Sebuah argumen yang valid, belum tentu merupakan argumen yang benar (sound). Tetapi, sebuah argumen yang tidak valid, sudah pasti merupakan argumen yang salah!
Silakan perhatikan sekali lagi rekonstruksi logis argumen Sarpin di atas. Kesimpulannya tidak diharuskan oleh premis-premisnya, maka kita menyebutnya argumen yang invalid (tidak valid). Tidak valid karena Sarpin mengasumsikan bahwa menolak memperlihatkan bukti berarti bukti bahwa tidak ada bukti!
Asumsi di atas adalah asumsi sesat pikir bernama argumentum ad ignorantiam atau arguing from the ignorance. Ini adalah sebuah sesat pikir karena, dalam konteks ini, menolak memperlihatkan bukti di praperadilan bukan bukti bahwa tidak ada bukti. Tentu saja KPK harus menolak memperlihatkan bukti-bukti tersebut karena memang alat-alat bukti tidak berwewenang diperiksa serta diuji di praperadilan.
Jika tidak berwewenang memeriksa alat-alat bukti itu, atas dasar apakah Sarpin Rizaldi menyimpulkan bahwa unsur pembuktian lemah, sementara ia sendiri tidak menguji bukti-bukti itu karena memang ia tidak berhak menguji bukti-bukti itu?
**********
Sidang praperadilan itu berjalan untuk membuktikan salah satu dalil sesat pikir kuasa hukum BG dan akhirnya juga menghasilkan putusan sesat pikir. Kuasa hukum BG menanam benih sesat pikir kemudian dilahirkan dalam bentuk bayi cacat praperadilan bernama putusan sesat pikir yang dilahirkan oleh ibunya, Sarpin Rizaldi.
Sesat pikir melahirkan sesat pikir!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H