Mohon tunggu...
Naomi Zakina
Naomi Zakina Mohon Tunggu... -

pwk ITS 2014

Selanjutnya

Tutup

Money

Alternatif Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Pembiayaan Pembangunan Jalan Luar Lingkar Timur

18 Desember 2016   14:34 Diperbarui: 18 Desember 2016   14:52 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pola pikir yang berkembang di khalayak umum mengenai pembiayaan pembangunan infrastruktur hingga saat ini ialah semua bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Ini berawal dari anggapan bahwa aset infrastruktur merupakan aset negara sehingga pembangunannya juga harus sitanggung oleh pemilik aset. Pada dasarnya, aset infrastruktur dipegang oleh negara dengan maksud untuk menghindari adanya rivalitas tidak sehat dan penyaluran pelayanan yang merata kepada masyarakat. Contoh nyatanya ialah mengenai penyediaan infrastruktur jalan.

Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2015-2019 yang menyebutkan kebutuhan pendanaan infrastruktur prioritas mencapai 4.796 triliun rupiah dengan kebutuhan pendanaan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat sebesar 1.915 triliun rupiah. Sementara total anggaran pendapatan APBN yang tersedia di kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hanyalah 1.289 triliun. Apabila diamati, gap yang belum terpenuhi cukuplah besar sehingga diperlukan upaya kreatif dalam rangka menutup kebutuhan tersebut.

Salah satu contoh kasus pembangunan infrastruktur jalan tol yang saat ini memasuki proses pengajuan permohonan dana pembiayaan melalui APBN ialah pembangunan jalan luar lingkr timur Sidoarjo, Jawa Timur. Program pembangunan jalan ini dimaksudkan untuk menopang rencana pembangunan Bandara Juanda III dan masuk dalam Peraturan Daerah Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Sidoarjo yang berlaku hingga tahun 2029. Diawal proses realisasi pembangunan JLLTS ini, Pemkab Sidoarjo dihadapkan pada beberapa kedala antara lain proyek tersebut menghabiskan anggaran yang terlalu besar, sedangkan APBD Sidoarjo masih terbatas. Sigit mengatakan bahwa perlu dilakukan sharing dana dengan PemProv Jatim dan Pemerintah Pusat (Rouf, 2016). Selain itu, proses pembebasan lahan pun juga mengalami hambatan dimana lahan desa yang bisa dibebaskan masih berjumlah 3 desa padahal dalam dalam RTRW dikatakan bahwa JLLTS akan mencapai panjang hingga 8,8 kilometer (ISY, 2016).

Mei lalu rencana pembangunan JLLTS sudah diajukan ke Pemprov Jatim. Tidak berhenti hingga Pengprov Jatim, Pemkab Sidoarjo kini sedang menunggu proses pengajuan alih kelola pembangunan JLLTS oleh pemerintah pusat (NIK, 2016). Selain mencoba mengajukan alih kelola pembangunan, Pemkab Sidoarjo juga mengajukan pinjaman dana sebesar Rp 700 M kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Terakhir, Kamis 1 Oktober lalu, Sigit mendampingi tim peninjau dari PT SMI menuju lokasi proyek pembangunan JLLTS di Kecamatan Candi hingga Desa Prasung, Buduran.

Akan lebih baik jika pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengambil alternatif untuk melakukan skema pembiayaan pemangunan dengan pihak badan usaha, yakni kerjasama bentuk konsesi antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan pihak Swasta, yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Karena saat ini, pembagian APBN benar-benar telah diratakan pada hampir keseluruhan wilayah Indonesia untuk pemerataan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dengan kata lain, pembagian APBN benar-benar telah diratakan pada hampir keseluruhan wilayah Indonesia sehingga peluang untuk mendapatkan sokongan dana pembangunan adalah kecil. Selain itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga berupaya memangkas anggaran negara hingga 50% untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri. Dengan demikian, anggaran pembangunan JLLTS dalam APBD Kabupaten Sidoarjo dapat dialihkan pada program lainnya, mengingat Kabupaten Sidorajo juga sedang menjalankan megaproyek pembangunan Jalan Lingkar Barat dan Frontage Roadserta pembangunan atau peningkatan pelayanan publik lainnya.

Keuntungan yang dapat diperoleh Pemkab Sidoarjo apabila melakukan kerjasama (konsesi) pembiayaan pembangunan dengan pihak swasta antara lain

  • Tercukupinya kebutuhan pendanaan yang berkelanjutan yang menjadi masalah utama Pemkab Sidoarjo dalam pembangunan infrastruktur
  • Dana pembangunan JLLTS (hingga akhir sepanjang 8,8 km) serta rencana pelebaran JLLTS sebesar 14 m (masing-masing ruang akan dilebarkan 7 m) sepanjang 200 m jalan.
  • Meningkatkan kuantitas, kualitasn dan efisiensi pelayanan melalui persaingan yang sehat
  • Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur
  • Karena selama jangka waktu tertentu pengelolaan operasional insfrastruktur akan dikuasai oleh pihak swasta (PT SMI) hingga pihak swasta mendapatkan kembali modal pembiayaan yang telah dipinjamkan kepada Pemkab Sidoarjo.
  • Mendorong prinsip “pakai-bayar” atau sejenis retribusi dan dalam hal tertentu dipertimbangkan kemampuan biaya pembayaran dari masyarakan pengguna JLLTS kelak.

Maka dari itu, Pemkab Sidoarjo perlu menciptakan keadaan kondusif bagi PT SMI sebagai investor dengan cara menentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam realisasi pembangunan nanti. Hal lain yang perlu diperhatikan pula ialah jangka waktu perjanjian konsesi. Apabila jangka waktu yang disepakati cukup lama, akan tercipta kondisi insentif yang layak bagi pihak swasta dalam berinvestasi dalam proyek tersebut. Sebaliknya, apabila jangka waktu konsesi yang ditawarkan terlalu singkat dikhawatirkan akan muncul masalah terkait kurang insentifnya (laba/keuntungan) pihak swasta dalam berinvestasi pada proyek tersebut, dengan kata lain, biaya yang diterapkan pihak swasta selama mengoperasionalkan infrastruktur guna mengembalikan modal pinjamannya akan semakin tinggi. Hal ini akan merugikan masyarakat pengguna infrstruktur tersebut (a.k.a biaya jalan semakin mahal).

Untuk mempermudah alur kerjasama dan proses pelelangan investasi, akan lebih baik jika terdapat wadah atau lembaga yang mengkoordinir investasi melalui Badan Usaha. Seperti halnya JICA dari pemerintah Jepang, yang didirikan untuk membantu pelaksanaan proyek kerjasama pembangunan negara-negara berkembang.

Namun demikian, perlu dilakukan beberapa tindakan preventif guna mencegah prakterk monopoli dalam pelaksanaan skema PPP, seperti menyediakan beberapa alternatif penyediaan jasa pada dua belah pihak, menghindari penggunaan kriteria tender/lelang yang dapat diubah ditengah pelaksanaan konsesi, adanya kebijakan yang mengikat bagi pihak yang melanggar perjanjian tersebut, serta menetapkan hak dan kewajiban yag jelas bagi masing-masing pihak.

Naomizakina-3614100066

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun