Debat capres yang berlangsung malam ini (9 Juni 2014) di Balai Sabrini dipandu oleh Zainal Arifin Mokhtar secara umum berlangsung baik. Debat dilangsungkan dalam lima sesi utama dan satu sesi penutup.
Saya akan mengomentari beberapa isu spesifik dalam debat ini terlebih dahulu kemudian memberikan komentar umum mengenai kedua pasangan tersebut dalam debat ini.
Dari seluruh isu penting dalam debat ini, isu spesifik yang menurut saya telah menjadi pertanyaan seluruh rakyat Indonesia selama ini adalah isu HAM dan kaitannya dengan Prabowo. Dan terima kasih kepada JK yang dengan begitu lugas menanyakan pertanyaan mengenai isu ini.
Sangat disayangkan, meresponsi pertanyaan JK, bahasa tubuh Prabowo menjadi sedikit berubah hampir mendekati “korslet” (meminjam istilah sahabat saya Ellen Maringka). Memang, Prabowo membaca arah spesifik pertanyaan JK yang mempertanyakan kredensinya sebagai seorang mantan prajurit yang dikait-kaitkan dengan isu HAM. Tetapi, Prabowo tidak memberikan afirmasi maupun falsifikasi (penyangkalan) mengenai isu itu. Beliau hanya merujuk kepada “penilaian atasan”, kemudian melakukan proof by assertion dengan menyatakan bahwa dia adalah prajurit yang sangat kuat berjuang demi HAM. Artinya, isu penting ini belum “dibereskan” Prabowo tatkala seluruh rakyat Indonesia menantikan dari mulutnya sendiri untuk membuat penegasan atau penyangkalan.
Isu lain yang juga sangat penting adalah isu mengenai kebhinekaan atau pluralitas. Jokowi-JK tentu tidak diragukan lagi sangat kuat menekankan hal ini. Dan Jokowi sendiri mengajukan Lurah Susan sebagai contoh konkretnya. Tidak kalah dengan itu, Prabowo pun “menghadirkan” Ahok sebagai contoh nyata komitmen pasangan ini untuk isu kebhinekaan. Kedua pasangan capres/cawapres ini pada dasarnya memiliki komitmen yang sama untuk menegakkan masalah kebhinekaan.
Meski demikian, masih dengan isu kebhinekaan, untuk pasangan Prabowo-Hatta, analogi “perang badar” dari Amien Rais yang terbukti sudah memakan korban dan juga kehadiran PKS serta FPI di kubu itu, tentu menjadi semacam stimulan yang menggiring orang untuk paling tidak, sedikit mengasumsikan hipokritas komitmen tegas mereka di atas.
Mengenai korupsi, Prabowo menyatakan bahwa itu terjadi karena para pejabatnya bergaji kecil. Di samping itu biaya kampanye dan lain sebagainya menguras banyak dana. Maka ia melihat itu sebagai konsekuensi yang tidak terelakkan dari kedua penyebab ini. Itulah sebabnya Prabowo-Hatta bertekad memperkuat KPK untuk memberantas kejahatan ini. Jokowi-JK lebih fokus pada penanganannya. Program e-government diharapkan mampu meminimalisasi “kesempatan” bagi para pejabat untuk melakukan korupsi.
Saya menilai, jawaban Prabowo terhadap isu korupsi di atas itu kurang substansial. Substansi korupsi bukan ada pada “gaji yang kurang”, bahkan bukan juga pada “pengeluaran yang banyak pada masa kampanye”. Substansinya ada pada sistem nilai (values) yang harus dibangun dan ditanamkan kepada para pejabat. Gaji sebesar apa pun, jika core values seseorang tidak terbangun, maka ia hanya menunggu waktu dan kesempatan untuk melakukan kejahatan itu. Sebaliknya, bahkan gaji yang kecil sekalipun, jika core values seseorang sudah terbangun, maka ia tidak akan menceburkan diri ke dalam kubangan kotor itu.
Secara umum, pasangan Prabowo-Hatta tidak diragukan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Gagasan inti dari pasangan ini adalah menjaga agar kekayaan Negara tidak “bocor” keluar. Dan ini memang sesuai dengan visi-misi yang telah mereka ajukan ke KPU yaitu menjaga kedaulatan bangsa ini dalam segala sisinya. Meski begitu, lontaran-lontaran yang terkesan terlalu “ideal” ketimbang “membumi”, rasanya membuat saya kurang bisa membedakan itu dengan wacana-wacana yang selama ini “dijual” oleh para politisi ketika sedang ingin mengambil hati rakyat.
Di sisi lain, hal yang “mencengangkan” bagi saya adalah penampilan Jokowi pada debat capres malam ini. Selama ini tersiar opini publik bahwa Jokowi tidak pandai berdebat. Tetapi, menonton debat malam ini, saya justru menilai opini tersebut absurd. Penampilan dan tuturan-tuturan Jokowi yang mantap yang diisi dengan pengalaman nyata ketika menjabat sebagai walikota dan gubernur bahkan program e-government yang sangat brilian ditambah penekanan meyakinkan bahwa semua itu hanya soal “mau dan tidak mau”, bukan “bisa dan tidak bisa”, membuat saya harus berkesimpulan bahwa semua sesi debat ini menjadi “milik” pasangan ini. Siapa bilang Jokowi tidak pandai berdebat?
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada pasangan Prabowo-Hatta, saya menilai skor dalam debat malam ini adalah 5:0 untuk pasangan Jokowi-Kalla!
Ya udah, gitu aja; Selamat Malam; Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H