Bibliografi :
Andrew E. Hill dan John H. Walton. Survei Perjanjian Lama. Malang, Jawa Timur : Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996.
Bab IV Kitab - Kitab Syair
Bagian 21 Puisi Ibrani dan Sastra HikmatÂ
Halaman : 397-423
Dalam Puisi Ibrani dan sastra Hikmat, s, saya melihat bagaimana Alkitab menggunakan bahasa yang indah untuk menyampaikan pesan yang relevan, bagi kehidupan sehari-hari. Misalnya, Mazmur 1 : 6 yang membandingkan jalan orang benar dengan jalan orang fasik. Memberikan saya kesadaran bahwa setiap  hari saya diperhadapkan dengan pilihan - pilihan moral. Dalam keluarga, dan hubungan dengan orang lain, saya sering diingatkan bahwa keputusan saya memiliki dampak yang nyata dan mengikuti jalan yang benar akan selau membawa berkat dari Tuhan, meskipun tidak langsung terlihat.Â
Paralelisme antitesis dalam Mazmur juga membuat saya merenungkan tentang pertentangan batin yang sering saya alami, seperti yang digambarkan dalam Mazmur 51:5. Ketika saya berhadapan dengan rasa bersalah atau kesalahan yang saya buat, saya merasa seperti Daud yang bergumul dengan dosa-dosanya. Namun, Alkitab mengajarkan saya bahwa ada pengampunan dan pemulihan jika saya dengan rendah hati datang kepada Tuhan. Ini menginspirasi saya untuk tidak berlarut-larut dalam penyesalan, tetapi berani memperbaiki diri dengan kekuatan Tuhan.
Penggunaan kiasan dalam puisi Ibrani, seperti di Yesaya 11:13, menggambarkan rekonsiliasi antara Efraim dan Yehuda, mengingatkan saya pada pentingnya memulihkan hubungan yang rusak. Dalam kehidupan sehari-hari, konflik dan kesalahpahaman adalah hal yang biasa terjadi, baik di tempat kerja maupun dalam keluarga. Ayat ini mengajarkan saya untuk tidak membiarkan perpecahan berlarut-larut, tetapi berusaha mencari damai dan kesatuan, terutama dengan orang-orang terdekat.
Sastra hikmat dalam Amsal juga menjadi panduan yang sangat relevan bagi saya. Dalam Amsal 1:7, "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan," saya diajak untuk selalu menjadikan Tuhan pusat dari setiap keputusan. Dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan, saya sadar bahwa kebijaksanaan yang sejati datang ketika saya menyelaraskan hidup dengan kehendak Tuhan. Ini membantu saya bersikap lebih bijaksana dalam menghadapi pilihan-pilihan praktis, seperti dalam mengelola keuangan, atau menjaga integritas di kampus.
Kitab Pengkhotbah, yang berbicara tentang waktu untuk segala sesuatu, membuat saya sadar akan pentingnya menjalani setiap fase kehidupan dengan penuh kesadaran. Ada masa-masa sukacita, tetapi ada juga saat-saat penderitaan yang tidak bisa dihindari. Dalam kehidupan pribadi, saya sering mengalami pergumulan yang menguji iman saya, tetapi Pengkhotbah mengajarkan saya bahwa semuanya berada dalam kendali Tuhan. Pemahaman ini memberi saya ketenangan saat menghadapi situasi sulit, karena saya tahu Tuhan memiliki waktu dan rencana yang sempurna.
Akhirnya, puisi Ibrani dan sastra hikmat mengajarkan saya untuk hidup dengan perspektif yang lebih luas, di mana segala sesuatu, termasuk penderitaan dan sukacita, adalah bagian dari perjalanan iman. Ini tidak hanya membantu saya untuk tetap bersandar pada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga memberikan harapan dan penghiburan dalam menghadapi ketidakpastian hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H