Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Blogger, penulis dan trainer kepenulisan. Dapat dihubungi di www.naqiyyahsyam.com

Blogger, penulis dan trainer kepenulisan. Dapat dihubungi di www.naqiyyahsyam.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antar Anak di Hari Pertama Sekolah : Guru Ceria, Anak Senang, Orang tua Jadi Tenang

31 Juli 2016   22:20 Diperbarui: 31 Juli 2016   23:05 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antar anak di hari pertama masuk sekolah (dok pribadi)

Tahun ini anak keduaku Fatih masuk TK. Usianya sudah 5 tahun. Saat mendaftar ke TK dekat rumah, gurunya bertanya, “Mau masuk kelas A atau B?” sempat ragu karena usia Fatih sudah 5 tahun, tapi telat daftar TK. Sebelumnya kami tinggal di Padang dan baru pindah lagi ke Lampung awal Juni. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Fatih masuk kelas A saja.

Kami memilih menyekolahkan Fatih ke TK IT Qurrota A’yun karena TK ini paling dekat dengan rumah kami hanya berbeda gang saja. Bahkan dari rumah, bangunan TK sudah kelihatan. Selain itu, berdasarkan testimoni teman-teman lainnya, TK ini memiliki guru yang ramah anak. Tak hanya gurunya, tapi juga pegawainya rutin mendapatkan pelatihan parenting. Hal ini membuat kami sebagai orang tua jatuh hati dengan TK ini, sehingga tanpa ragu kami mendaftarkan anak kami ke sekolah ini.

Untuk itu, sebelum hari H sekolah, kami sudah mengajak Fatih mengakrabkan diri ke sekolahnya. Fatih senang melihat calon sekolahnya dan langsung mencoba bermain di plosotan. Beruntung sebelum hari pertama masuk sekolah, semua wali murid mendapatkan orentasi. Kami dikenalkan dengan informasi mengenai misi dan misi sekolah, nama guru, nama pegawai, prestasi sekolah dan tata tertib siswa.

Malam Senin tiba, aku dan suami berbagi tugas mempersiapkan segala sesuatu untuk perlengkapan sekolah Fatih. Dari baju, sepatu, tempat bekal makanan, kaos kaki hingga memberikan motivasi agar besok Fatih bangun pagi.

Pagi itu Fatih bangun pagi dan sarapan dengan tertib. Aku dan suami berbagi tugas. Suamiku yang sedang tidak kuliah menjaga si sulung yang baru saja sunat di rumah. Sedangkan aku akan mengantar Fatih ke sekolahnya. Pukul 07.00 WIB kami berangkat ke sekolah. Kami berdua berjalan kaki menuju sekolah. Fatih bahkan berlari menduhuluiku, “Ayo, Mi cepat!” ujarnya. Sampai di sekolah sudah ramai dengan wali murid yang mengantarkan anaknya. Kendaraan mulai penuh di depan pagar sekolah. Untungnya kami datang diawal waktu. Fatih disambut oleh guru di depan pagar. Usai salaman dengan gurunya, aku mengantarkan Fatih ke kelasnya bernama Nabi Nuh.

Sampai di depan kelas, Fatih disambut bu gurunya. Fatih diminta mencarikan namanya yang bergagang stik ice cream dan menaruhkannya ke dalam papan. Fatih mengikuti dengan gembira. Fatih juga mau menaruh sepatu ke raknya dan menyimpankan tasnya ke dalam kelas di rak khusus tas. Bel lalu berbunyi nyaring. Semua anak berbaris dengan rapi.

Alunan musik senam otak bergema. Fatih mulai ngambek karena tidak mau berbaris. Fatih melepaskan kaos kakinya lalu berlari ke arah ayunan. Sedangkan teman-temannya mau melakukan gerakan senam otak. Beberapa teman Fatih ada juga yang belum mau berbaris, malah  ada yang menangis keras tak mau lepas dengan ibunya. Seorang guru mendekati anak yang menangis dan menghiburnya. Gurunya dengan sabar menghibur anak yang menangis itu. Dipeluknya, diajak ngobrol hingga mengajak bermain.

Usai senam otak, anak berdoa bersama
Usai senam otak, anak berdoa bersama
Usai senam otak, anak-anak masuk ke ruangan. Fatih mau masuk, namun belum mau bergabung dengan teman-temanya. Terpaksa aku ikut masuk kelas. Kehadiran wali murid yang menemani anak di hari pertama masuk sekolah ini dimaklumi oleh pihak sekolah. Bahkan saat orentasi, orang tua diminta cuti kantor jika diperlukan untuk menemani anak sekolah. “Anak menangis diawal sekolah itu wajar, bukan karena tidak suka guru atau sekolahnya.

Mereka belum nyaman dengan suasana baru. Alangkah baiknya orang tua atau yang mengantarkan menemani. Jika perlu katakan tidak akan meninggalkan si anak sampai anak senang di sekolah. Insya Allah beberapa hari anak sudah nyaman dan enjoy di sekolahnya,” begitu perkataan seorang guru saat orentasi orang tua.

Tak lama gurunya membongkar lego. Anak-anak berkumpul dan bermain lego. Anak-anak perempuan ada yang memilih bermain masakan. Kulihat Fatih mulai mendekati teman-temannya dan merangkai lego.

“Fatih bikin apa, nak?” tanyaku.      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun