Alam sepertinya enggan memberi kesempatan untuk melihat tanda setiamu, yang tak pernah berhenti memberiku mentari dan hangatnya di tiap pagimu. Di luar sana tetap saja hujan dan langit pun masih saja mendung. Alam tak mebiarkanmu cerah dalam hari terakhirmu padaku sobat. Pagi ini ku sapa dirimu “sobat”, karena dalam waktu kau selalu “bersahabat”; TAHUN. Cemburukah dia akan kebersamaan kita dan setiamu selama ini? Tak taukah dia sesaat lagi kau pun berlalu?
Satu per satu hari terkikis dan angin pagi membisikan padaku untuk coba memberi sedikit goresan tanda kenangan kisah kita yang sebentar lagi kan berlalu. Maaf, diriku tak akan mampu selamanya dalam-mu karena waktu dengan jati dirinya yang selalu berjalan. Sang waktu menggandengku dan sedikit memaksaku untuk pergi serta berjalan ke depan meninggalkanmu.
Ku pasti mengenang mu sobat kala waktu mengajak ku bernostalgia. Kan ku kenang dirimu dan segala yang kau berikan padaku. Ada saat juga sempat ku mengisi keberadaanmu dalam pekat dan terang tingkahku. Dan sesaat lagi kau pun berlalu………….
Kita telah sepakat untuk tak menagisi perpisahan ini, meski hujan di pagi ini kubaca sebagai tangismu. Yakinlah sobat, sudah yang berawal tentu kan berakhir. Tak perlu kita tangisi dan menertawai apa yang terjadi di antara kita. Diriku hanya memampukan rasa agar mensyukuri apa yang sudah terjadi. Tak tahu apa maumu. Mungkin kita tak sepaham soal ini, tapi berharap semoga kita sehati.
Sobat, kan ku bawa beberapa kisah kita sebagai bekal perjalanan besama saudaramu yang baru, yang sepertinya lebih tua darimu. Kenanglah aku karena dirimu pasti selalu terkenang, karena dalammu banyak cerita indah.
Sobat, ini hanya sedikit catatan kaki yang ku anggap mewakili seluruh cerita kita dalam beberapa purnama, dalam siklusmu. Selamat tinggal kan ku ucapkan sebentar lagi.
Dan kau pun berlalu………….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H