Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Hukuman Mati Kasus "Bali Nine" dan Hukum Internasional

25 Februari 2015   10:56 Diperbarui: 4 April 2017   18:27 4239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14248303681702492674

[caption id="attachment_399262" align="aligncenter" width="624" caption="Dalam foto tahun 2006, terdakwa perkara penyelundupan heroin seberat 8,2 kilogram, Andrew Chan (kanan) dan Myuran Sukumaran, keduanya warga negara Australia, berdiri di dalam tahanan, setelah mereka divonis hukuman mati, Selasa (14/2/2006) di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. (KOMPAS/ FIRDIA LISNAWATI)"][/caption]

Penulis terkenal asal Prancis, Victor Hugo menggambarkan hukuman mati (death penalty) sebagai "le signe special et´ eternel de la barbarie" ("simbol khusus dan kekal dari barbarianisme"). Hugo yang juga adalah penulis novel terkenal Les Miserables, mengungkapkan kalimat terkenal itu saat ditanya oleh The Chamber of Deputies mengenai apa itu hukuman mati. Ia menyebutnya kekal, karena hukuman mati sudah dilakukan sejak jaman purba; ia pula menyebutnya simbol khusus kebiadaban (barbarity) karena di mana pun itu diterapkan, kebiadabanlah yang berkibar.

Dokumen-dokumen penting

Secara historis, seruan mengenai peniadaan (the abolition) hukuman mati bisa ditelusuri ke belakang hingga dua abad yang lampau, yaitu abad ke-18. Pada abad ke-19, sejumlah negara mulai meniadakan hukuman mati. Meski begitu, meluasnya gerakan penolakan terhadap hukuman mati ditandai pada berakhirnya Perang Dunia Kedua, khususnya sejak muncul Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tanggal 10 Desember 1948. Artikel 3 dari UDHR berbunyi demikian: "Everyone has the right to life, liberty and security of the person."

Pada tahun 1949, muncullah revisi dari sebuah dokumen lain Geneva Convention yang sudah ada sejak tahun 1929. Dokumen ini mengatur tentang kontrol tertentu demi pengurangan tingkat pelaksanaan hukuman mati terhadap para tahanan perang melalui tekanan dari dunia internasional (international pressure).

Pada tahun 1950-1970an, muncul tiga dokumen lain yang penting disebutkan di sini. Pertama, European Convention on Human Rights; kedua, American Convention of Human Rights; dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Ketiga dokumen ini mengatur tentang limitasi pelaksanaan hukuman mati dalam rangka pemeliharaan akan hak hidup individu-individu. Ini terlihat misalnya, artikel 6, no. 2 dari ICCPR berbunyi demikian:

In countries which have not abolished the death penalty, sentence of death may be imposed only for the most serious crimes in accordance with the law in force at the time of the commission of the crime and not contrary to the provisions of the present Covenant and to the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide. This penalty can only be carried out pursuant to a final judgment rendered by a competent court.


Sampai di sini, sejumlah dokumen penting di atas selain menegaskan mengenai hak hidup individu-individu, dalam taraf tertentu meniadakan hukuman mati, namun bukan peniadaan mutlak untuk semua jenis kejahatan.

Tafsiran terhadap frasa "the most serious crimes"

Yang relevan untuk diberi perhatian interpretif di sini adalah klausa "kejahatan-kejahatan yang paling serius" (the most serious crimes) pada artikel 6 no. 2 dalam ICCPR di atas.

Klausa di atas telah dikritik oleh sejumlah pihak sejak masa drafting-nya. Klausa ini dikritik karena berpotensi membuka peluang bagi divergensi praktik pelaksanaan hukuman mati yang tidak efektif bagi pengecekan terhadap negara-negara yang belum meniadakan hukuman mati.

Meski begitu, artikel mengenai "Safeguards Guaranteeing Protection of Those Facing the Death Penalty’, yang diadopsi oleh Economic and Social Council pada tahun 1984 kemudian disepakati oleh General Assembly, mendekalasikan bahwa klausa ini merujuk kepada kejahatan-kejahatan yang intensional (dilakukan secara sengaja) yang mengakibatkan kematian atau konsekuensi-konsekuensi lain yang berbahaya secara ekstrim (lethal or other extremely grave consequences). Batasan maksud klausa ini juga dijelaskan senada oleh Secretary-General bahwa "‘the offences should be life-threatening".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun