Cina memiliki beberapa alasan mengapa mereka memutuskan untuk menggunakan Twitter sebagai media diplomasi digital. Salah satunya yaitu karena Twitter menjajikan kemampuan jangkauan yang baik, dengan adanya hashtag yang memungkinkan Cina mendapatkan perhatian internasional atau basis pengguna twitter dengan cepat dan efektif.
Alasan kedua yaitu karena Twitter memungkinkan Cina untuk mengukur dan menyaring opini publik internasional. Twitter digunakan oleh diplomat Cina untuk mengukur dan memantau opini publik asing.
Untuk penggunaan Twitter secara resmi dari China ada kemungkinan bahwa anggota inti dalam lingkaran pembuatan kebijakan di China dapat mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan dari platform tersebut dalam hal diplomasi publik dan menolak anggapan China sebagai kritik yang tidak beralasan.
Penggunaan Twitter memiliki manfaat yang besar bagi Cina. Dengan adanya “Twiplomacy” warga negara termotivasi untuk aktif terlibat dalam debat mengenai kebijakan luar negeri dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
Jika warga negara merasa tidak puas dengan kebijakan saat ini ataupun kebijakan baru pemerintah, mereka dapat langsung mengirim tweet kepada kepala negara atau perwakilan pemerintah sehingga percakapan dapat terjadi. Twitter juga dapat digunakan untuk merespons masalah yang sedang terjadi dan memberikan dukungan kepada warga yang membutuhkan bantuan.
Adanya pandemi COVID-19 menyebabkan beberapa negara memiliki pandangan negatif terhadap Cina. Adanya tuduhan terhadap Cina karena dianggap sebagai penyebab terjadinya pandemi tersebut membuat sekiranya 14 negara besar memilki pandangan negatif terhadap Cina.
Citra negara Cina memburuk karena berbagai alasan, contohnya yaitu karena Cina dianggap tidak dapat menangani pandemi COVID-19 dengan baik. Dari 14 negara maju yang di survei, 61% beranggapan Cina memiliki cara kerja yang buruk dalam menghadapi pandemi COVID-19.
Cina memperbaiki citranya dengan cara mempengaruhi masyarakat dengan membangun konten viral dan menarik, hal ini guna menarik audiens untuk kembali terhubung dengan mereka. Cina juga memanfaatkan pengaruh jaringan dengan negara lain, Cina telah menggandeng media pemerintah dan akun resmi pemerintah Rusia, Venezuela dan Iran .
Untuk mengembalikan citra nya, Cina juga membuat teori konspirasi yang bertentangan, Cina menggunakan teori konspirasi tentang asal wabah virus corona yang berasal dari Amerika Serikat melalui juru bicaraya yaitu Zhao Lijian. China telah mengerahkan akun diplomatik dan media yang didukung negara untuk membantu meningkatkan teori-teori ini.
Ada kesamaan metode manipulasi informasi China dan pendekatan Rusia yaitu menggunakan saluran resmi untuk mempromosikan teori konspirasi, memperkuat situs web pinggiran, meragukan laporan resmi tentang peristiwa yang dipolitisasi, sebagian untuk menyoroti kelemahan politik barat dan menyebarkan "whataboutisme" untuk melawan kritik atas tindakan negaranya sendiri dan membingkai dirinya sebagai korban propaganda barat.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah diplomasi digital dan sarananya seperti platform media sosial Twitter dapat membawa dampak yang baik guna meluruskan masalah yang terjadi pada Cina. Dengan adanya strategi untuk mempengaruhi dan pencitraan, dapat membuahkan hasil yang baik bagi citra Cina.