Â
ERA VUCA saat ini tentu saja banyaknya berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan (noise), ketika seseorang masuk ke sekolah tingkat SMP,SMA maka diharapkan mampu mendapatkan data-data yang bebas, tidak harus terverifikasi sebagai data ilmiah. Tentu berbeda ketika seseorang masuk ke level S1, maka mampelajari filsafat sebagai sebuah informasi yang didapatkan, artinya seorang mahasiswa S1 belajar ilmu filsafat masih sebagai informasi baru seperti membaca berita atau informasi lainya. Sementara ketika S2 maka filsafat yang dipelajari sebagai bentuk pengetahuan yang lebih luas sebagai sebuah keterampilan (skill).
Ketika seseorang mempelajari Filsafat di Doktoral maka filsafat artinya seorang doktor harus mampu menemukan temuan yang sifatnya radikal atau temuan yang sebatas merevisi temuan sebelumnya dalam sebuah penelitian dan hasil temuan tersebut diharapkan mampu digunakan untuk kebutuhkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak lulusan doktornya sebuah negeri maka akan semakin banyak hasil temuan yang bisa ditawarkan kepada pemilik kebijakan negeri yang akan digunakan sebagai jawaban dari persoalan yang terjadi di masyarakat.
Mempelajari filsafat bagi Doktoral  tentu bukan hanya sebatas mata kuliah seperti di S1, namun kita sedang mempelajari bagaimana cara berpikir kritis tentang persoalan besar yang dihadapi oleh masyarakat dengan mencoba menjawabnya secara kritis, analitis dan sistematis. Ketika kita mempelajari filsafat maka kita akan tidak bisa dipisahkan dengan para filosof yang menggunakan kemampuan berpikir kritisnya seperti  Plato, Aristoteles, Immanuel Kant, Thomas Aquinas, dan Jacques Derrida.
Dengan belajar filsafat, seorang doktor mendapatkan beberapa ketrampilan berikut (1). Â Memikirkan suatu masalah secara mendalam dan kritis, (2). Membentuk argumen dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis dan kritis, (3). Mengkomunikasikan ide secara efektif, dan (4). Mampu berpikir secara logis dalam menangani masalah-masalah kehidupan yang selalu tak terduga (5). Mampu melihat masalah dari berbagai sisi, berpikir kreatif, kritis, dan independen, mampu mengatur waktu dan diri, serta mampu berpikir fleksibel di dalam menata hidup yang terus berubah (6). Mampu berpikir terbuka dengan setiap perbedaan, karena filsafat bukan memberikan jawaban secara mutlak namun mengajak seseorang terus berpikir secara mendalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H