Film ini sangat digemborkan dengan cerita yang sedih, hampir semua pengunjung bioskop yang menonton film ini akan menangis saat keluar dari ruangan. Namun ternyata, film ini memiliki grafik yang sangat landai dan sangat tinggi. Penonton mungkin akan merasa bosan di awal dikarenakan film ini memuat adegan sehari hari secara lambat dan mendetail. Dimana M yang tidak punya pekerjaan, tidak sekolah merawat seorang nenek nenek yang sakit, adegan ini cukup lama dan hanya berkutat pada satu latar tempat.Â
Selain itu, permasalahan yang diangkat cukup kecil namun akan sangat relate dengan orang orang asia dikarenakan pasti hubungan kakek nenek yang sangat erat, mungkin apabila film ini tayang di Eropa tidak akan sedahsyat ini.Â
Permasalahannya kecil namun sangat detail, sangat pelan, penonton akan merasakan bagaimana menjadi M, bagaimana rasa lelahnya, capeknya, dan bosennya kehidupan seorang M.
Tepat saat si nenek sudah hampir meninggal, lonjakan grafik nya sangat tinggi, film ini seakan langsung membangun ketertarikan penonton, Â mulai ada yang nangis nangis , me-lap air matanya di sepanjang sampai akhir nanti.Â
Pada bagian akhir ini, mulai banyak dikupas kenangan kenangan masa lalu, kata kata manis dari si nenek, penyebab sebuah hal yang ia kerap lakukan hingga hari tua. Inilah kenapa semua semua orang menangis, para penonton akan merasakan kesedihan dan pengorbanan tulus yang luar biasa dari seorang nenek untuk anak anak dan cucunya.Â
Namun menurut saya, film ini sangatlah nanggung, saat adegan berjalan sampai pemakaman, saya fikir akan ada hal lain yang membuat menangis, karena sejujurnya air mata saya tertahan (adegan tidak membuat saya menangis) namun ternyata sudah di ending.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H