Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ada Apa Dengan "Premis"?

22 April 2014   08:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:21 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam tulisan terdahulu mengenai saratnya sesat pikir yang dilakukan Abah Pitung dalam tulisannya, saya membaca komentar dari salah seorang Kompasianer: "Politik nggak usah premis-premisan...".

Setelah itu saya membaca tulisan dari seorang Kompasianer yang lain yang menulis soal "keliru pikir" jika mempertanyakan kebijakan Admins soal HL-nya sebuah tulisan jika tanpa argumen yang valid. Saya setuju. Tetapi perlu tambah bahwa bukan hanya valid, melainkan juga sound. Menariknya, di bagian akhir tulisan itu, Kompasianer tersebut menyatakan sesuatu yang mirip dengan komentar Kompasianer pada paragraf di atas. Beliau menulis bahwa tidak perlu premis mayor, premis minor, dsb.

Saya sengaja memosting tulisan ini, karena saya melihat bahwa komentar dari dua Kompasianer di atas mengindikasikan bahwa pengertian serta urgensi premis rupanya belum dipahami secara baik.

"Premis" adalah sebuah proposisi (kalimat pernyataan yang bernilai benar atau salah) yang berfungsi sebagai alasan dalam sebuah konstruksi argumen.

Keharusan untuk menyertakan premis-premis dalam sebuah opini sebenarnya tidak perlu diulang-ulang lagi. Saya sudah membahasnya dalam beberapa tulisan terdahulu. Secara etis, Anda tidak diperkenankan menulis sebuah opini yang hanya berisi klaim tanpa premis (alasan-alasan yang mendukung klaim Anda). Bila Anda hanya sekadar melontarkan klaim, maka klaim Anda tidak memiliki nilai tanggap sama sekali. Atau bahkan jika opini Anda menohok tanpa argumen, maka Anda bisa dituntut karena melakukan pencemaran nama baik. Karena itu sama saja dengan melontarkan tuduhan tanpa bukti (bukti di sini bisa bukti faktual dan bukti logis berupa konstruksi argumen yang valid dan sound).

Artinya, dari segi tujuan persuasifnya, sekadar melontarkan sebuah klaim tanpa argumen dalam sebuah opini, berarti Anda tidak mencapai tujuan apa pun, terlepas dari apakah klaim Anda tersebut mempengaruhi atau tidak mempengaruhi opini pembaca.

Keharusan itu bukan hanya soal keharusan menyertakan premis-premis, melainkan juga keharusan menyertakan premis-premis yang sound. Sound berarti argumen Anda valid (artinya: kesimpulannya diharuskan oleh premis-premisnya) dan bahwa premis-premis Anda meyakinkan dalam arti tidak mengandung cacat logika atau sesat pikir (logical fallacies).

Jika Anda menyatakan bahwa "tidak perlu premis-premisan" dan atau ungkapan senada dengannya, sebenarnya itu sangat tidak masuk akal karena implikasinya adalah bahwa Anda mengasumsikan bahwa sebuah opini tidak perlu ditopang oleh alasan-alasan. Jika tanpa alasan-alasan, lalu atas dasar apa? Khayalan?

Dalam konteks apa pun, sebuah opini HARUS memiliki premis-premis di dalamnya. Soal valid atau soundness-nya, itulah yang perlu tanggapi.

Harapan saya, tulisan pendek ini memberikan pencerahan supaya kita tidak sekadar gemar melontarkan klaim tanpa argumen.

Termasuk juga, saya pikir, memberikan masukan kepada Admins untuk tidak sekadar melihat nilai jurnalisme dari sebuah tulisan (aktual, menarik, inspiratif, dan bermanfaat), tetapi juga perlu mempertimbangkan soal kesehatan logisnya. Saya ingat pernah membaca buku Pepih Nugraha soal diktum penting dalam kegiatan jurnalisme yaitu bahwa "berita itu suci". Diktum ini pasti tidak lain mengasumsikan kebenaran. Dan ingat, kebenaran itu tidak mungkin tidak logis alias mengandung sesat pikir (logical fallacies). Saya harap saya tidak perlu menarik implikasi yang lebih tegas berkenaan dengan argumen ini. Saya percaya Anda sudah bisa menarik implikasinya untuk diterapkan ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun