Dalam bukunya yang berjudul: Rhetoric, Aristoteles membagi retorika ke dalam tiga genre, yaitu:
- Retorika deliberatif (deliberative rhetoric): retorika yang dilakukan di hadapan publik untuk meyakinkan mereka mengenai apa yang akan terjadi di masa depan. Biasanya, para politicians menggunakan retorika jenis yang ini (Rhetoric I.4-8).
- Retorika yudisial (judicial rhetoric): retorika di hadapan pengadilan untuk meyakinkan audiens mengenai benar atau salahnya perkara masa lampau (Rhetoric I.10-14).
- Retorika epideiktik (epideictic rhetoric): retorika yang dimaksudkan untuk memperlihatkan keagungan atau kejahatan seseorang (Rhetoric I.9).
Jadi jelas bahwa dalam konteks ini, pidato Prabowo mesti digolongkan ke dalam genre retorika deliberatif.
Dalam retorika deliberatif, seorang retor berupaya melakukan persuasi agar audiensnya dapat melakukan penilaian (judgement) mengenai sesuatu yang akan terjadi di masa depan, apakah itu baik atau buruk. Audiens diyakinkan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu di masa depan.
Tiga Elemen Retorika
Selain tiga genre di atas, Aristoteles (yang juga diikuti oleh para ahli retorika sesudah Aristoteles) mengemukakan tiga elemen kunci di dalam sebuah retorika yang baik:
- Logos atau persuasi melalui argumen logis.
- Ethos atau presentasi karakter sang retor di hadapan publik bahwa ia memiliki kredensi yang dapat dipercaya.
- Pathos atau persuasi melalui sentilan-sentilan yang menyentuh aspek emosi audiens.
Walaupun bagi Aristoteles elemen logos (argumentasi logis) merupakan bagian paling esensial dalam sebuah retorika yang baik, namun dalam konteks ini, saya hanya akan fokus memberikan penjelasan mengenai ethos (karakter) dan pathos (aspek emosi).
Pertama, mengenai ethos. Bagi Aristoteles, presentasi logos (argumentasi logis) akan tetap sulit untuk meyakinkan audiens jika sang retor gagal melakukan persuasi dari aspek ethos. Aspek ini berarti bahwa seorang retor mempresentasikan kualitas karakternya sendiri di hadapan audiens yang relevan dengan isu yang sedang dibahas.
Ada tiga hal yang dapat dilakukan seorang retor guna mempresentasikan ethos atau karakternya sendiri di hadapan audiens (Rhetoric II.1), yaitu:
- Inteligensi praktis atau hikmat praktis (Yunani: phronesis): sang retor memperlihatkan kebijaksanaannya dalam menentukan pilihan yang bertujuan baik dan demi kemaslahatan banyak orang;
- Karakter yang berkebajikan (virtues); dan
- Kemauan yang baik.
Tiga elemen ethos di atas sangat penting karena akan sangat menentukan penerimaan audiens terhadap persuasi yang dikemukakan seorang retor. Aristoteles mengemukakan beberapa kemungkinan implikatif di bawah ini berkait ketiga elemen ethos di atas:
- Jika seorang retor tidak mempresentasikan satu pun dari ketika elemen ethos di atas, maka audiens akan meragukan apakah sang retor dapat memberikan nasihat (Yunani: paraenesis) yang baik atau tidak.
- Jika ia hanya mempresentasikan poin 1 tanpa poin 2-3, audiens akan meragukan apakah sang retor bertujuan baik atau tidak.
- Jika ia mempresentasikan poin 1-2 tanpa poin 3, audiens akan meragukan apakah sang retor mampu memberikan solusi yang baik atau tidak.