Kota Pusaka adalah kawasan yang memiliki kawasan cagar budaya dan/atau bangunan cagar budaya yang bernilai penting bagi kawasan tersebut dan menerapkan kegiatan penataan dan pelestarian pusaka sebagai strategi utama pengembangannya (Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015). Nilai budaya yang dimaksud dapat berupa nilai fisik seperti bangunan dan/atau non fisik seperti nilai sejarah, estetika, sains, sosial dan spiritual.
Wonosobo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang ditunjuk pemerintah sebagai Kota Pusaka. Wonosobo memiliki rantai sejarah kepusakaan yang panjang bemula dari daerah Di-Hyangatau Dieng dimana pusat pemerintahan pemerintah Kerajaan Mataram Kuno Dinasti Sanjaya hingga pembentukan Kabupaten Wonosobo beserta pemindahan pusat pemerintahannya. Tak hanya itu, warisan alam dan budaya seperti upacara ruwat rambut gimbal, Tari Lengger, Bukit Sikunir, Telaga Cebong, Telaga Warna, Telaga Pengilon dan Telaga Menjer menjadi nilai tambah Wonosobo sebagai Kota Pusaka.
(a) Telaga Warna; (b) Tari Lengger; (c) Upacara Ruwat Rambut Gimbal
Dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) terdapat beberapa tahapan yang harus ditempuh untuk mewujudkan pelestarian kawasan cagar budaya yaitu, pengajuan proposal komitmen, penyusunan RAKP, penandatanganan perjanjian komitmen Kota Pusaka, penyusunan RTBL, penyusunan rencana teknis, pembangunan fisik dan replikasi serta upscalling. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai RTBL Kota Pusaka Wonosobo.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan sebuah dokumen panduan rancang bangun suatu kawasan yang disusun untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan. Berbeda dengan penyusunan RTBL pada umumnya, dalam penyusunan RTBL Kota Pusaka Wonosobo digunakan pendekatan Heritage Urban Lanscape(HUL). Pendekatan ini menganggap keanekaragaman budaya dan kreativitas sebagai modal utama bagi pembangunan manusia, sosial dan ekonomi. Melalui berbagai pertimbangan signifikansi nilai pusaka, didapatkan lokasi perencanaan Kota Pusaka di Desa Sembungan.
Proses penyusunan rencana dimulai pada tahap pengumpulan data yang dilakukan dengan dua cara yaitu, survey primer dan survey sekunder. Teknik pengumpulan data primer yang ditempuh meliputi metode pengamatan langsung terhadap kondisi kawasan perencanaan, metode wawancara, dan FGD. Peserta yang terlibat dalam proses FGD antara lain Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan komunitas masyarakat pegiat sejarah Wonosobo.
Gambar2Â Proses Survey Primer
(a) Survey bangunan; (b) Pelaksanaan Upacara Ruwat Rambut Gimbal; (c) FGD
Sumber : Penulis, 2017