Karena mahalnya tipping fee tersebut, daerah yang sudah punya PLTSa/PSEL tak mampu mengalahkan semua sampahnya. Pemerintah daerah kemudian hanya mengalokasikan dana untuk pengolahan sampah ke PLTSa/PSEL semampunya saja. Kendati kapasitas PLTSa/PSEL bisa mengolah sampah hingga 1.000 ton per hari untuk jadi listrik, Pemerintah Daerah tak ada yang mampu memaksimalkan kapasitas itu.
Daerah yang sudah ada PLTSa/PSEL-nya ada yang hanya mampu membayar tipping fee di bawah separuh kapasitas mesin, dan ada yang sama sekali tidak menganggarkan karena kekurangan anggaran. Sisa sampah yang tidak masuk PLTSa/PSEL akhirnya dibuang ke TPA open dumping lagi.
Padahal sistem TPA demikian mestinya sudah ditutup semuanya di seluruh Indonesia. Tepatnya 5 tahun setelah Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) diterbitkan.
Entah dapat masukan dari mana, tampaknya Presiden Jokowi mengharap dana lingkungan hidup bisa dialokasikan ke pos tipping fee itu. Jika itu benar, maka Jokowi sungguh sudah mendapatkan bisikan "setan". Karena mengalokasikan dana lingkungan hidup untuk tipping fee akan sangat rawan penyelewengan.
Meski dana lingkungan hidup bergunung-gunung banyaknya, semuanya akan habis dan selalu kurang jika dialokasikan pada tipping fee sampah. Selain habis dikorupsi, juga akan habis untuk memperkaya golongan pengusaha pengelola PLTSa/PSEL saja. Alih-alih untuk operasional yang dihitung berdasarkan berbagai faktor produksi.
Listrik Hasil PLTSa/PSEL Tidak Dibutuhkan
Secara ekonomis, operasional PLTSa/PSEL sangat tidak menguntungkan. Selain tipping fee-nya mahal, listrik yang dihasilkan juga sangat kecil dan mahal juga. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah mengingatkan agar pemerintah tidak meneruskan proyek PLTSa/PSEL karena kerawanan korupsinya tinggi. Tapi Pemerintah bergeming.
Di sisi lain, listrik yang dihasilkan PLTSa/PSEL sebenarnya tak dibutuhkan PLN. Namun, PLN terpaksa membelinya karena harus tunduk pada Undang Undang Energi Baru Terbarukan (EBT). Beruntunglah PLN karena listrik dari PLTSa/PSEL keluarnya kecil. Jika tidak, PLN akan ikut bangkrut juga gara-gara pengelolaan sampah yang salah jalan itu.
Tentang Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup
Dikutip dari kemenkeu.go.id, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) merupakan Badan Layanan Umum di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Badan ini menyediakan fleksibilitas pengelolaan dana, baik penghimpunan dana dari berbagai sumber pendanaan hingga penyaluran dana kepada kementerian/lembaga, badan usaha, maupun kepada penerima manfaat perorangan.
Secara normatif, Pemerintah melalui BPDLH menjamin bakal mengelola dana yang diterima secara efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentu kita semua tahu bagaimana versi Pemerintah soal efektif-transparan-dapat dipertanggungjawabkan.