Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cinta Bersemi di Chatting

14 September 2011   02:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:59 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin ketemu teman lama, kakak angkatan jaman kuliah di Jogja. Biasalah klo lama ga ketemu, pasti bahan obrolannya banyak, termasuk tentang keluarga. Salah satu pertanyaan yang dilontarkannya (dan juga sering dilontarkan teman lain) “kok bisa sih dapat suami orang jauh, kenal dimana?”

Pertanyaan yang selalu membuatku tersenyum. Berpikir dan bertanya dalam hati, haruskah kujawab sejujurnya, atau tidak? Kala kujawab jujur, maka biasanya tanggapan yang kuterima adalah “serius?… kok bisa?”. Jika tak jujur, maka ku bilang kami ketemu di Malang. Namun jawaban tak jujur ini justru sering merepotkanku, karena akan disusul pertanyaan-pertanyaan lain. Dan tentunya aku harus menjawab dengan ketidakjujuran lagi. Memang satu kebohongan pasti akan diikuti oleh kebohongan-kebohongan lain untuk menutupi kebohongan yang pertama tadi.

Jadi sebenarnya, dimanakah kami kenal?

Klo mengacu ke judul diatas, tentunya sudah tertebak. Yup, kami kenal via chat. Awal Desember 2006. Saat itu aku sedang bertugas di Meulaboh, sedangkan dia di Korea.Saat itu aku sedang jenuh dengan pekerjaan yang ku kerjakan, maka aku login YM dan masuk ke salah satu room. Cari... cari... cari aku nemu id dengan nama bunga khas salah satu propinsi di sumatera. Aku sapa dia. Tak menunggu lama, dia membalas sapaanku

Perkenalan biasa. Pertanyaan standar, asal-usul dan kegiatan saat ini. Orangnya asyik diajak ngobrol. Kala itu tak ada niat sama sekali mencari pasangan. Perkenalan awal itu diakhiri dengan saling bertukar nomor telepon.

Malamnya dia telpon, lumayan lama. Hingga ikan bakar yang sedang kunikmati jadi dingin dan tidak terasa nikmat lagi. (Kini, kala mengenang masa awal kenalan kami, suamiku sering meminta maaf untuk ikan bakar yang jadi dingin tersebut).

Setelah hari itu, kami tak pernah kontak lagi. Hingga di akhir bulan Januari 2007, ada sms masuk ke hp ku. Nomor aneh. Tidak ku kenal dan bukan nomor Indonesia. Ternyata sms itu dari dia. Menanyakan kabar dan apakah aku masih ingat dia.

Sejak saat itu kami mulai sering berkomunikasi. Via chat maupun telpon. Tentu saja dia yang nelpon! Karena katanya, biaya telpon disana murah.

Lama kelamaan mulai timbul rasa suka dalam diriku terhadapnya. Muncul rasa rindu bila beberapa hari kami tidak ngobrol. Rupanya, dia pun merasakan hal yang sama. Singkat kata mulailah kami resmi pacaran, walau belum pernah bertemu muka. Walau hanya saling berbincang dibalik layar.

Pertengahan 2007 aku pindah ke Bandung. Dapat tugas untuk kuliah lagi disana. Kala di Bandung, setiap pagi dia setia mengantarku pergi ke kampus. Menjemput kuliah di sore hari. Antar jemput ‘wireless’. Alias menemaniku jalan dari kost ke kampus dan sebaliknya via telpon. Memastikan bahwa aku tidak berjalan bersama lelaki lain kala berangkat dan pulang kuliah. Menyemangatiku untuk rajin belajar. Memarahiku jika aku dapat nilai jelek.

Nomor HP semua teman kuliah yang perempuan dimintanya. Bila dia telpon dan kebetulan tidak kuangkat, maka dia akan menelpon salah satu temanku. Menanyakan kemana diriku. Karena sering terjadi, jadilah celetukan diantara teman-temanku “Ada yang kehilangan pacar”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun