Hingga suatu saat saya tiba pada kesimpulan. Ya, terdapat strong human dimension di mana pun kita berada. Keadaan tidak menentukan siapa kita. Keadaan hanyalah penyingkap siapa kita sebenarnya. Tak perlu menyalahkan situasi. Siapa kita menentukan reaksi dan sikap kita terhadap situasi. Saya ingat, sebuah kalimat menarik waktu itu: "garbage in garbage out"!
Semangat saya bangkit. Fokus terdalam saya, belajar, pun menggelora. Perpustakaan adalah tempat terbanyak di mana saya berada selama studi di seminar. Buku-buku dari berbagai bidang: systematic theology, biblical theology, exegesis, filsafat, theology of religions, Islamic theology, practical theology, dsb., adalah kawan-kawan terdekat saya.
Ada kesulitan? Ya, tentu saja. Tetapi saya tidak pernah melatih diri saya menghindari yang sulit-sulit. Easy come, easy going, bukan? Mayoritas waktu saya adalah belajar. Semakin sulit bacaannya, semakin banyak waktu harus saya alokasikan untuk memahaminya. Maka saya heran, mengapa sekarang banyak orang antipati terhadap bacaan yang sulit-sulit? Sudah sedemikian parahkah racun pragmatisme itu menjalar di tubuh mereka?
Konsekuensinya, ketika teman-teman saya sudah beberapa kali putus-sambung pacaran, saya masih "sendiri" hingga menjelang akhir studi. Tak heran, salah seorang teman saya mengatakan, itu merupakan the lost years untuk pemuda seusia saya saat itu. Saya menimpalinya, itu adalah the best years selama studi di situ!
Ya, the best years, karena skripsi saya tentang tujuan hidup manusia menurut filsafat hendonisme pun diapresiasi dengan nilai A dan saya lulus dengan predikat summa cum laude! Ini adalah buah dari tahun-tahun investasi itu.
Studi magister
Saya sempat ditugaskan selama empat tahun di Kalimantan Barat, di dekat perbatasan Malaysia. Melayani jemaat dan mengajar adalah aktivitas mayor saya. Masa tugas ini pun tidak pernah lepas dari membaca. Saya bahkan menginisiasi terbitnya sebuah buletin untuk para Gembala Jemaat (istilah untuk para penginjil/pendeta yang memimpin sebuah gereja lokal) di wilayah tersebut.
Setelah itu, saya pun ditarik dari Sinode untuk studi lanjut sambil mengajar sebagai dosen. Hingga dua tahun lalu, saya sudah meraih dua gelar master sekaligus dalam bidang biblical theology sebagai major saya, sedangkan filsafat dan apologetika sebagai minor saya.
Sambil berstudi, saya menginisiasi terbitnya jurnal akademis di perguruan tinggi tempat saya mengajar. Atas usulan saya pula, terbit jurnal akademis di dua perguruan tinggi lainnya dan saya diminta menjadi editor in chief dari jurnal-jurnal tersebut.
Hingga kini, saya sudah menulis beberapa buku dalam bidang eksegesis PB, dan puluhan artikel akademis, serta ratusan book reviews.
Warisan tak ternilai