Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

"Hari Ayah" di Mata Anak-anakku

15 Juni 2014   10:13 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:40 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin itu tepat satu tahun aku kehilangan ayahku. Aku ingat, tepat jam 17.30  WIB tanggal dan bulan yang sama dengan kemarin, ayahku dipanggil pulang oleh Tuhan.

Mengenang hari dukacita itu, malam sebelumnya aku tak bisa tidur. Sepanjang malam itu, entah kenapa, kesedihan menguasaiku.

Sampai kemarin sore, saat bareng kedua putraku membersihkan taman belakang rumah, guratan kesedihan itu tak bisa kusembunyikan.

"Dad, sedih ngingat opa, ya?," selidik putra sulungku.

"Gak koq, kenapa?" aku berusaha menghindar. Gak seru kalau suasana cerah sore itu terisi dengan topik kesedihan.

Mendengar jawabanku, putra bungsuku menimpali, "Bang, papa gak sedih. Wajah papa gitu karena kopinya belum datang."

Hahahaha..ada-ada saja timpalan isengnya. Dalam hati aku berguman: "Yang kutabur, itulah yang kutuai." Aku melihat sisi isengku di dalam dirinya.

Rupanya putra sulungku terus memperhatikan wajahku. Aku tahu itu. Aku pikir, luar biasa ketampananku sampe-sampe anaku sendiri memperhatikanku seakan tak bosan-bosannya.

"Dad, you are not a good liar."

Ia berkata begitu sambil tersenyum. Senyuman yang rasanya menguliti kedodolanku. "Kenapa aku begitu bodoh menjwab tidak? Kenapa tidak kujawab saja bahwa aku sedih mengingat almarhum kakek mereka?"

Sambil kuakui bahwa aku memang sedih, aku pun berkata: "Besok Hari Ayah, lho"

"Hari Ayah tuh apaan?", yang bungsu berespons.

"Itu hari khusus buat memperingati jasa-jasa para ayah, De," putraku yang sulung menjawab dengan lagak mengajar. Asyik, aku banget tuh. Hahah

"Emang kenapa harus pake memperingati segala?" yang bungsu gak mau kalah.

"Ya, gak tau", putra sulungku menjawab dengan nada cuek. Setelah beberapa saat terdiam, dia berujar: "Menurut abang nih ya, tiap hari tuh hari ayah."

Aku menoleh ke arahnya. Menarik juga nih. "Maksudnya gimana, bang?"

"Ya iya Dad, setiap hari tuh hari ayah. Iya kan, De?" dia mencari dukungan. Hahaha..euforia pilpres juga nih..hahaha

Merasa dimintai dukungan, yang bungsu dengan lagak isengnya menjawab: "Iya bang. Daddy tiap hari kan jadi ayah kita ya. Kan Daddy gak pernah stop jadi ayah kita. Aku pintar kan, bang?" wkwkwkwkwk

******

Kudedikasikan tulisan ringan ini buat kedua putraku. Semoga suatu ketika mereka membaca ini dan tahu bahwa aku memang selalu jadi ayah mereka. Mungkin bukan yang terbaik, namun yang teramat mengasihi mereka dan melakukan sebisaku bagi mereka.

Selamat Hari Ayah buat yang sudah dan yang akan jadi ayah.

Selamat pagi, salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun