“The whole picture of subsequent abuse – mockery, flogging, and crucifixion, culminating in the cry of divine abandonment – is far too humiliating for early Christians to have invented, especially without significant Jewish precedent for a crucified Messiah” (Jesus and the Gospels [Leicester: Apolos, 2002], 350).
Profesor Bart D. Ehrman, adalah ahli Kritik Tekstual PB (NT Textual Criticism) dan juga pakar studi sejarah abad pertama. Perlu dicatat bahwa Ehrman sangat skeptis terhadap kehandalan PB dan bahkan menolak sama sekali doktrin-doktrin penting dalam iman Kristen. Namun, sebagai sejahrawan, ia mengakui bahwa penyaliban Yesus tidak mungkin merupakan sebuah rekayasa, sebagaimana yang terdapat dalam kutipan berikut:
“Christians who wanted to proclaim Jesus as messiah would not have invented the notion that he was crucified because his crucifixion created such a scandal” (The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings [2nd edition; New York: Oxford University Press, 2000], 205).
Selanjutnya Ehrman menulis,
“The most certain element of the tradition about Jesus is that he was crucified on the orders of the Roman prefect of Judea, Pontius Pilate. The crucifixion is independently attested in a wide array of sources and is not the sort of thing that believers would want to make up about the person proclaimed to be the powerful Son of God” (The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings, 233 – huruf tebal-miring dari saya sebagai penekanan).
Reza Aslan mengaku telah melakukan studi mengenai Yesus Sejarah selama kurang lebih 20 tahun (2 dekade) kemudian menuangkan hasil studi tersebut dalam sebuah buku, berjudul: Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth (New York: Random House, 2013). Aslan adalah seorang mantan Kristen yang beralih menganut Islam dan saat menulis buku ini (dipublikasikan pada bulan Juli 2013), Aslan masih menganut Islam. Mengenai Yesus Sejarah, Aslan menulis demikian:
In the end, there are only two hard historical facts about Jesus of Nazareth upon which we can confidently rely:the firstis thatJesus was a Jew who led a popular Jewish movement in Palestine at the beginning of the first century C.E.;the secondis thatRome crucified him for doing so” (Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth, 19; - huruf tebal-miring dari saya sebagai penekanan).
Saya dapat menambahkan nama-nama para pakar dengan komentar-komentar mereka yang mendukung historisitas penyaliban dan kematian Yesus di salib. Namun saya kira beberapa nama di atas sudah cukup representatif. Ada pakar dari kalangan Kristen konservatif (Blomberg), dari kalangan Kristen yang tidak konservatif (Dunn), dari kalangan agnostik (Ehrman), dan dari kalangan Islam (Aslan).
Penutup
Banyak orang meragukan kehandalan historis Perjanjian Baru. Tetapi dari kalangan orang-orang yang skeptis itu, tidak sedikit di antara mereka (dan perlu dicatat, mereka yang saya maksudkan di sini adalah orang-orang yang benar-benar pakar dalam bidang sejarah Kekristenan) yang mengakui bahwa ada bagian-bagian tertentu dalam PB yang tidak dapat disangkal historisitasnya, yaitu penyaliban Yesus yang mengakibatkan kematian-Nya. Mereka tidak simpatik terhadap Kekristenan. Mereka hanya tidak dapat menutup mata untuk mengabaikan bukti-bukti sejarah, baik dari kalangan Kristen maupun non-Kristen abad-abad pertama yang memberikan kesaksian implisit dan eksplisit bahwa Yesus memang disalibkan dan mati karena penyaliban tersebut.
Anda boleh tidak percaya akan fakta sejarah penyaliban Yesus. Anda juga boleh memberikan klaim yang persis bertentangan dengan fakta tersebut. Tetapi, ada begitu banyak bukti sejarah yang bisa dirujuk, baik dari kalangan Kristen maupun non-Kristen, yang memperkuat peristiwa penyaliban Yesus dan kematian-Nya pada penyaliban tersebut sebagai fakta sejarah. Dan jika klaim yang bertentangan itu tidak harmonis dengan kesaksian-kesaksian sejarah masa lampau, maka hanya ada satu pilihan label untuk klaim tersebut: fantasi sejarah!
Saya pribadi, memilih untuk percaya pada fakta sejarah, ketimbang menipu diri sambil berfantasi dengan menerima klaim apa pun yang tidak koresponden dengan fakta sejarah itu. Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H