Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Gaji Pertama = Utang Pertama

9 Maret 2015   14:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selepas kuliah, 2004, tak ada lagi dukungan dana dari orang tua. Untungnya saya masih punya beberapa murid les privat, jadi masih ada dana yang masuk kantong dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa surat lamaran saya kirimkan, beberapa kali mendapat panggilan tes, namun belum lolos seleksi juga. Keadaan ini berlangsung hingga beberapa bulan. Tabungan pun sudah semakin menipis.

Memasuki bulan ke lima setelah wisuda, ada panggilan untuk mengikuti seleksi CPNS di salah satu instansi di bawah depdiknas. Saya pun berangkat ke Malang untuk mengikuti seleksi tersebut. Tes tertulis dan wawancara selesai dalam satu hari. Tinggal tunggu hasilnya disertai dengan doa.

Sebulan kemudian keluar pengumuman, dan nama saya tercantum disana. Boyonganlah saya dari jogja menuju malang, dengan menguras habis tabungan yang memang sudah minim. Toh, bulan ini saya sudah masuk kerja dan pastinya akan terima gaji, demikian yang ada dalam pikiran saya. Jadi walau dana sudah menipis saya masih tenang saja.

Ternyata..... apa yang ada dalam pikiran saya tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagai CPNS, gaji saya hanya dibayarkan sebesar 70% dari total gaji, itupun tak langsung dibayar. Gaji saya baru bisa dibayar setelah SK saya turun, dan itu biasanya nunggu hingga beberapa bulan. Lha, jadi gimana saya bisa makan selama menunggu beberapa bulan itu, sementara dana dari orang tua juga sudah berhenti mengucur. Mesti banyak-banyak puasa lagi nih.

Sebulan pertama, dengan puasa senin kamis, dengan makan hanya dua kali dihari lain, dengan menu sangat sederhana berhasil saya lalui. Bulan kedua, saya mulai menimbang-nimbang untuk minta bantuan dana dari ortu. Tapi mau nelpon, pulsa sudah tak ada. Masa tenggang nomor hp pun sudah mau habis. Sudah siap-siap mati nomornya.

Ditengah kegalauan itu, saya dipanggil bagian keuangan. Saya ditawari apakah mau mengajukan pinjaman selama belum terima gaji. Wah rupanya ada kebijakan seperti itu diinstansi ini. CPNS dipinjami dana, yang lebih kecil dari gajinya, setiap bulan. Nanti saat rapelan gaji turun, barulah pinjaman itu dilunasi.

Tak berpikir panjang, saya pun mengiyakan. Maka saya membuat surat pengajuan pinjaman dan juga surat pernyataan untuk melunasi pinjaman itu bila gaji saya sudah turun.

Urusan makan dan bayar kost tak lagi jadi masalah, pulsa pun bisa diisi lagi sekedar untuk memperpanjang masa aktif. Masalah yang menganggu tinggal satu, SAYA PUNYA UTANG. Padahal sebelumnya saya punya prinsip pantang untuk berhutang.

Memasuki bulan ke enam status saya sebagai CPNS, berhembus kabar bahwa rapelan gaji sudah turun. Kami, sesama CPNS dipanggil bagian keuangan untuk mengambil gaji pertama kami.

Tiba giliran saya, yang saya tandatangani lumayan besar juga. Di amplop pun tertulis jumlah yang sama. Sesampai di ruangan, saya buka amplop itu. Isinya selembar kertas berisi perhitungan gaji saya tiap bulan, dikurangi jumlah utang saya setiap bulannya, serta sisa yang masih ada. Lumayanlah, masih tersisa 300 an ribu. Kecewa dan iri juga. Kecewa, kok gaji pertama saya kecil sekali. Iri melihat wajah teman-teman yang berseri-seri dan saling membicarakan rencana penggunaan gaji pertama tersebut. Ada yang mengajak syukuran bareng, dengan dana iuran tentunya. Ada yang ngajak jalan-jalan bareng, sewa mobil, dengan iuran pula tentunya. Saya menolak semua, dengan alasan mau pulang nengok ortu di klaten.

Saya mencoba berbesar hati. Saya memang tak menerima uang dalam jumlah sebesar teman-teman saya saat ini, tapi dibulan-bulan sebelumnya saya sudah terima uang sedangkan mereka tidak. Jadi wajarlah kalau sekarang mereka terima uang dalam jumlah besar. Dari situ pula saya ingin semakin memegang prinsip saya, bahwa saya tak mau berhutang. Hutang membuat saya tak bisa bebas menikmati pendapatan saya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun