Sebagian besar dari Anda mungkin tidak familiar dengan kata mathetes. Tidak perlu risau karena sebenarnya ini hanyalah sebuah kata bahasa asing yang makna serta fenomenanya telah Anda ketahui dan lihat sehari-hari. Tetapi, yang mungkin belum Anda sadari adalah signifikansi penting dari konsep mathetes. Itulah sebabnya saya menuliskannya di sini.
Tulisan ini akan diawali dengan hasil riset Profesor Michael J. Wilkins mengenai makna kata mathetes dalam sejarah Hellenisme (lih. Catatan referensi di akhir tulisan ini). Lalu, saya akan menggarisbawahi signifikansi dari nilai pedagogis dari kata mathetes. Siginifikansi ini secara khusus akan dibahas dalam konteks argumen pembelaan terhadap reliabilitas (kehandalan) potret Perjanjian Baru, secara khusus Kitab-kitab Injil mengenai Yesus sejarah (the historical Jesus). Kemudian, saya akan mengakhirinya dengan menegaskan beberapa poin penting mengenai menjadi mathetes yang baik.
Saya tahu bahwa Anda bisa saja memiliki sejumlah alasan, atas dasar presuposisi-presuposisi keagamaan Anda, untuk tidak setuju dengan signifikansi kata mathetes yang saya garisbawahi di sini. Itu tidak masalah. Tetapi saya mendorong Anda untuk terus membacanya hingga selesai karena Anda sangat mungkin akan setuju dengan sejumlah poin penting yang saya tarik dari pembahasan ini mengenai menjadi mathetes yang baik. Namun, karena poin yang terakhir ini akan menjadikan tulisan ini sangat panjang, maka saya meminta kesabaran Anda untuk menantikan ulasannya pada sebuah tulisan tersendiri di kesempatan berikutnya.
Riset Wilkins
Wilkins menggarisbawahi bahwa kata mathetes (bentuk jamaknya: mathetai) adalah kata bahasa Yunani yang dalam sejarah Hellenisme, digunakan kurang lebih dalam tiga makna yang saling terkait namun memiliki cakupan yang sedikit berbeda satu sama lain. Pertama, kata ini digunakan dalam arti umum yaitu "pembelajar" atau "orang yang belajar [dari sesuatu atau seseorang]" (learner). Kedua, kata ini digunakan dalam arti yang lebih spesifik yakni “penganut” atau “pengikut” (adherent) suatu ajaran tertentu atau seorang filsuf/filsafat tertentu. Dan ketiga, lebih spesifik lagi, kata ini digunakan dalam arti “murid dari sebuah institusi pendidikan” semisal Akademos, universitas pertama di dunia yang didirikan di Athena.
Selanjutnya, Wilkins memperlihatkan bahwa ketika Kekristenan muncul pada abad pertama Masehi, kata mathetes dan atau bentuk jamaknya mathetai digunakan dalam arti yang lebih teknis dengan rujukan kepada mereka yang percaya kepada Kristus. Itulah sebabnya mereka disebut murid-murid (mathetai) Kristus. Tetapi, di dalam kandungan terminus technicus ini, terkandung asumsi mengenai relasi pedagogis pada masa itu. Mengenai hal ini, akan menjadi jelas ketika saya menjelaskan ulang argumen dari Profesor Evans di bawah.
Craig A. Evans vs Bart D. Ehrman
Sekadar memperlihatkan konteksnya. Evans mengemukakan hasil risetnya mengenai mathetes dalam konteks perdebatannya dengan Profesor Bart D. Ehrman dalam tajuk: Does the New Testament present a reliable potrait of the historical Jesus? Perdebatan ini berlangsung di St. Mary’s University tanggal 19-20 Januari 2012.
Ehrman menjawab pertanyaan di atas secara negatif, Tidak! Ia memperlihatkan dengan gamblang mengenai sejumlah diskrepansi dan kontradiksi historis yang ia temukan dalam Kitab-kitab Injil mengenai tutur kata dan perbuatan-perbuatan Yesus yang dikisahkan di sana. Ia menyimpulkan bahwa Kitab-kitab Injil mengandung informasi historis yang bermanfaat untuk studi mengenai Yesus sejarah, namun secara umum, karena adanya diskrepansi dan kontradiksi tersebut, kitab-kitab Injil tidak dapat dianggap sebagai sumber historis yang handal mengenai Yesus sejarah.
Di sisi lain, untuk pertanyaan sebagai tajuk debat di atas, Evans menjawabnya secara positif, Ya! Evans mengakui bahwa Kitab-kitab Injil mengandung sejumlah kesulitan semisal diskrepansi dan kontradiksi historis jika dipandang dari perspektif historiografi modern. Tetapi Evans menandaskan bahwa ini tidak dapat dianggap sebagai sebuah ketidakhadalan (unreliability). Evans mengingatkan bahwa Kitab-kitab Injil tidak ditulis dari perspektif historiografi modern, melainkan historiografi kuno. Jadi menuding PB tidak handal secara historis karena “bermasalah” dipandang dari perspektif historiografi modern, merupakan sebuah tudingan yang anakronistik. Tidak sesuai jaman!
Argumen Evans