku ini. Semua tinjauan yang saya baca itu, bicara tentang ringkasan isi buku ini disertai apresiasi terhadap gaya edukasi PN yang mengulas how to melalui narasi pribadi yang memikat. Juga soal desain sampulnya yang menarik. Saya setuju dengan mereka!

Tetapi, jika tinjauan-tinjauan tersebut telah membicarakan hal di atas, mengapa butuh satu tinjauan lagi dari saya? Saya tidak perlu mengulangi tendensi tinjauan-tinjauan di atas. Harus ada satu sudut pandang khusus yang saya sumbangkan untuk mengulas isi buku ini. Tetapi, apakah itu?

Saya pun teringat kembali akan kisah di awal tulisan ini dan memutuskan untuk menggarisbawahinya dalam bentuk artikel tinjauan ini. Saat melihat sampul belakangnya dengan harapan menemukan sesuatu yang menarik minat saya di sana, saya memang menemukannya:

Setiap orang adalah sebuah unikum, pemilik ciri khas yang berbeda dari milik orang lain mana pun. Masing-masing individu dilahirkan dengan kreativitas yang berbeda-beda pula. Keunikan setiap orang inilah yang melahirkan ‘seni’ menulis profil atau sosok.

Saat membaca judul buku ini, saya langsung menyadari bahwa buku ini pasti merupakan bagian dari genre biografi (bnd. hlm. xvii). Namun, ketertarikan saya terstimulan bukan soal genre biografi itu sendiri, melainkan isi cuplikan di atas.  Cuplikan di atas langsung meraba “simpanan” saya mengenai biografi Greco-Roman seperti yang sudah saya ulas secara ringkas di atas.

Jika biografi Greco-Roman mengasumsikan paradigma modal personality, lalu paradigma apakah yang diasumsikan PN dalam buku ini? Apakah prinsip “unikum” berbeda dengan modal personality? Jika berbeda, apakah yang menjadi kekhasannya? Inilah serangkaian pertanyaan yang walau belum terjawab pada saat melihat buku ini pertama kali, namun cukup kuat menarik minat saya untuk membeli kemudian membacanya.

PN menjelaskan prinsip utama dalam menulis sosok, yaitu bahwa sosok yang bersangkutan memiliki nilai berita – unsur konflik dan keunikan yang terlihat dari kiprah atau pencapaiannya dalam masyarakat (hlm. xviii-xix). Prinsip inilah yang kemudian diejawentahkan PN dalam memburu “sosok” dengan sejumlah metode praktis yang sebenarnya standar dalam perburuan data atau fakta bagi sebuah tulisan.

Saya mencermati bahwa 22 tokoh yang dipresentasikan dalam buku ini yang sudah pernah dimuat di Kompas – sebelumnya diawali dengan narasi singkat dari PN – diulas dengan fokus pada kiprah unik mereka yang memberi inspirasi maupun manfaat bagi banyak orang, terlepas dari mereka adalah orang-orang tersohor atau tidak. Mereka didekati benar-benar sebagai individu. Individu yang unik. Unik dalam karya mereka sendiri. Mereka bukan “dibaca” dari kacamata sosial di mana mereka hidup, melainkan “dibaca” pada diri mereka sendiri sebagai unikum. PN mengajak kita belajar dari mereka bukan sebagai representasi kelompok tertentu, melainkan sebagai pribadi-pribadi yang memberi dampak pada masyarakat.

Menarik!

Namun, jika modal personality mewakili paradigma penulisan biografi Greco-Roman, lalu unique personality mewakili paradigma penulisan biografi “apa”? Pertanyaan ini membawa saya kembali kepada tulisan profesor Aune di atas. Menurut Aune, penulisan biografi (bersama sub-sub genrenya, saya percaya termasuk tulisan PN) yang fokus pada aspek keunikan individu merupakan kekhasan penulisan biografi modern.

Manfaat

Saya tidak membahas kelebihan dan kelemahan dari kedua paradigma penulisan biografi di atas. Saya rasa ini bukan locus yang tepat untuk itu. Tetapi, dengan menempatkan “Menulis Sosok” dalam pemetaan paradigmatis di atas, saya mendapati insight menarik dari PN untuk dipelajari.

Aspek paradigmatis yang menjadi fokus ulasan ini membuka wawasan saya untuk melihat hasil nyata dari pengaplikasiannya yang dilakukan oleh PN. Berangkat dari paradigma unikum ditambah ketrampilan menulisnya yang handal, PN bukan hanya berhasil membuat saya tahan membaca buku ini hingga selesai dalam sekali baca, sekaligus mengingatkan saya mengenai betapa berbedanya cara pandang kita terhadap manusia sebagai individu dalam konteks kekinian dan dalam konteks masa lampau. PN membuat saya belajar dari orang-orang yang “tak terduga” dan “tak terkenal” setidaknya menurut takaran umum saya mengenai “sosok terkenal”.

Saya rasa, Anda yang membaca artikel tinjauan ini tak akan mungkin mendapatkan manfaat terlalu besar ketimbang Anda memiliki dan membaca buku ini secara langsung. Siapa tahu, Anda ada dalam daftar sosok berikutnya yang akan dikaji oleh PN. Bukankah, kata PN, setiap orang itu unikum?!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun