Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

[Edisi Papua] Sekolah Gratis, Dikasih Motor Pula

14 November 2011   01:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:42 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

SARMI. Membaca nama itu, mungkin dibenak kita akan terbayang seorang gadis Jawa. Cantik, santun dan gemulai gerakannya. Sebelum bayangan anda berlanjut terlalu jauh, ada baiknya segera anda hentikan. Karena Sarmi yang akan saya bahas disini, bukanlah gadis Jawa yang cantik itu. Sarmi adalah nama salah satu kabupaten di Papua. SARMI, nama ini diperoleh dari singkatan nama suku-suku besar yang mendiami wilayahnya. Sobey, Armati, Rumbuai, Manirem dan Isirawa. Sarmi merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Jayapura, yang terpecah menjadi tiga, yaitu Jayapura, Keerom dan Sarmi.

SMKN 1 Sarmi. Sekolah ini berdiri 4 tahun yang lalu. Awal berdirinya hanya ada tiga orang sebagai penggeraknya. Satu orang sebagai kepala sekolah, mengurusi manajemen sekolah, koordinasi dengan dinas pendidikan. Satu orang bertugas menangani kurikulum. Satu orang lagi multifungsi, guru kelas, guru mata pelajaran, bahkan jika perlu jadi pejaga sekolah. Kini sekolah ini telah memiliki 16 orang guru. Tiga guru berstatus PNS, lainnya sebagai tenaga honorer.

SMKN 1 Sarmi. Satu-satunya sekolah menengah kejuruan disana. Memiliki luas lahan 15 hektar. Baru beberapa bangunan yang sudah berdiri. Beberapa ruang kelas serta laboratorium. Selebihnya sebagai sarana praktek anak-anak, sebagian lagi masih berupa hutan alami. Jurusan yang dibuka disana adalah pertanian dan kerja kayu.

Anak-anak tak perlu khawatir memikirkan biaya sekolah. Semuanya gratis. Buku, seragam, sepatu, semuanya diberikan dari sekolah. Bahkan juga sepeda motor, karena jarak tempuh yang lumayan jauh dari pemukiman penduduk.

Menjadi guru disana, harus benar-benar kreatif. Memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk menunjang proses belajar mengajar.

Tak ada polybag, daun pisang pun jadi

Menjadi guru disana harus menyediakan waktu 24 jam, selalu siap menghadapi keluhan anak didik, bahkan orang tuanya. Jangan bayangkan anak-anak sekolahnya usia belasan. Ada yang usia siswanya lebih tua dibanding usia gurunya. Tapi didukung semangat ingin tahu, semangat ingin belajar, maka tetap diterima juga. Sekolah ini tak mau membatasi usia anak didiknya. Karena masyarakat butuh ketrampilan, butuh ilmu untuk menunjang kehidupan mereka.

Para siswa ditengah kebun sawi hasil tanaman mereka

SARMI, banyak memiliki kekayaan alam. Sudah ada beberapa investor yang menanamkan sahamnya disana. Sebagian bergerak dibidang perkayuan, sebagian lagi dibidang pertambangan. Masyarakat Sarmi tentunya tak ingin hanya jadi penonton saja. Untuk itu, mereka harus menyiapkan dirinya, membekali diri dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Pendidikan adalah jalan untuk menuju ke arah sana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun