Tulisan ini dimaksudkan untuk menanggapi tulisan berjudul: “Seberapa Jauh Jokowi Play Victim?” yang ditulis oleh Kompasianer Berric Dondarrion.
Sebagai catatan awal, saya perlu menandaskan bahwa tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membuktikan terbalik atau pun mengafirmasi fakta-fakta (nama-nama dan hubungannya dengan peristiwa-peristiwa spesifik) dalam tulisan tersebut. Itu bukan bidang saya dan saya membiarkan aspek itu untuk digeluti oleh para Kompasianers lainnya yang bidangnya di situ.
Yang akan menjadi sorotan saya adalah bagaimana Dondarrion mempresentasikan gagasannya berdasarkan fakta-fakta tersebut (demi argumen, saya akan mengasumsikannya benar; bedakan dari benar-benar menganggapnya benar!) untuk tiba pada kesimpulan bahwa Jokowi play victim.
Komentar Awal mengenai Judul
Dengan memberi judul dalam bentuk pertanyaan: “Seberapa Jauh Jokowi Play Victim?,” sebenarnya Anda langsung terindikasi melakukan sesat pikir yang bernama plurium interrogationum yang juga dikenal dengan beberapa sebutan lain: many questions fallacy, fallacy of presupposition, loaded question, trick question, false question.
Sesat pikir ini terjadi ketika seseorang mengajukan sebuah pertanyaan yang mengasumsikan kebenaran sebuah proposisi yang sebenarnya belum dibuktikan benar. Misalnya saya mengajukan pertanyaan ini:
Kapan terakhir kali Anda memukuli istri Anda?
Pertanyaan di atas mengasumsikan bahwa Anda memukuli istri Anda, padahal soal Anda memukuli istri Anda, itu belum dibuktikan sebagai sesuatu yang benar.
Dengan mengajukan judul di atas, Anda sudah menanamkan sebuah asumsi di kepala para pembacanya ketika membaca judul tersebut bahwa Jokowi play victim dan yang akan ia lakukan bukan untuk membuktikan asumsi ini, melainkan untuk membuktikan seberapa jauh Jokowi play victim.
Tetapi, saya akan menggunakan prinsip “murah hati” untuk memberikan kesempatan kepada Anda membuktikan asumsi yang ada pada judul tersebut dalam keseluruhan konteks argumen Anda. Saya akan kembali lagi ke poin ini nanti.
Rekonstruksi Argumen dan Tanggapan
Keseluruhan isi artikel Anda merupakan upaya untuk membuat paralel antara beberapa peristiwa spesifik yang diduga (saya akan membuktikan bahwa ini adalah dugaan) dilakukan oleh Jokowi dalam rangka play victim dengan strategi “menciptakan musuh dan menuduh orang lain dalangnya” yang diciptakan oleh Ali Moertopo.
Argumen Pertama:
1: Dugaan bahwa Hendropriyono yang berada di kubu Megawati sekarang “menjadi pewaris jaringan intelijen Ali Moertopo”
2 [implisit]: Jokowi yang nyapres juga ada di kubu Megawati
Konklusi: Jokowi memiliki modal [dalam hal ini Hendropriyono] untuk menggunakan taktik Ali Moertopo.
Sebagai tanggapan, konstruksi argumen di atas tidak valid. Tidak valid karena kesimpulannya tidak diharuskan oleh premis-premisnya. Demi argumen, kita asumsikan saja dugaan Anda benar soal Hendropriyono. Tetapi itu tidak serta merta menjadikan Jokowi menjadikannya modal untuk play victim hanya karena mereka berada di kubu yang sama.
Sebagai analogi, Anda tidak dibenarkan untuk berkesimpulan bahwa karena seorang pencuri tinggal serumah dengan saya maka saya menjadikannya aset untuk melakukan pencurian. Untuk membuktikan saya menjadikannya aset atau modal untuk melakukan pencurian, itu diperlukan argumen tersendiri, bukan dikaitkan dengan si pencuri yang tinggal serumah dengan saya. Singkatnya, argumen ini merupakan domino fallacy – sebuah sesat pikir yang terjadi ketika sebuah konsekuensi disimpulkan sebagai akibat dari sejumlah peristiwa spesifik yang sebenarnya tidak harus dilihat ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya konsekuensi tersebut. Inilah yang dilakukan oleh Dondarrion dalam artikelnya hingga ia tiba pada kesimpulan di atas.
Dan karena tidak valid, maka argumen di atas tidak sound [soundness argumen berarti kesimpulannya valid dan premis-premisnya benar].
Tetapi Dondarrion masih memiliki satu kans lagi untuk melepaskan diri dari jeratan sesat pikir dan invaliditas argumennya di atas, yaitu dengan menilik argumennya yang kedua yang secara spesifik berkaitan dengan Jokowi.
Argumen 2
Argumen yang kedua lebih berupa pengamatan terhadap sejumlah peristiwa spesifik yang dilakukan oleh Jokowi dan para pendukungnya:
Indikasi 1: Jokowi mengarang cerita soal ia disadap dan hendak dibunuh dengan bom lalu para pendukungnya secara tidak langsung menuduh Prabowo sebagai dalangnya – Di sini kubu Jokowi memakai strategi play victim.
Seperti yang saya kemukakan di atas, saya tidak mengurusi kebenaran faktual dari tulisan Anda. Tetapi indikasi di atas justru mencurigakan, karena:
a.Jika terbukti bahwa Jokowi mengarang cerita tersebut sementara Prabowo yang dikambinghitamkan, mengapa Prabowo tidak mengambil langkah hukum untuk memperjelas hal tersebut bahkan itu menjadi kesempatan emas bagi Prabowo untuk memperlihatkan kepada publik bahwa Jokowi play victim?
b.Justru pada indikasi di atas, Anda sedang mempresentasikan Prabowo sebagai victim yang sebenarnya [Saya akan kembali ke poin ini nanti].
c.Demi argumen, seandainya benar para pendukung Jokowi mengkambinghitamkan Prabowo, itu juga belum membuktikan Jokowi play victim. Kalau suporter sepakbola melakukan penghinaan terhadap klub lawan, itu tidak berarti klub yang didukung para suporter itu sendiri ikut melakukan penghinaan itu. Faktor plural di balik indikasi di atas, memperlihatkan ketidakharusan kesimpulan bahwa Jokowi play victim.
Indikasi 2: Berhubungan dengan indikasi pertama di atas, Jokowi dinilai lebay mengunakan pengawalan Satpol PP seolah-olah dia adalah target pembunuhan.
Anda sedang menggabungkan fakta dengan tafsiran yang mendukung asumsi Anda terhadap fakta lalu mempresentasikannya seakan-akan itu merupakan bukti bagi asumsi Anda. Padahal, fakta bahwa Jokowi menggunakan Satpol PP tidak harus ditafsirkan seolah-olah Jokowi ingin play victim. Artinya, ini bukan bukti. Ini adalah tafsiran Anda lalu Anda berupaya mengecoh pembacanya seakan-akan itu membuktikan asumsi Anda.
Indikasi 3: Kebakaran demi kebakaran di Jakarta dipolitisasi oleh pendukung Jokowi dan ini dinilai keji karena melakukan pencitraan di atas penderitaan orang lain.
Well, terima kasih sudah memberi kesan memperhatikan penderitaan orang lain. Tetapi tujuan Anda bukan itu dan tidak perlu munafik untuk membawa-bawa penderitaan orang demi mendukung Anda ketika Anda hanya menjadikan penderitaan mereka sebagai alat retorika untuk memenangkan maksud Anda. Anda hanya bisa membuat itu menjadi efek retoris yang menguntungkan posisi Anda dengan cara memberikan rujukan spesifik yang membuktikan politisasi itu. Dan artikel Anda hanya berisi klaim tanpa argumen soal ini.
Indikasi 4: Kabar kematian Jokowi berasal dari para pendukung Jokowi sendiri (Nophie Frinsta dan Tatang Badru Taman) via Facebook yang akun mereka sudah dimatikan setelah ketahuan.
Ada beberapa catatan yang memperlihatkan lubang dari klaim Anda di atas:
a.Dengan menyatakan bahwa akun mereka sudah dimatikan, sebenarnya Anda hanya menjaring angin dengan mengemukakan poin ini. Sejauh itu menyangkut fakta, maka verifikasi adalah prinsip mutlak di sini. Dan karena tidak bisa diverifikasi, maka Anda hanya menjual kecap.
b.Anda mengemukakan kemungkinan bahwa isu itu berasal dari pihak pendukung Jokowi, tetapi kemungkinan sebaliknya juga sama sah untuk diasumsikan yaitu bahwa isu itu berasal dari pihak Anda atau pihak mana pun.
Kembali ke Judul
Setelah membedah seluruh detail argumen Anda, tidak satu pun indikasi-indikasi yang Anda kemukakan yang benar-benar dapat dijadikan sebagai bukti. Semua indikasi ini hanyalah tafsiran sepihak dari Anda sendiri.
Jadi, klaim Anda bahwa “Jokowi mempunyai kemampuan dan motivasi menjalankan strategi play victim ala Ali Moertopo, dan sejauh ini isi kultweet akun di atas semuanya benar” – justru tidak benar. Anda membuat klaim yang melebihi bukti-bukti yang mampu Anda presentasikan. Saya sama sekali tidak melihat bahwa ada bukti yang spesifik yang membuktikan klaim Anda.
Dan itu juga berarti bahwa judul tulisan Anda merupakan sesat pikir sebagaimana yang sudah saya kemukakan di awal tulisan ini!
Kemungkinan Terbalik
Seluruh isi artikel Anda bertujuan untuk membuktikan bahwa Jokowi play victim. Dan itu sudah saya perlihatkan tidak benar.
Sebaliknya, saya justru melihat beberapa indikasi bahwa Anda-lah yang melakukan play victim di sini
Pertama, ketika Anda menuding Jokowi play victim, Anda hanya mampu mempresentasikan argumen-argumen yang invalid! Tetapi, mungkin tanpa Anda sadari, Anda justru secara terang-benderang mempresentasikan Prabowo sebagai victim dalam strategi Jokowi. Anda ingin memberi kesan bahwa Prabowo innocence di sini. Saya kutip secara langsung kata-kata Anda supaya Anda tidak mengelak:
Sebagaimana saya tulis dalam artikel lalu, faktanya Jokowi memang terbukti mengarang cerita tentang dia disadap dan dia mau dibunuh dengan bom. Dalam perjalanan selanjutnya ada beberapa pendukung Jokowi dari purnawirawan (saya lupa siapa) yang memberi pesan kepada Prabowo supaya jangan membunuh Jokowi hanya karena bersaing di medan pencapresan. Jadi, belum apa-apa kubu Jokowi sudah memainkan play victim dan meletakkan kesalahan pada Jokowi [Anda menulis nama “Jokowi” tetapi konteks kalimat Anda sebenarnya yang Anda maksudkan adalah “Prabowo” untuk kata terakhir di sini].
Saya sengaja memiringtebalkan beberapa bagian dari pernyataan Anda di atas untuk memperlihatkan poin saya. Implikasinya, Anda ingin menyatakan bahwa Prabowo tidak tahu menahu soal itu, tetapi koq dituduh [secara implisit melalui pesan para purnawirawan yang anda lupa siapa – thanks a lot to the “lupa” yang dapat Anda gunakan sebagai kawan di sini]. Pesan Anda adalah Prabowo-lah korban yang sesungguhnya di sini.
Kedua, Anda menulis,
Sebagai orang yang mempelajari strategi Ali Moertopo sejak menjatuhkan Soekarno saya dapat mengatakan yang dilakukan kubu Jokowi memang strategi yang sangat khas Ali Moertopo.
Sekarang bagi saya, Anda adalah salah satu kandidat kuat pelaku play victim di sini. Sesuai dengan pengakuan Anda sendiri di atas, Anda memiliki kemampuan [mengetahui persis strategi itu] dan terbukti, Anda justru mempresentasikan Prabowo sebagai victim dalam konteks tulisan ini. Dan untuk kedua hal ini, Anda tidak dapat menyangkalinya!
Ketiga, Anda juga menulis,
.... dan sejauh ini isi kultweet akun di atas benar semua, yang tersisa tinggal kerusuhan massal untuk menjatuhkan lawan sebagaimana Ali Moertopo menjatuhkan Presiden Soekarno dan Jenderal Soemitro, Benny Moerdani menjatuhkan Presiden Soeharto serta Hendropriyono menjatuhkan Presiden Gus Dur. Semoga Jokowi masih cukup waras untuk tidak melanjutkan play victimnya sampai ke tahap puncak strategi Ali Moertopo, kerusuhan massal yang memakan korban jiwa rakyat kecil tidak berdosa.
Terus terang, dengan melihat dua indikasi sebelumnya, saya justru mengutip seruan Anda: “Mari berdoa untuk keselamatan bangsa ini” dengan sungguh sangat serius. Doa itu bukan saya naikan karena Jokowi, tetapi karena ada satu kandidat kuat yang secara terang benderang memainkan play victim di sini yang mengakhiri artikelnya dengan kutipan di atas. Semoga Anda cukup waras untuk tidak play victim hingga tahap yang demikian!
Apakah saya menuduh Anda? Bergantung apa yang Anda maksudkan dengan “tuduhan” karena saya menarik implikasi dari indikasi-indikasi yang sangat eksplisit pada tulisan Anda. Dan itu sungguh berbeda dengan semua indikasi yang Anda tampilkan untuk mendiskreditkan Jokowi!
Mas Dondarrion, Anda sudah berupaya keras untuk menuding Jokowi, tapi tanpa Anda sadari, Anda sendiri sedang membuka kedok Anda bahwa Andalah yang patut dicurigai sebagai pelaku play victim di sini!
Selamat Pagi; Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H