Globalisasi mengubah banyak hal dari kehidupan manusia. Dampak yang dihasilkan dapat dirasakan pada berbagai dimensi kehidupan. Tidak hanya dari segi budaya, dampaknya juga bisa dirasakan di bidang ekonomi dan politik. Utamanya dalam ekonomi, globalisasi menjadi salah satu pendorong terciptanya interdependensi ekonomi antar negara. Dikatakan demikian karena negara akan memenuhi kebutuhannya dengan melakukan impor dari negara lain.Â
Sebaliknya, negara juga akan mengirimkan komoditas yang dimiliki untuk pemenuhan kebutuhan negara lainnya. Globalisasi juga menciptakan perdagangan bebas yang memberikan peluang negara untuk bersaing dalam produk yang dihasilkan. Peningkatan mutu tenaga kerja juga dapat terjadi sebagai salah satu aspek globalisasi.
Membicarakan mengenai tenaga kerja, globalisasi memberikan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja. Dengan meluasnya pasar hingga dalam ranah internasional, maka tingkat produksi juga akan meningkat. Peningkatan tersebut kemudian berpengaruh dalam kebutuhan tenaga kerja. Akan tetapi globalisasi juga menandakan perkembangan teknologi yang kian canggih. Sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan juga mengalami pergeseran. Yaitu tenaga kerja yang memiliki kemampuan ber-keterampilan tinggi atau high skilled workers.
Mengambil contoh apa yang sedang terjadi di Jerman saat ini. Kabar terbaru yang beredar menyebutkan Jerman sedang menghadapi kekurangan tenaga kerja. Namun tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja yang memiliki kemampuan dalam bidang khusus atau skilled-worker. Selain itu kondisi minimnya tenaga kerja tidak terjadi secara nasional, melainkan untuk sectok khusus.Â
Kondisi kekurangan tersebut sangat terasa pasca terjadinya pandemi covid-19. Fenomena yang terjadi juga di dorong dengan fakta bahwa individu dengan usia produktif kerja (15-74 tahun) akan berkurang mulai tahun 2023 ke depan. (ifo Institut, 2021) Diasumsikan apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka pertumbuhan ekonomi Jerman  akan mengalami kemerosotan.
Kondisi kekurangan high skilled workers di Jerman merupakan bagian dari adanya globalisasi. Pada tahun 2003 hingga 2006, Jerman sangat diuntungkan dengan tingkatan ekspor yang tinggi. Hal tersebut mempengaruhi peningkatan investasi atas perusahaan asing di Jerman. Perusahaan asing yang ada memperkerjakan  2.2 juta pekerja Jerman yang tentunya memiliki tinggi. Permintaan atas tenaga kerja ber-keterampilan tinggi selanjutnya membawa Jerman pada kondisi kekurangan tenaga kerja pada sektor lainnya. Â
IFO Institut, sebagai peneliti ekonomi melakukan survei pada 9000 perusahaan di Jerman. Menemukan hasil bahwa 43% perusahaan mengalami kekurangan tenaga kerja pada Oktober 2021. Persentase tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 30% di tahun 2019. Beberapa industri yang menyatakan terdampak dalam kurangnya tenaga kerja antara lain 36% sektor manufaktur, grosir dan retail 30% dan 37% juga sektor konstruksi sejumlah 35.3%. (ifo Institut, 2021)
Dalam usaha mengatasi kondisi atas kekurangan tenaga kerja, pemerintah Jerman memutuskan untuk membuka lebar pintu untuk migrasi tenaga kerja. Keputusan tersebut bukan berarti Jerman tidak pernah menerima imigran tenaga kerja. Akan tetapi, Jerman dikenal dengan kebijakan yang begitu ketat terhadap imigran. Melihat dari sejarahnya, Jerman berkali-kali melakukan pembaharuan terkait kebijakan migrasi. Sejarah migrasi tenaga kerja Jerman ditandai dengan keberlanjutan sistem memperkerjakan tenaga kerja asing.Â
Penarikan tenaga asing tersebut memang sudah dilakukan sejak pergeseran dari pertanian ke arah industrial atau tepatnya saat PD II. Para imigran tersebut juga disambut sangat baik dan diperlakukan layaknya warga asli. Akan tetapi permasalahan muncul saat para imigran berhasil menyatukan dirinya dengan kesetaraan hak warga negara penuh. Imigran dianggap melewati batas karena ingin warga negara asli harus melayani kebutuhan dari para imigran.
Sebagai bentuk tindak lanjut, pemerintah Jerman mengeluarkan kebijakan pemberhentian penarikan tenaga kerja dari negara non EU. Kebijakan keluar atas dasar parlemen Jerman yang khawatir atas konflik yang mungkin akan terjadi antara imigran dan warga negara asli. Sejak saat itu kebijakan Jerman atas imigran bersifat defensif dan sangat membatasi. Seiring berjalannya waktu kebijakan kemudian menjadi lebih terbuka. Mengingat kebutuhan atas tenaga kerja yang dihadapi.Â