Desa Legung Timur, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep sudah banyak dikunjungi wisatawan tapi sejak pandemi Covid19, desa ini sepi pengunjung. Perlu diingatkan lagi, desa unik ini sangat menarik untuk dikunjungi.
Desa ini terkenal dengan kampung pasir. Sebab, hampir semua warga beraktivitas di atas pasir. Mereka lahir, tumbuh, beraktivitas dan jika meninggal dikubur di pasir.
Selama ini pengunjung hanya tahu "luarnya" saja tentang kampung pasir ini. Padahal banyak rahasia unik dari warga di kampung tersebut. Apa saja?
1.Tidak Nyenyak Tidur di Atas Kasur
Kasur tak terlalu laku di Kampung Pasir ini. Di satu rumah, paling-paling hanya ada satu kasur saja. Biasanya dipakai untuk bayi yang baru lahir supaya tidak terkena pasir saat tidur atau bergerak lainnya. Orang kampung pasir mengaku tidak bisa nyenyak tidur di atas kasur. Maka di kamar-kamar rumah mereka dibuat tempat sedemikian rupa menyerupai kasur yang diisi pasir. Di situlah mereka tidur.
2.Tahun 1980-an Semua Bayi Lahir di Pasir
Hanafi seorang Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Pasir menyatakan, warga desa baru melahirkan di fasilitas kesehatan puskesmas atau bidan dalam beberapa tahun belakangan. Sebelumnya, hampir semua anak Desa Legung Timur lahir di atas pasir. "Proses kelahiran katanya lebih mudah. Kemudian karena alasan medis, sekarang lebih banyak warga bersalin di puskesmas atau bidang," terang Hanafi.
3.Selalu Membawa Pasir jika Perjalanan Jauh
Warga kampung ini tak pernah ketinggalan membawa pasir jika melakukan perjalanan jauh. Mereka membawanya dalam botol air mineral atau wadah lainnya. Penyebabnya, warga yang melakukan perjalanan jauh takkan betah di tujuannya jika tak membawa pasir. Selain itu, pasir yang dibawa dipakai untuk digosok-gosokkan di kaki atau bagian tubuh lain-tergantung kebiasaan- untuk pengantar tidurnya.
4.Meyakini Orang yang Dikubur Tetap "Utuh"
Banyak warga meyakini orang yang meninggal dan dikubur di pasir mayatnya tetap utuh. Dalam artian, kemungkinan besar tak dimakan cacing melainkan dimakan waktu hingga akhirnya tinggal tulang-belulangnya saja.
5.Warganya Suka Memberi
Penulis menemukan pohon kelapa gading yang berwarna kuning di kampung itu. Karena kelapa itu unik dan biasa dipakai untuk kegiatan sakral, penulis ingin tahu rasa air kelapanya. Setelah tanya sana sini, ketemulah dengan pemiliknya. Dan dengan senang hati si pemilik pohon kelapa gading itu memetikkan kelapa dan gratis memberikannya pada penulis.
6.Organ Tubuh Warga Adaptif terhadap Pasir
Kebiasaan membangun adaptasi tubuh. Demikian juga adaptasi unik warga Kampung Pasir. Tak satu pun di antara mereka mengaku pernah mengalami masalah dengan organnya, baik indra maupun lainnya gara-gara pasir. Padahal, besar kemungkinan mereka mengalami kelilipan hingga gangguan mata, telinga, tenggorokan dan hidung gara-gara pasir. Â Demikian juga potensi gangguan pencernaan karena pasir. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H