Mohon tunggu...
Naoval Prayoga
Naoval Prayoga Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Kimia Universitas Airlangga

memiliki hobi menulis, khususnya dalam karya ilmiah dan sejarah. aktif menekuni pengabdian masyarakat dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pahlawan Dari Minahasa: A.A. Maramis Sosok Penting Dibalik Sila Pertama Pancasila

15 Oktober 2024   21:06 Diperbarui: 15 Oktober 2024   21:13 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
A.A. Maramis, pahlawan nasional dalam perumusan pancasila sebagai dasar negara

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai keadilan, agama, persatuan, kerakyatan, dan kemanusiaan terkandung dalam lima sila Pancasila. Setiap sila memiliki makna yang diharapkan mampu diimplementasikan oleh bangsa Indonesia, khususnya di era modernisasi seperti sekarang ini. Pancasila melindungi bangsa dari ancaman eksternal akibat dampak negative globalisasi yang dapat menghilangkan identitas bangsa dan memecah belah persatuan Indonesia. Bahkan Pancasila dapat mengikuti perkembangan zaman dari waktu ke waktu tanpa ada perubahan sejak terakhir ditetapkan. Pada masa kemerdekaan , orang orang hebat telah merumuskan dan mengesahkan Pancasila dengan berbagai pertimbangan agar dapat fleksibel seiring dengan berubahnya kehidupan di masa mendatang. salah satu perumus Pancasila yang memiliki dedikasi besar adalah A.A. Maramis.

            A.A. Maramis atau Alexander Andries Maramis lahir pada 20 Juni 1897. Beliau terlahir di tanah Minahasa dari pasangan Andries Alexander Maramis dengan Charlote Tichoalu. A.A. Maramis menempuh Pendidikan dasarya di Europeesche Lagere School di Manado. Setelah menyelesaikan Pendidikan sekolah dasarnya, beliau melanjutkan Pendidikan sekolah menengah di Hogere Burgerschool di Batavia yang sekarang dikenal sebagai Jakarta. Pada tahun 1919, A.A. Maramis mempelajari hukum dengan berangkat ke Belanda di Universitas Leiden. Beliau aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan berkesempatan menjadi sekretaris dalam kegiatan kemahasiswaan tersebut. Pada tahun 1924, A.A. Maramis dianugrahi gelar Meester inde Rechten (Mr) yang kemudian kembali ke Indonesia untuk memulai karirnya sebagai pengacara.

            Selama di Indonesia, A.A. Maramis mendirikan organisasi dengan para pemuda yang berasal dari minahasa dan aktif tergabung dalam organisasi pergerakan. Sebagai seorang advokat dan pengacara, beliau kemudian tergabung dalam BPUPKI (Badan Penyelidikan Usaha Usaha Kemerdekaan). Beliau menjadi representasi dari wilayah Indonesia bagian timur sehingga menjadikan kelebihan tersendiri bagi para anggota BPUPKI yang hadir setiap kegiatan.

            Perdebatan mengenai Pancasila telah ramai diperbincangkan dari dasar negara mulai dibahas, khususnya perbedaan pandangan antara kelompok nasionalis dengan islam pada sila pertama. Untuk menggabungkan pendapat keduanya, maka dibentuklah panitia Sembilan yang salah satunya beranggotakan A.A. Maramis. Pada awalnya, A.A. Maramis berperan penting dalam perumusan Pancasila yakni menyetujui isi sila tentang syariat islam bagi pemeluk pemeluknya. Beliau merasa tidak terdiskriminasi, mengingat keyakinannya adalah Kristen dan representasi dari masyarakat Indonesia timur. Namun, terdapat penolakan dari luar panitia Sembilan mengenai sila tersebut. Banyak dari mereka menganggap bahwasannya sila tersebut tidak mewakili semua agama di Indonesia.

            Kemudian M. Hatta melaksanakan rapat terbatas untuk mengatasi masalah terebut. Dalam rapat, sila pertama yang awalnya berisi "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk pemeluknya" diubah menjadi "ketuhanan yang maha esa". Perubahan ini disetujui khususnya oleh A.A. Maramis yang menunjukkan sikap beliau yang terbuka dan mencerminkan komitmennya dalam membangun Indonesia yang berlandaskan persatuan kesatuan.

            Dalam perjalannya, A.A. Maramis sering diangkat sebagai duta besar. Pada tahun 1950, beliau pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Filipina. Beliau menjabat di Manila selama tiga tahun lamanya. Pada tahun 1953, A.A. Maramis diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat sampai dengan 1956. Selanjutnya, beliau mendapatkan tugas baru di Uni Soviet sebagai Duta Besar pada tahun 1956 dan dua tahun kemudian mendapatkan tugas di Finlandia berkedudukan tetap di Moskwa. Maramis dan keluarganya menetapkan tinggal di Swiss sebelum kembali ke Indonesia pada 1976.

            Pada tahun 1977, setelah di Indonesia beliau dirawat di rumah sakit setelah mengalami pendarakan. A.A. Maramis menghembuskan nafas terakhirnya pada 31 Juli 1977 di rumah sakit angkatam darat gatot soebroto. Jenazahnya disemayamkan di ruang Pancasila departemen luar negeri dan kemudian dimakamkan di taman makam pahlawan kalibata.

            Pada masa sekarang, sebagai generasi muda Indonesia diharapkan mampu memahami bagaimana para pahlawan bangsa membentuk Indonesia dari hal yang paling kecil sampai membentuk bangsa yang besar. Khususnya dalam sila pertama Pancasila, kita dapat mewujudkannya dengan mengikuti dengan taat agama yang kita Yakini serta mengembangkan sikap toleransi antar umat beragama untuk menciptakan bangsa Indonesia yang damai dan Makmur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun