Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

2 Kali Ramadhan, 2 Kali Melahirkan

16 Agustus 2011   02:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:45 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap perempuan yang telah menikah, pastinya mendambakan untuk segera memiliki anak. Harap-harap cemas melakukan tes kehamilan, bergembira saat hasilnya positif dan kecewa saat hasilnya negatif. Demikian juga dengan diriku. Setelah menikah akhir 2008, tentunya aku berharap juga untuk segera memiliki anak. Alhamdulillah harapanku segera terwujud.

Yah, aku positif hamil tak lama setelah menikah. Dari hasil berkonsultasi dengan bidan yang memeriksaku, anak pertamanku diperkirakan lahir tanggal 6 September 2009. Dan setelah aku lihat kalender, itu bertepatan dengan bulan ramadhan. Aku lihat juga, 6 September itu hari minggu, jadi aku putuskan mulai ambil cuti tanggal 7 September saja. Dengan harapan, aku akan punya waktu lebih lama menikmati kebersamaan dengan anakku sebelum masuk kerja lagi.

4 September, bertepatan dengan hari Jumat, hari terakhir aku harus masuk kerja sebelum mengambil cuti panjang. Aku tidak berpuasa, sehingga tidak harus bangun pagi-pagi untuk makan sahur. Terbangun jam 5, aku segera ke kamar mandi. Rutinitas pagi selalu diawali dengan memenuhi panggilan alam, lalu dilanjut memenuhi panggilan Tuhan untuk sholat subuh. Namun pagi itu jadi lain, karena aku temukan noda darah dalam celana dalamku. Sebelumnya aku tak merasa dari dalam tubuhku keluar sesuatu.

Segera aku telpon bidan yang biasa menanganiku. Bidan itu menyarankan aku segera ke poliklinik untuk diperiksa dan memastikan kondisiku.

Aku ajak ibu untuk menemaniku. Kebetulan sudah seminggu ini beliau menginap di rumahku. Menjagaku dan menunggu kelahiran cucunya.

Sesampai di klinik, bidan segera memeriksaku. "Buka 3" demikian hasil pemeriksaannya. Dia menyarankan aku untuk banyak berjalan-jalan di seputar kompleks klinik. Katanya juga sebentar lagi aku akan merasakan mulas di perutku, jangan ditahan sakitnya.

Sekitar jam 10, aku diperiksa lagi. Masih tetap buka 3. Kata bu bidan, bukaannya sampai 10. Kalau dah sampai 10 artinya anakku dah siap lahir. Hah, masih kurang 7 lagi dong kalau begitu.Bu bidan menyarankan aku untuk minum minuman bersoda, dengan harapan akan terjadi kontraksi.

Jam 3, kembali aku diperiksa. Eh, nggak nambah juga. Masih tetap 3. Aduh anakku kenapa kamu nggak maju-maju posisinya. Apa kamu mau nunggu papamu pulang? Saat itu, kebetulan suami masih bertugas di Sumatra. jadi saya hanya ditemani ibu dan bapak. Sepanjang sisa sore itu akhirnya saya habiskan dengan berjalan-jalan. Sekalian mengantar ibu mencari makanan untuk buka puasa. Sebentar-sebentar saya merasakan punggung saya pegal luar biasa dan perut saya sakit. Kata ibu, itu biasa, artinya anakku udah mau nongol.

Jam 7 malam, aku kembali diperiksa. Oh, rupanya janinku tetap nggak mau bergerak maju. Bukaannya masih tetap 3. Bu bidan memanggil ibu dan bapakku serta aku juga untuk diajak berdiskusi. Sudah lebih dari 12 jam, dan bukaannya tidak nambah, kata bu bidan itu berbahaya buat bayi dalam kandunganku. Dia menyarankan untuk di drip saja, diberi semacam obat pemacu supaya anakku segera lahir. Dia juga jelaskan bahwa kalau di drip perutku sebentar-sebentar akan berkontraksi dan aku akan merasakan sakit.

Aku sudah takut duluan. Aku pernah baca-baca dan mendengar dari penuturan seorang teman bahwa kalau di drip itu sakitnya luar biasa. Aku minta pada bidanku untuk dioperasi saja. Tapi bu bidan menyarankan untuk tetap mengusahakan persalinan normal. Dia juga menjelaskan bahwa dengan drip atau tanpa drip itu rasa sakitnya sama. Yang beda hanya frekuensinya saja. Jika di drip, rasa sakitnya akan lebih sering datang.

Akhirnya saya mengalah. Saya siapkan mental dan juga tubuh saya untuk menghadapi rasa sakit. Jam 9, saya diberi cairan, entah apa namanya. Berada dalam kantong seperti kantong infus. Kata bu bidan tunggu cairan itu habis sekitar sejam lagi, baru nanti akan ada reaksinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun