Ayo kawan kita semua
Menanam jagung dikebun kita
Ambil cangkulmu... ambil cangkulmu
Kita bekerja tak jemu-jemu
Masih hapal dengan lagu ini kan? Yak, salah satu lagu yang diajarkan saat saya kecil dulu. Lagu ini pun saya wariskan pada kedua anak saya. Sudah lama mereka hapal dengan lagu ini. Sudah lama mereka bisa menyanyikannya. Sudah sering mereka menyenandungkan lagu ini dalam berbagai kesempatan. Ada satu hal yang belum mereka lakukan. Satu hal yang sering mereka tanyakan, yaitu "kapan kita nanam jagungnya?"
Jika kebetulan sedang mudik ke kampung halaman, mereka pasti penasaran ingin ke sawah. Tapi keinginan ini selalu gagal dilaksanakan, karena banyaknya larangan dari kakek nenek dan budhe pakdhenya. "Di sawah panas... disawah kotor... ada cacing..." dan aneka pembenaran lain untuk melarang mereka ke sawah. Padahal dulu, saat saya seusia mereka sudah biasa keluyuran di sawah, mandi disungai. kenapa sekarang cucunya dilarang ke sawah?
Nah, supaya anak-anak nggak terus menagih "kapan nanam jagungnya" akhirnya kami ajak mereka ke sawah, yang memang sedang ditanami jagung. Senang sekali mereka di sawah, bahkan sampai sore baru mereka mau diajak pulang. Ada banyak aktivitas yang dapat dilakukan di sawah.
1. Berkejaran di pematang sawah
Berkejaran dan tertawa-tawa senang. Sementara saya yang melihatnya ketar ketir. Di kanan saluran air, di kiri deretan tanaman jagung. Bagaimana kalau mereka jatuh terperosok ke arah kanan? Bagaimana kalau mereka jatuh terperosok ke arah kiri? Bagaimana kalau terluka? Ingin berteriak melarang mereka agar tidak usah berlari, cukup berjalan saja. Untunglah masih bisa berpikir panjang. Jadi keinginan berteriak ini bisa di rem. Biarlah anak-anak berlarian di pematang. Biarlah mereka belajar menyeimbangkan gerak tubuhnya, menjaga agar tak oleng ke kanan ataupun ke kiri. Semoga pula di kehidupan mereka juga akan terus berjalan lurus. Walau pelan. Walau jalannya sempit dan banyak hambatan. Mereka akan terus melangkah di jalur yang benar
Di saluran irigasi, banyak sekali kecebong yang berenang. Ini membuat anak-anak takjub dan juga tertawa riang melihatnya. Serombongan berlari ke arah yang sama, tiba-tiba ada gangguang, lalu mereka bubar ke arah yang berbeda. Sambil mengamati kecebong ini bisa disisipkan pelajaran biologi. Bagaimana proses perkembangbiakan kecebong tersebut. Dapat juga disisipkan pembelajaran bagaimana untuk bisa survive dalam kehidupan.
Kecebong yang begitu kecil, ditinggalkan oleh induknya, berenang kesana kemari sendirian untuk mencari makan. Jika ingin tetap hidup, maka dia harus bergerak. Pun demikian dengan manusia. Harus bergerak, harus berpikir jika ingin survive dalam kehidupan.
3. Belajar mengenal aneka tanaman liar
Di sawah tentunya banyak sekali rerumputan, semak-semak yang bahkan saya sendiri pun tak tahu apa namanya. Dari sini lah kami belajar bersama. Untungnya sinyal di sawah bagus juga, jadi dengan bertanya pada paman google kami jadi bisa lebih banyak tahu tentang aneka semak dan rerumputan. Banyak bunga liar yang bagus dan sayang juga kalau dibiarkan layu. Jadi si bungsu asyik memetik bebungaan itu, di rangkai menjadi kalung, lalu dikalungkan di leher saya. Membuat terharu dan bangga
4. Santap siang mewah
Hari makin siang, waktunya memenuhi hak perut untuk diisi. Mulailah bekal dari rumah di buka. Dalam gubuk mewah (mepet sawah) kami makan bersama. Nikmat rasanya, ditimpali dengan semilir angin. Suasana seperti ini yang mahal harganya. Sebagai perbandingan saja, di malang terdapat sebuah restoran yang berada di pinggir sungai. Tempat makan dibuat dalam bentuk gazebo, disekitarnya diciptakan suasana pertanian, ada petak-petak tanaman padi. Menu makannya sih standar, tapi harganya bisa langsung membuat dompet kosong. Jadi suasana kampung beginilah yang dicari oleh warga perkotaan. Dan di sawah ini, kami bisa mendapatkannya gratis.
5. Mandi di saluran irigasi
Lihat Humaniora Selengkapnya