Mohon tunggu...
Naomi Nicola
Naomi Nicola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Psychology Student

Undergraduate Psychology Student

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

The Silent Psychologist: Keajaiban Kamera dalam Proses Berduka

26 Agustus 2023   01:06 Diperbarui: 26 Agustus 2023   01:10 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah pernah terlintas di pikiran Anda bahwa kata "film dan kamera" bisa menjadi lebih dari sekedar hiburan? Bagi sebagian orang, film bukan hanya tentang cerita yang menghibur, tetapi juga menjadi sarana untuk memproses perasaan kesedihan. Pada tanggal 12 Juli 2023, dalam rangkaian acara Online Summer Lecture Series, saya memiliki kesempatan langka untuk mendengar pandangan dari seorang ahli. Sari Haragonics, seorang Filmmaker dengan gelar M. A., diundang untuk membahas topik menarik "Menggunakan Film utnuk Memfasilitasi Proses Berkabung Keluarga". Dalam diskusinya, Sari membuka pintu wawasan tentang bagaimana film bisa menjadi alat media untuk merasakan dan mengolah rasa berduka.

Sari Haragonics menjelaskan perspektifnya sebagai seorang pembuat film dalam membahas tema sensitif ini. Ia berbagi pengalaman pribadinya dalam menciptakan film dokumenter yang berfungsi sebagai wadah untuk mengungkapkan dan mengatasi perasaan berkabung. Dalam pandangannya, film bukan hanya tentang narasi visual, tetapi juga bisa menjadi cara untuk menggambarkan perasaan dan emosi yang mendalam. Menggunakan film sebagai sarana untuk merasakan dan mengatasi rasa berduka adalah konsep yang menggetarkan hati.

Namun, lebih dari sekedar pandangan pribadi, ini juga memiliki dasar psikologis yang kuat. Konsep ini mencerminkan prinsip terapi fotografi, dimana kamera digunakan sebagai alat untuk mendorong ekspresi emosi yang mungkin sulit diungkapkan dengan kata-kata. Studi yang menarik dilakukan dengan subjek bernama Maria, yang mengalami perasaan berkabung setelah kehilangan seorang teman. Dalam kasus ini, Maria diberi kesempatan untuk mengambil foto-foto yang bermakna baginya, dan melalui setiap gambat tersebut, dia mengekspresikan perasaan dan proses berduka yang tengah dialaminya. Hasilnya setiap foto mengandung pesan mendalam tentang perasaannya terhadap proses berkabung (Bresco & Bresco, 2021).

Pendekatan serupa juga diterapkan oleh Sari dalam film-film dokumenter yang dia ciptakan. Dia percaya bahwa kamera tidak hanya merekam gambar, tetapi juga jiwa dan emosi yang tersembunyi di dalamnya. Melalui medium ini, sesorang dapat merasakan dan memahami lebih dalam mengenai perasaan mereka sendiri. Proses ini tidak hanya memungkinkan individu untuk mengatasi rasa berduka mereka, tetapi juga memberikan kesempatan untuk menghormati dan merayakan kehidupan yang telah berlalu. 

Dalam dunia di mana kita seringkali cenderung menyembunyikan emosi kita, menggunakan film sebagai alat untuk merasakan dan mengolah rasa berduka mungkin terdengar revolusioner. Namun, gagasan ini memiliki daya tariknya sendiri. Film memiliki kekuatan untuk menginspirasi empati, menghubungkan manusia melalui pengalaman bersama, dan membantu kita merayakan sisi manusiawi yang mendalam. Pendekatan ini juga mengingatkan kita bahwa meluapkan perasaan bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah langkah penting dalam menjalani proses berkabung yang sehat.

Dalam perjumpaan dengan Sari Haragonics dalam Online Summer Lecture Series, pandangan saya tentang film mungkin akan mengalami perubahan. Film tidak hanya merupakan hiburan dangkal, tetapi juga merupakan cerminan perasaan dan emosi manusia. Mungkin saat menonton film berikutnya, kita akan lebih peka terhadap makna yang lebih dalam di balik ceritanya. Dan mungkin, kita juga akan merasa lebih terhubung dengan para pembuat film yang dengan penuh semangat menciptakan karya untuk membantu kita merasakan dan mengatasi berbagai aspek kemanusiaan, termasuk rasa berduka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun