Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Blogger, penulis dan trainer kepenulisan. Dapat dihubungi di www.naqiyyahsyam.com

Blogger, penulis dan trainer kepenulisan. Dapat dihubungi di www.naqiyyahsyam.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hihi Tak Takut Lagi (Terbit di Lampung Post, 10 Oktober 2010)

18 Oktober 2010   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:19 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Minggu, 10 Oktober 2010 DUNIA ANAK

Hihi Tak Takut Lagi

Oleh: Naqiyyah Syam, guru SDIT Way JeparaDI sebuah hutan Angora, hiduplah dua ekor harimau. Kakaknya bernama Haha dan adiknya bernama Hihi. Mereka dua bersaudara yang saling menyayangi. Kedua harimau tersebut sudah tak memiliki kedua orang tua lagi. Mereka sangat mencintai hutan Angora. Mereka lahir dan dibesarkan di sana. Dulu, hutan Angora sangat subur dan makmur. Hewan-hewan hidup dengan sukacita karena tumbuhan tumbuh subur. Makanan berlimpah dan air mengalir deras. Kini, hutan Angora terancam punah. Banyak penebangan pohon secara liar dan pemburu hewan terjadi setiap harinya.“Bagiamana Kak, hutan sudah semakin sepi, teman-teman kita sudah mengungsi,” ujar Hihi pada Haha, kakaknya.“Tenanglah, kita akan menjaga hutan Angora ini. Tanah kelahiran kita,” jawab Haha. “Tapi aku jadi kesepian. Teman-teman sudah jauh berjalan menuju hutan Ansana di balik bukit itu!” tunjuk Hihi sedih. Tak jauh dari mereka berdiri terlihat kura-kura yang sedang berjalan lamban. “Hei! Apa kalian tidak ikut mengungsi? Hutan ini sudah semakin sepi! Pemburu itu sudah semakin dekat!” sapa kura-kura. “Iya, tapi kami akan tetap di sini!” jawab Haha tegas. Hihi hanya menunduk mengikuti kakaknya. “Percuma kalian bertahan! Hutan sudah gundul dibabat habis para penebang liar. Teman-teman kita juga sudah banyak mati sia-sia karena diburu kulitnya. Rumah kita sudah tak aman lagi. Aku bahkan kehilangan semua anggota keluargaku, huhuhu....,” isak si Kur Kur, kura-kura yang menyapa mereka. “Kami turut prihatin ya, kedua orang tua kami juga sudah tiada. Ditangkap pemburu-pemburu itu,” kata Hihi. “Aku pergi dulu ya, kalian hati-hati. Kusarankan kalian segera mengungsi sebelum menyesal,” nasihat Kur Kur. Ia berjalan menuju hutan Aksana meninggalkan Haha dan Hihi. Keesokan harinya terdengar suara bergemuruh! Pohon-pohon besar tumbang. “Cepatlah kalian pergi mengungsi!” teriak Pit Pit, si burung pipit di atas mereka. Pipit sengaja terbang sedikit rendah. “Kami tetap di sini saja,” Haha masih tetap dengan pendiriannya. “Ah, kalian keras kepala!” ujar Pipit sedikit dongkol. Hutan semakin sepi dan suara gemuruh kian terdengar. Tak lama kobaran api mulai terlihat jelas. “Kak, pemburu dan penebang liar itu membakar hutan ini! Aku takut Kak!” Si Hihi merapat ke arah Haha. Api kian berkobar hingga mengelilingi mereka berdua. Dari jauh, Pak Tom Tom sedang mengamati kedua harimau itu dengan teropongnya. “Hai, ternyata di sana masih ada dua ekor harimau yang sangat bagus kulitnya! Aku yakin mereka tak akan bisa bertahan lama. Api kian membesar dan akan membakar mereka, ha...ha...ha...” tawa Pak Tom Tom. “Kak, lihat api telah mengepung kita!” teriak Hihi ketakutan. “Aku akan melompat!” Kata Haha. “Hah, tak mungkin! Api sudah semakin tinggi! Kita akan segera mati!” Wajah Hihi semakin pucat. “Tapi kita belum berusaha meloncati kobaran api itu!” jawab Haha. “Aku akan melompat dan kita akan berusaha mencari tempat yang lebih aman!” kata Haha. Satu, dua, tiga, hap! Haha melompat dengan segenap tenaga. “Hihi, ayo melompat!” teriak Haha setelah menemukan tempat yang aman. Api kian membara. “Aku takut, Kak, biarlah aku mati saja!” Hihi mulai menangis. “Kamu tidak boleh berkata begitu! Kamu harus berusaha! Jangan menyerah! Ayo cepat!,” kata Haha. “Tidak! Aku takuuut!” Hihi menutup matanya. Api kian membesar. Tiba-tiba Haha melompat kembali ke arah Hihi. Kini keduanya berpelukan. “Kamu harus kuat adikku, keluarkan segenap tenagamu! Ingatlah jika kau berusaha, kau akan berhasil! Yakinlah!” “Tapi Kak,......,” Hihi masih ragu. “Orang tua kita sangat pemberani, kau juga harus berani!” “Baiklah Kak, aku akan mencoba!” Hihi mulai berani. Ia mengumpulkan segenap tenaganya. Dan, hup! Sekali saja lompatan, Hihi berhasil melompati api yang besar itu. “Hore! Aku berhasil Kak!” teriak Hihi gembira. Tak lama, Haha pun melompat dengan tinggi menyusul Hihi. Kini keduanya sudah berada di tempat yang aman dari kobaran api. Mereka cukup lega, telah melawan rasa takut yang selama ini menyerang. Di kejauhan Pak Tom Tom tampak geram dan marah. “Huh! Mereka berhasil lolos! Aku tak mengira mereka sangat berani melompat kobaran api itu! Sial!” umpat Pak Tom Tom. “Sepertinya kita memang harus meninggalkan hutan Angora ini, Dik,” kata Haha sedih. “Hutan ini sudah tak aman bagi kita. Tapi aku bangga melihatmu tadi melompat dengan gagah berani. Kini kau sudah tak takut lagi!” puji Haha. “Iya Kak, aku mulai berani melompat dengan tinggi, semua karena kakak menyemangatiku. Baiklah Kak, kita segera berkemas dan menyusul teman-teman ke hutan Ansana. Semoga kita tidak kemalaman sampai di sanam,” ujar Hihi. Keduanya berjalan meninggalkan hutan Angora yang mulai terbakar akibat kekejian para pemburu dan penebangan liar. Walaupun tak berhasil menjaga hutan Angora seperti pesan kedua orang tuanya, Haha senang kini Hihi tak takut lagi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun