Sebelum sampah terlihat, baunya akan lebih dulu sampai pada indra penciuman orang. Bau sampah bisa berseliweran hingga radius yang cukup jauh. Sehingga meski tak ada sampah di sekitar, kadang seseorang bisa mencium kebusukan sampah karena aroma itu dibawa angin.
Kalau di tempat yang jauh saja bisa mencium bau sampah, maka jangan tanya lagi bagaimana kondisinya di lokasi dan sekitar penumpukan sampah seperti di TPS (Tempat Pembuangan Sementara), TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle) dan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah.Â
Berdasarkan pengalaman di lapangan, bau sampah di TPS atau TPS3R bisa menjangkau 100-200 meter. Sedangkan untuk TPA, bau sampah bisa masuk hidung seseorang yang berjarak 1-2 kilometer dari TPA.
Begitu menggangunya bau sampah, maka hal ini termasuk dalam akibat dampak negatif penanganan sampah terutama di TPA. Hal itu diatur pada Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) Pasal 25.Â
Pasal itu membahas tentang kompensasi. Seseorang yang terdampak negatif TPA bisa mendapatkan kompensasi berupa relokasi, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan dan pengobatan dan/atau kompensasi dalam bentuk lain.
Bau sampah termasuk pada golongan dampak negatif dari penanganan sampah di TPA. Kompensasi atas akibat dampak negatif itu dapat diberikan Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara bersama-sama atau sendiri-sendiri.Â
Pada praktiknya, mereka yang terdampak negatif karena penanganan sampah di TPA dapat menuntut pemerintah daerah memberikan kompensasi, jika pemerintah daerahnya tidak memberikan maka tuntutan kompensasi bisa dilanjutkan pada pemerintah pusat.
Pada UUPS secara jelas diterangkan bahwa kompensasi hanya diberikan pada mereka yang terdampak negatif penanganan sampah di TPA saja. Dampak negatif dari penanganan sampah di TPS dan TPS3R tidak diatur bisa mendapatkan kompensasi. Padahal, dampak negatif akibat penanganan sampah juga bisa dialami oleh mereka yang hidup di sekitar TPS dan TPS3R. Terutama bau sampah.
Penyebab Bau Sampah
Kendati belum ditemukan kasus kematian atau penyakit akut pernafasan karena bau sampah, hal itu tidak bisa dipandang remeh. Sebab, gas dari sumber yang sama telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti fosil, disebut biogas dari sampah.
Telah banyak dibahas, bahwa bau busuk sampah berasal dari proses pembusukan dan fermentasi sampah organik. Selain sampah organik relatif tidak menimbulkan bau busuk. Di mana bau busuk itu adalah aroma yang timbul dari gas hasil proses pembusukan dan fermentasi.Â
Sekali lagi, gas inilah yang telah banyak dikelola dengan teknologi untuk menggantikan bahan bakar fosil meskipun belum maksimal.
Jika dipelajari lebih dalam dengan pengalaman, maka akan didapati bahwa sebenarnya bau busuk sampah hanya muncul pada sampah tercampur. Sampah organik yang bercampur sampah anorganik akan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Sedangkan, jika sampah dipilah sesuai jenisnya, maka bau sampah tidak terlampau busuk. Anda bisa membuktikannya sendiri.
Di sinilah keajaiban sampah. Bisa dipastikan, sampah anorganik yang dipilah dan dikumpulkan sesamanya tidak akan menghasilkan bau. Demikian juga sampah organik. Jika dikumpulkan dengan sesama sampah organik maka baunya tidak akan terlalu ekstrem.Â
Apalagi jika dilengkapi dengan penggunaan Compost Supplement dan mikroba dekomposisi sampah. Dalam hal ini yang dimaksud adalah sampah domestik rumah tangga.
Manajemen Bau Sampah
Bau dan aroma adalah sesuatu yang hingga kini belum bisa dikelola. Yang bisa dikelola baru sumber atau penyebab bau tersebut. Dalam waktu yang pendek, bau memang bisa dilawan dengan bau. Namun, jika sumber bau yang dilawan tidak dikelola, maka secepatnya perlawanan bau yang lain akan lemah dan akhirnya kalah.
Pernah ada seseorang dengan keahliannya mencoba untuk mendesain TPS atau TPS3R tanpa bau sampah. Sekilas ide itu memang tampak bagus, namun sulit diimplementasikan.Â
Desain itu memperlihatkan TPS dan TPS3R harus dibangun dengan metode arah angin. Sampah diletakkan di lokasi tertentu dalam lokasi TPS atau TPS3R sesuai arah angin yang bisa membawa bau sampah ke areal lepas, agar tidak sampai masuk ke hidung manusia.
Bisa dibayangkan betapa repotnya mencari arah angin di lokasi TPS atau TPS3R. Dan jika sudah ditemukan, bisa dibayangkan juga repotnya memindah-mindahkan sampahnya.
Desain TPS dan TPS3R lainnya dibuatkan cerobong khusus untuk mengeluarkan bau sampah ke udara di atas. Lagi-lagi, ide desain itu bagus tapi cerobong bau itu akan mubadzir. Sebab, desain itu tidak dilengkapi cara mengendalikan angin supaya bau yang sudah dibuang ke atas melalui cerobong itu tidak dibawa turun lagi dan tercium hidung manusia di sekitar TPS atau TPS3R.
Sebagaimana disebut di atas, bau atau aroma adalah sesuatu yang ada di muka bumi ini yang belum bisa dikelola atau dimanajemeni. Demikian juga untuk bau sampah. Maka, satu-satunya jalan untuk memanajemen bau sampah adalah dengan memanajemen sumbernya. Yaitu, rumah tangga sebagai sumber atau hulu timbul sampah.
Menghilangkan polusi bau karena sampah di TPS dan TPS3R hanya bisa dilakukan dengan mengelola sumber sampah. Yaitu, dengan menjalankan pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan.Â
Kunci dari seluruh solusi untuk masalah yang disebabkan oleh sampah adalah desentralisasi penanganan sampah. Selama sampah ditangani secara sentralistik, semua masalah karena sampah akan sangat sangat dan sangat sulit diatasi.
Memanajemen sampah bukan hanya berarti memanajemen bau sampah saja, tapi juga berarti memanajemen sampah sebagai sumber daya hingga meningkat ke arah komodifikasi sampah menjadi material bahan baku daur ulang teknis, biologis maupun energi.
Sebagaimana manajemen pada umumnya, manajemen sampah juga membutuhkan aturan yang jelas dan tegas, membutuhkan keterlibatan yang luas dan satu persepsi, biaya, kelembagaan, infrastruktur pemilahan sampah di setiap rumah tangga, dan sistem bisnis yang menguntungkan untuk hasil pemilahan sampah.
Tanpa semua unsur-unsur tersebut pasti gagal. Sebagaimana banyaknya program dan mesin-mesin pengolahan sampah mangkrak di Indonesia. Karena sejauh ini belum ada mesin pengolahan sampah yang mampu menandingi cepatnya manusia menghasilan dan menimbulkan sampah.
Pengelolaan sampah di sumbernya secara otomatis akan menghilangkan fungsi TPS dan mengembalikan fungsi TPS3R sebagai tempat untuk menambah nilai pada sampah.Â
Secara otomatis juga, sampah tidak akan banyak atau bahkan tidak lagi mengalir ke TPA. Dengan demikian maka hilanglah persoalan bau sampah dan dampak negatif lainnya dari penanganan sampah yang tidak holistik seperti sekarang ini. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H