Mohon tunggu...
Napitupulu Na07
Napitupulu Na07 Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis dan Pengamat Masalah Teknologi Sipil, Sumber Daya Air, Pertanian, Lingkungan Hidup, dan Bangsa

Pensiunan PNS Ditjen. Pengairan Departemen Pekerjaan Umum th. 2001. Lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung th. 1968, Paska Sarjana Dipl. HE Jurusan Land and Water Development dari IHE Delft The Netherland t. 1977 / 1978. Th. 1968 - 1970 Staf Pengajar Fakultas Teknik USU Medan. Tahun 1970 masuk Ditjen. Pengairan Dep. PU. bertugass di proyek - proyek mulai di Jember Rehabilitasi Irigasi Pekalen Sampean; Proyek Air Tanah Kediri - Nganjuk Jatim, Proyek PWS Citanduy Jabar - Jateng, Proyek Irigasi Serayu - Gambarsari Puwokerto, Proyek Irigasi Sulawesi Utara, Kepala SubDinas Pengairan Dinas PU Sulut hingga th 1987 - 1991 pindah Jakarta. Di kantor pusat Ditjen SDA, mulai 1992 Kasubdit Irigasi, Kasubdit Bangunan Besar, Direktur Bina Teknik, Direktur Pengairan Perdesaan dan terakhir Direktur Bina Program Pengairan sampai pensiun th. 200 - 2001 pensiun. Ssjak pensiun 2001 hingga 2016 aktif sebagai Tenaga Ahli, dan Tim Leader Konsultan Pengairan, Sumber Daya Air dan Capacity Building Bantuan CDTA - ADB 2015 - 2016. Tahun 2017 masuk Anggota Dewan SDA Nasional dari unsur Non Pemerintah wakil Kemitraan Air Indonesia. Selama aktif PNS, dan setelah pensiun sering menulis opini al. di Harian Kompas, Harian Suara Pembaruan, Majalah Pengairan, Majalah PU, Media Informasi Dewan SDA Nasioal, dan Indonesiana.Com. Selama PNS, telah melakukan Studi Tour ke proyek-proek SDA di USA, Eropa, Australia, Jepang, Korea, Philippina. Disamping itu Dinas ke Luar negeri mendampingi Direktur Jenderal Pengairan untuk Negosiasi Loan WB di Washingto, Loan ADB di Manila, dan Konferensi Pangan di FAO Roma Italia. Menulis buku: 1. Menambah Cadangan Air dan Mengurangi Banjir (1999), 2. Pengelolaan Sumber Daya Alam Terpadu, Basis Pembangunan Berkelanjutan (2007). 3. Membangun Kualitas Bangsa dengan "SUMUT" (2009).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penyederhanaan Sistem Otonomi dan Pemilu untuk Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan

16 Februari 2022   14:51 Diperbarui: 16 Februari 2022   14:51 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lebih 20 tahun reformasi berjalan dengan enam kabinet, namun Indonesia masih diwarnai oleh maraknya korupsi, kejahatan narkoba, prostitusi, pembunuhan, bom bunuh diri, perampokan, perdagangan orang, pembalakan hutan, tambang illegal, bencana banjir, kekeringan, pencemaran, karhutla dll.; dalam kondisi kemiskinan dan pengangguran tinggi, sumber daya alam menipis, serta ekosistem rusak. 

Diperparah oleh pandemi Covid - 19, sekarang Indonesia sungguh dalam kondisi -darurat -karakter bangsa, -kerusakan lingkungan hidup, dan -ketimpangan ekonomi yang membutuhkan perubahan mendasar kebijakan tata kelola pembangunan nasional!

Kita paham, dalam pembangunan bangsa ada tiga masalah moral dan karakter yang saling berkaitan telah mendera NKRI. Bibit masalah itu sudah ada sejak zaman kolonial, terbawa ke zaman kemerdekaan era orde lama, bertumbuh pada era orde baru, meluas pada era reformasi, setelah mulai pemilu langsung, dan adanya kemudahan akses cepat komunikasi antar individu dan media sosial internet. 

Tiga masalah itu meliputi: (1) rendah "kepatuhan hukum", dan "keamanan / keselamatan warga terhadap kriminalitas", karena lemahnya "penegakan hukum yang adil"; (2) "merosot dan rusak kehidupan moral dan sosial warga masyarakat, dan anak-anak usia sekolah karena bebas dan marak-nya game, perjudian online, pornografi, miras, narkoba, prostitusi, perzinahan, dll. Dalam kondisi pengangguran tinggi berakibat meningkatnya kriminalitas"; (3) "meluasnya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang dipicu oleh sistem tata kelola pemerintahan dan demokrasi politik pemilu yang rumit, lambat, boros, karena banyaknya tingkat pemerintahan, dan pemilu langsung pileg, pilpres, pilkada & pilkades; diperparah oleh lemahnya penegakan hukum, dan merosotnya kehidupan moral warga bangsa.

Terkait demokrasi politik pemilu, orang awam-pun paham bahwa biaya yang dihabiskan dalam proses kampanye sampai terpilih, nilainya jauh lebih besar dibanding gaji, tunjangan setelah menjabat. Dalam tata kelola pemerintahan, para aparatur sipil negara (ASN), anggota POLRI, dan juga karyawan dunia usaha sejak masuk dan untuk menjabat perlu biaya. 

Akibatnya, untuk mengembalikan modal ditambah perilaku tidak jujur, si pejabat berupaya menciptakan situasi / peluang agar semua urusan: perizinan, jabatan, surat tanah, bea cukai / pajak, kredit bank, keputusan hakim / tuntutan jaksa, temuan auditor, tender, konstruksi sub standar dll. mesti ada imbalan uang alias korupsi.

Prilaku moral para: Eksekutor, Legislator, Judikator, Aparat keamanan, dan Pengusaha, Pelaksana Pendidikan, Masyarakat serta Media; selama ini kita semua telah melakukan 7 kesalahan yaitu: (i) ingin cepat kaya / dapat titel melalui jalan pintas tanpa kerja keras dan kompetensi; (ii) dengan uang tidak halal memilih hiburan tanpa hati nurani seperti prostitusi, narkoba dll ; (iii) warga bangsa yang berpengetahuan tanpa karakter sehingga menyalah gunakan kewenangannya; (iv) para profesi, pebisnes tanpa etika dan moral ingin untung banyak dengan melanggar aturan dan menipu; (v) yang memiliki iptek tanpa kemanusiaan membuat bom bunuh diri; (vi) menganut agama tanpa pengorbanan, sehingga tidak ikhlas menerima dan mensyukuri gaji yang standar; dan (vii) para politikus dan pemimpin bangsa yang diserahi kewenangan / kuasa belum kokoh memegang prinsip-prinsip tanggung jawab, tidak layak sebagai panutan. (Mahatma Gandhi - 1925, The seven deadly sin).        

Kenyataan kondisi Indonesia sekarang menunjukkan bahwa, dampak merugikan dari praktik 7 kesalahan atau dosa sosial tersebut di atas adalah hasil pembangunan yang tidak efektif atau tidak adil secara sosial, tidak efisien secara ekonomi atau boros, dan tidak berkelanjutan sebagai dampak kerusakan parah ekosistem lingkungan hidup nusantara. 

Resultannya berujung pertumbuhan ekonomi hanya di bawah 5,0 %, pengentasan kemiskinan sangat lambat, pengangguran masih tinggi, dan rendah indeks pembangunan manusia; sementara sumber daya alam semakin menipis dengan hutang Negara terus membesar.

Apa Solusinya? Mengacu pada tiga masalah terkait perilaku moral dan karakter tersebut di atas diusulkan perangkat penataan ulang melalui transformasi dan reformasi lanjut, untuk menciptakan kehidupan sosial budaya masyarakat dan tata kelola pemerintahan yang taat hukum, bersih, berkualitas, efisien, dan tangguh, meliputi dua bidang mendasar yaitu: (1) Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia, dan (2) Penyederhanaan "Sistem Otonomi Tata Kelola Pemerintahan" dan "Demokrasi Politik Pemilu".

 Pertama: "Pengembangan dan Pembinaan SDM agar taat hukum, dan kompeten, serta memiliki karakter, kualitas dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila" sebagai prioritas penting dan mendesak, mengawali perbaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun