Belum lagi ada dana tanggung jawab lingkungan atau corporate social reponsibility (CSR). Dana ini di luar uang jaminan tadi. CSR diambilkan dari keuntungan perusahaan penambang setiap tahun. Dana yang amat bisa digunakan untuk merehabilitasi lahan sisa tambang. Tapi ternyata, dana CSR juga dipermainkan.
Rehabilitasi Bekas Tambang dengan Kompos Sampah Domestik
Bagaimana merehabilitasi lahan sisa tambang timah yang divaluasi merugikan negara Rp 271 triliun itu?
Tidak ada jawaban selain mengurugnya dengan kompos sampah domestik. Kompos yang dibuat dari sampah organik rumah tangga dan sampah organik sejenis sampah rumah tangga yang sudah diolah sesuai SNI 19-7030-2004 "Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik".
Jika setiap hari ratusan ton timah bisa diangkut tongkang dari Bangka Belitung, maka pasti bisa juga ribuan ton kompos sampah domestik diangkut ke Bangka Belitung. Sebab, hanya produksi sampah organik yang bisa mengejar kemampuan perusahaan tambang timah dalam mengeruk dan merusak lahan di sana.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, pada tahun 2022 total produksi timah di Bangka Belitung totalnya 32.000 ton. Asosiasi Timah Indonesia (ATI) mencatat produksi timah Bangka Belitung tahun 2023 adalah 35.000 ton. Itu menunjukkan bahwa setiap hari ada sekitar 87-200 ton timah diangkut dari Bangka Belitung.
Dari jumlah terbesar potensi timah diangkut dari Bangka Belitung (200 ton per hari), jika divaluasi kasar rehabilitasi lahan harus dilakukan 3-5 kali lipatnya. Maka, setiap hari Bangka Belitung butuh maksimal 1.000 ton kompos sampah domestik dari sampah organik untuk mengurug sisa-sisa tambang jika ditinggalkan. Jangankan 5 kali lipatnya, 20 kali lipatnya pun Bangka Belitung pasti bisa mengatasi kebutuhan rehabilitasi itu. Asal kompos organik domestiknya tersedia.
Produksi yang bisa menyaingi kerusakan lahan di Bangka Belitung hanyalah sampah organik. Kebutuhan 1.000 ton atau lebih sampah organik setiap hari itu tidak ada secuilnya dari 70 juta ton sampah di Indonesia dalam setahun. Dari 70 juta ton sampah itu, 60 persennya adalah sampah organik. Berarti ada 42 juta ton sampah organik per tahun.
Dari 42 juta ton sampah organik per tahun itu, berarti setiap hari ada 115 ribu ton sampah organik yang bisa diolah jadi kompos sampah domestik. Dengan sistem yang benar, sangat bisa dipastikan, bolong-bolong sisa tambang di Bangka Belitung itu sangat bisa direhabilitasi. Untuk solusi ini tentu Pemerintah Bangka Belitung tidak perlu pusing dan stres.
Pusing dan stres itu kalau tidak ada uangnya. Setiap pembukaan lahan tambang selalu ada dana jaminan untuk rehabilitasi lahan. Pemerintah Bangka Belitung tinggal beli saja kompos sampah domestik itu dengan uang jaminan tersebut. Kemudian, suruh perusahaan pembuka lahan tambang itu membeli kompos organik domestik tersebut untuk merehabilitasi lahan sisa tambang.
Perusahaan penambang pasti mau. Karena selama ini mereka juga sangat bingung dengan apa dan bagaimana cara merehabilitasi lahan sisa tambang. Kalau Pemerintah Bangka Belitung membantu solusi, mereka pasti senang.