Akhir-akhir ini, saya mendengar banyak orang membicarakan kemampuan retorika Prabowo (pidato-pidato politisnya). Saya sendiri, baru saja menonton sejumlah rekaman pidato Prabowo di youtube. Secara pribadi, saya senang melihat gaya pidato Prabowo. Pidato-pidato yang mengingatkan saya akan berbagai hal ikhwal berkait retorika klasik yang pernah saya pelajari dulu.
Dan karena spesifikasi studi saya membawa saya cukup familiar dengan retorika klasik (retorika Greco-Roman), maka saya akan mencoba memberikan beberapa catatan penting berkait pidato Prabowo. Saya akan sedapat mungkin memberikan catatan-catatan evaluatif yang objektif.
Saya akan memulainya dengan memberikan catatan ringkas mengenai konotasi salah kaprah terhadap retorika, lalu membahas genre dan tiga elemen penting dalam retorika. Akhirnya saya akan menempatkan pidato Prabowo dalam kerangka elemen-elemen retorika klasik sambil memberikan sejumlah komentar di sana.
Nama Buruk bagi Retorika?
Akhir-akhir ini saya cukup sering membaca atau mendengar penggunaan istilah "retorika" yang diberi konotasi negatif. Konotasi negatif yang saya maksudkan adalah kesan bahwa ketika istilah ini digunakan sekarang, maka yang dimaksudkan, sederhananya: omdo (omong doang). Tidak heran, orang sering berkata: "Kami tidak butuh retorika, yang kami butuhkan adalah karya nyata."
Sayang sekali!
Konotasi yang demikian, sederhananya, adalah sebuah salah kaprah. Saya akan memperlihatkannya nanti pada bagian berikutnya. Namun, sekadar rangsangan awal, tahukah Anda bahwa para filsuf pada era Greco-Roman semisal: Cicero, Quintilianus, Plato, dan Aristoteles, menulis buku-buku mengenai retorika yang pengaruhnya masih terasa hingga kini?
Retorika itu sendiri berarti seni persuasi atau seni meyakinkan [audiens] mengenai suatu hal. Dan para filsuf di atas menulis mengenai bagaimana melakukan persuasi yang baik. Aristoteles sendiri mendefinisikan retorika sebagai kemampuan untuk apa yang dapat meyakinkan audiens mengenai suatu hal. Dan seorang retor adalah orang yang mampu melihat hal tersebut (Rhetoric, 1.2).
Artinya, pada dirinya sendiri retorika itu tidak buruk. Yang menjadikannya buruk atau baik adalah bagaimana orang melakukan retorika!
Selanjutnya, saya berharap mendapatkan sedikit kesabaran Anda untuk mengikuti dua pokok penjelasan awal terlebih dahulu sebelum tiba pada isu spesifik yang menjadi concern saya di sini yaitu pidato Prabowo. Ini penting karena Anda mungkin tak dapat menangkap maksud saya tanpa dua pokok paradigmatis ini.
Tiga Genre Retorika Klasik