Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Nilai Ujian Direkayasa

25 Februari 2011   08:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:17 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

24 februari, saya mendapat undangan untuk menjadi tim penilai Ujian Kompetensi Keahlian (UKK) salah satu SMK di Jawa Timur. UKK merupakan ujian praktek bagi siswa smk kelas 3, untuk menilai kompetensi yang dimiliki siswa setelah 3 tahun menuntut ilmu di smk. Yang dinilai tentu saja skillnya. Siswa diberikan tugas besar/proyek dan waktu pengerjaannya antara 20-24 jam, yang dibagi menjadi 3 hari sesuai jam sekolah. Elemen-elemen yang dinilai mulai dari persiapan yang dilakukan siswa untuk mengerjakan proyek itu, proses selama pengerjaan hingga hasil akhirnya. Semuanya aspek teknis. Format penilaian sudah disediakan dari pusat.

Jadilah hari itu saya ke SMK. Melihat dan mengamati bagaimana mereka bekerja. Diawali dengan perkenalan dan sedikit pengantar ke anak-anak. Bahwa mereka saat ini sedang diuji kemampuannya, bahwa penilaian adalah untuk individu, bahwa setiap anak harus menunjukkan kemampuan dan hasil belajarnya selama ini. Tak boleh ada kerjasama.

Saya datang dihari terakhir, melakukan penilaian untuk jurusan Multimedia. Hari terakhir, saat anak-anak sudah memasuki tahap finishing untuk proyek mereka.

Selesai mengerjakan proyek, anak-anak mempresentasikan apa yang telah mereka kerjakan. Sebenarnya tidak ada elemen penilaian untuk kemampuan komunikasi, tapi saya ingin mereka mempresentasikan hasil yang telah mereka kerjakan. Sebagai sarana latihan berbicara di depan umum. Ada yang lancar, ada yang terbata-bata, ada yang terus terag bilang bingung mau ngomong apa. Sambil mereka presentasi, saya mengamati hasil pekerjaan mereka.

Hasilnya tidak memuaskan saya. Dari 12 anak, hanya ada 3 yang saya nilai layak untuk dapat predikat kompeten. Sisanya masih belum kompeten. Sialnya, format penilaian yang disediakan, sudah ditentukan bahwa nilai minimal adalah 7 dan nilai maksimal 10. Dan bila saya menilai tidak layak dapat angka 7, di bagian mana saya harus memberikan nilai?

Sebelum saya tuliskan nilai, pak guru yang mendampingi membisiki saya. "Bu mohon kebijaksanaannya untuk memberikan penilaian. Ini sau-satunya nilai yang dapat menolong jika mereka tak lolos UN".

Kebijaksanaan? Apakah saya bisa dibilang bijaksana jika menaikkan nilai? Apakah bijaksana jika seharusnya seorang anak menurut pengamatan saya tidak/belum mampu tapi saya bilang mampu?

Saya bisa saja ngarang nilai tinggi, tapi bagaimana pertanggungjawabannya kelak? Beban juga bagi si anak, nilai tinggi tapi kemampuan menengah atau bahkan rendah. Beban juga bagi saya, beban moral. Dan tentu saja nama baik saya yang dipertaruhkan. Nilai tinggi tapi kemampuan gak ada, siapa yang kasih nilai?

Solusinya, saya tetap kasih nilai sesuai dengan penilaian saya. Tidak ada yang dikatrol naik. Tidak semua komponen penilaian saya isi, karena memang saya tidak mengikuti proses ujian itu dari awal. Sisanya saya persilakan guru yang dari kemarin mengikuti proses ujian dari awal untuk memberikan penilaian. Mau memberikan nilai tinggi atau rendah saya tidak ikut bertanggungjawab.

Rekayasa nilai berjamaah, saya persilakan saja karena bila saya bilang jangan nanti gurunya bisa-bisa dimarahi kepala sekolah. Asalkan saya tidak ikut dalam rekayasa tersebut. Meskipun dalam hati saya tetap menentangnya. Yah, sebatas dalam hati saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun