“Don't be afraid to take a big step when one is indicated. You can't cross a chasm in two small steps,” (David Lloyd Jones).
Dari aspek substansi argumen, celotehan Effendi Simbolon mengenai pernyataan resmi Jokowi pasca penangkapan BW adalah celotehan tidak terpelajar. Tetapi, dari segi kandungan asumptifnya terkait realitas politik yang hingar bingar ini, saya menangkap sebuah harapan yang sangat mendalam agar Jokowi segera melakukan sesuatu yang signifikan di sini.
Belum hilang dari ingatan kita, ketika Jokowi muncul dengan dua Keppres beberapa waktu lalu, dinyatakan pula bahwa pelantikkan BG ditangguhkan hingga ada kejelasan definitif dari KPK berkait statusnya sebagai tersangka pemilik rekening gendut. Saat itu, saya kira baik lawan maupun kawan politiknya mengacungkan jempol. Jokowi "meloloskan" dirinya dari ancaman impeachment maupun ancaman ditinggalkan para pendukungnya bahkan seluruh rakyat Indonesia!
Tak lagi valid
Sedikit ingatan ulang di atas mestinya mendapat penegasan bahwa keputusan tersebut semata-mata merupakan temporary solution. Solusi yang kapan saja bisa kehilangan validitasnya bergantung perkembangan situasi politik yang ada. Kini, rakyat semakin geregetan karena kelihatannya Jokowi belum bergeming menangkap signal invaliditas (ketidakvalidan) solusi di atas.
Hampir pasti sekarang bahwa pengusutan kasus BG akan mandeg untuk sementara waktu. Abraham Samad, sebagai Ketua KPK sedang diterpa berbagai dugaan ketidakberesan yang sudah kita ketahui bersama. Ia bahkan terancam berhadapan dengan Komite Kode Etik. Bambang Widjayanto kemarin sudah mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua KPK. Demikian pula Zulkarnaen telah menuai status tersangka.
Betul KPK masih ada dan akan tetap ada. Betul juga bahwa individu-individu di dalamnya tidak sama dengan KPK sebagai lembaga pembasmi tikus-tikus koruptor. Tetapi ingat, KPK itu bukan ruang hampa tanpa orang-orang. Kenyataan pahitnya adalah bahwa tokoh-tokoh pilar KPK sekarang sedang menghadapi masalah-masalah personal yang sangat serius, terlepas dari berbagai "pembacaan" publik berkait intrik-intrik politik di balik itu.
Sekilas gambaran realitas di atas sangat sulit untuk tidak dibaca sebagai pertanda ketidakvalidan alasan penangguhan pelantikan BG!
Imunitas hukum sebagai solusi?
Saya baru saja membaca tulisan reportase rekan Kompasianer Abd. Gofar Al Amin berjudul: Menimbang Perlunya Hak Komunitas bagi KPK. Para pengusung usul ini adalah para pakar dalam bidang hukum. Sebut saja Denny Indrayana termasuk banyak akademisi dalam bidang hukum dari berbagai universitas ternama di Indonesia.
Mereka menginginkan adanya Perppu yang dikeluarkan Presiden mengenai hak imunitas bagi Ketua KPK. Intonasi dari usul ini lebih kepada manfaatnya yaitu agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh pilar KPK. Saya juga memahami bahwa hak imunitas ini tidak berarti jika terjadi pelanggaran hukum maka tokoh-tokoh pilar KPK tersebut tidak dapat ditindak. Tentu dapat ditindak, namun penindakannya ditunda hingga selesainya masa jabatan.