Di tengah gemerlap dunia yang penuh sorotan, kehidupan seorang publik figur seperti dr. Richard Lee bisa menjadi cermin bagi kita, khususnya sebagai hamba Tuhan. Bukan untuk menghakimi, tetapi untuk belajar dari apa yang terjadi: tentang tanggung jawab, ketulusan, dan kerendahan hati.
1. Integritas: Melayani dengan Tulus, Bukan Sekadar Tampil
Hamba Tuhan dipanggil untuk melayani, bukan mencari pujian. Dalam dunia di mana citra sering kali diutamakan, mudah tergoda untuk terlihat baik daripada sungguh-sungguh menjadi baik.Â
Sebagaimana seorang publik figur dinilai dari kata dan tindakannya, demikian pula seorang hamba Tuhan harus mencerminkan kehidupan yang sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Bukan sekadar berkata-kata indah, tetapi menjalani hidup dengan jujur dan konsisten.
"Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja" (Yakobus 1:22).
2. Tanggung Jawab: Menjawab Panggilan dengan Serius
Popularitas dan pengaruh sering kali membawa tanggung jawab yang besar. Seorang publik figur seperti Dr. Richard Lee dituntut untuk menjaga kepercayaan banyak orang, sementara seorang hamba Tuhan memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar di hadapan Tuhan.
Pelayanan bukan sekadar berbicara di mimbar atau membuat konten yang menginspirasi, tetapi menjalani hidup yang mencerminkan kasih, kebenaran, dan belas kasihan Tuhan. Kehidupan seorang hamba Tuhan bukanlah panggung sandiwara, melainkan panggilan suci yang harus dijalani dengan serius.
Seperti Paulus katakan: "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah" (Roma 12:1).
3. Rendah Hati: Belajar dari Kesalahan dengan Bijak
Kritik dan kesalahan adalah ujian bagi hati seorang pelayan Tuhan. Bukan untuk membela diri, tetapi untuk introspeksi. Tuhan tidak mencari kesempurnaan, tetapi hati yang rela diperbarui. Sebagaimana publik figur kerap dihakimi atas kesalahannya, demikian pula hamba Tuhan harus siap menerima kritik dengan hati yang terbuka. Tidak ada yang sempurna, tetapi yang membedakan adalah bagaimana seseorang merespons teguran dengan kerendahan hati. "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati" (Yakobus 4:6).
4. Etika dalam Pelayanan: Melayani untuk Tuhan, Bukan Manusia
Motivasi pelayanan menjadi kunci yang membedakan antara pencitraan dan ketulusan. Dalam dunia yang penuh sorotan, mudah tergoda untuk mencari pengakuan manusia. Namun, pelayanan sejati dilakukan untuk Tuhan, bukan demi pujian atau pengakuan dunia.Â
"Lakukanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kolose 3:23).