Oleh karena itu keterlibatan Milenial dalam urusan sampah harus diubah secara fundamental. Sebagaimana pola pengelolaan sampah yang sesuai regulasi, Milenial adalah grup demografi yang bisa memberikan sumbangan tenaga, pikiran, dan waktu yang signifikan.
Pengelolaan sampah yang merupakan bisnis unlimited adalah jutaan peluang yang bisa diisi Milenial. Sekali lagi tanpa harus berkotor-kotor karena sistem tidak akan lagi membuat sampah bercampur. Karena sejak dari sumbernya, sampah sudah terpilah dan terpilih dengan baik.
Satu pengalaman dari pengelola TPS 3R di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengelola ini melayani 450 rumah tangga sebagai sumber sampah. Sampah yang diangkut dari rumah tangga tercampur itu membutuhkan waktu hingga 8 jam untuk dipilah jenis sampah yang bisa didaur ulang. Padahal, jika pemilahan sampah itu dilakukan di sumbernya, paling lama butuh waktu 10 menit saja.
Belum selesai memilah sampah tercampur yang diangkut pengelola TPS 3R itu, sampah baru sudah datang lagi dari shift selanjutnya. Hasilnya, sampah yang tidak sempat terpilah karena kedatangan sampah baru itu terpaksa harus cepat-cepat diangkut ke TPA. Ini berarti sungguh banyak sumber daya ekonomi yang terpaksa dibuang ke TPA.
Nah, salah satu solusi dari kondisi pemilahan sampah itu adalah keterlibatan Milenial. Yaitu dengan menjadi tim edukasi dan sosialisasi secara terus-menerus di masyarakat. Sampai masyarakat memiliki kebiasaan memilah sampah sesuai jenisnya. Dan untuk pekerjaan itu, Milenial tentu pantas menerima penghasilan.
Insentif Pengurangan Sampah Untuk Milenial
Dari mana Milenial bisa mendapat penghasilan itu? Tentu saja dari nilai sampah yang terpilah sesuai jenisnya. Sudah jelas sampah terpilah akan menciptakan nilai lebih karena akan menjadi material daur ulang. Sebagai bahan baku daur ulang, sampah tentu memiliki nilai ekonomis. Milenial bisa mendapatkan bagian dari nilai ekonomi itu.
Menjadi bagian dari pengelolaan sampah yang benar sesuai regulasi, berarti sudah membuat Milenial jadi bagian penting upaya pengurangan sampah. Di mana, upaya pengurangan sampah berdasarkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), pasal 21 huruf a, mereka juga berhak mendapatkan insentif dari pemerintah.
Insentif atas upaya pengurangan sampah semacam ini memang tampak utopia atau khayalan. Karena hingga saat ini belum pernah dan belum pernah ada yang mendapatkannya. Namun, tentu saja ini bukan halusinasi yang tidak ada dasarnya. Sebab, sudah jelas-jelas diatur dalam regulasi. Hanya sampai saat ini belum ada yang mengaplikasikannya, sehingga tidak pernah ada juga yang bisa menikmati insentif itu.
Tidak mungkin bisa diperoleh insentif pengurangan sampah jika syarat dan ketentuannya tidak dilaksanakan. Yakni, volume pengurangan sampah yang benar-benar signifikan. Banyak pihak berharap insentif ini tanpa sadar diri bahwa selama ini mereka tidak berhasil memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku itu. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H