Mohon tunggu...
Nanoe Rolin
Nanoe Rolin Mohon Tunggu... -

Greatest Allah - Muhammad, pengagum sepertiga malam di bumi Alloh

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menjejak Semangat Sang Paskibraka di Setapak Impian

1 Agustus 2013   16:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:44 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_278863" align="aligncenter" width="200" caption="Tim Bangsa yang bertugas pagi hari"][/caption]

Entahlah, saya selalu suka dengan Agustus. Agustus untuk saya selalu terasa istimewa. Selalu terasa unik. Banyak kenangan dan cerita yang tidak bisa begitu saja saya lupakan tentang Agustus.

Cerita berawal dari keisengan saya mengikuti seleksi Paskibraka di sekolah. Kala itu, medio Maret 2006, saya baru usai ujian mengaji Quran, ketika seleksi tengah berlangsung. Saya yang penasaran dengan seleksi tersebut, langsung bertanya ke teman-teman Paskibra Sekolah yang memang telah siap untuk mengikuti seleksi. Dengan khas Paskibra, rambut cepak, sepatu pantovel, dan sikap tegas mereka menyambut seleksi, hal yang sempat membuat nyali saya ciut mengingat saya hanya memakai sepatu warior ‘North Star’ dengan penampilan yang sangat biasa.

Bermodal coba-coba, saya yang berpostur 172 cm/59 kg kala itu ingin meramaikan bursa seleksi. Mengikuti seleksi, bukan perkara mudah, dari 60 orang partisipan, ternyata hanya 16 orang yang lolos. Di antara 16 orang, ternyata muncul nama saya, di rangking paling buncit, rangking-16!!!

Haha, menggembirakan walaupun berada di urutan terbawah. Tapi, dari sini saya terpacu untuk tidak sekedar iseng dan coba-coba saja. Allah memberikan saya kesempatan. Karena itu, saya mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Tidak hanya PBB (Peraturan Baris-Berbaris) yang saya pelajari, tapi wawasan nasional/daerah, pariwisata daerah, budaya, sampai keterampilan pun saya persiapkan. Tak sungkan saya diskusi dengan adik kelas yang juga anggota Paskibra sekolah, yang sejak SD sampai SMA 1 sekolah dengan saya, sebut saja namanya Yudi.

Alhamdulillah, tak ada yang sia-sia. Di seleksi kabupaten, dari sekitar 300 peserta hanya 40 orang yang berhak lulus. Kebanggaannya, saya menjadi peserta terbaik, rangking 1 dari 40 orang.

Incrediblebuat saya. Seleksi selanjutnya adalah seleksi provinsi dimana hanya ada 10 orang putra & 10 orang putri dari 40 orang tadi yang akan bertarung untuk menjadi Pengibar di tingkat provinsi. Materi seleksi lebih kepada kepribadian & kepemimpinan itu sendiri. Alhasil, ada 4 orang yang lolos, 2 putra dan 2 putri. Yang menjadi kebahagiaan saya waktu itu, bukan hanya karena saya di rangking 1, tapi juga ‘guru’ saya, Yudi, ‘mendampingi’ saya lolos ke tingkat provinsi. Dan 2 orang putri juga diraih oleh siswi yang satu sekolah dengan saya. Suatu hal yang bukan kebetulan tentunya.

Sejak itu, motivasi saya berubah total. Dari ikut-ikutan menjadi gak sekedar ikutan seleksi. Porsi untuk persiapan pun saya tambah dengan tujuan ketika hari H, saya benar-benar well prepare. Bersama Yudi, kami intensifkan untuk wawasan kebangsaan dan promosi pariwisata/kebudayaan.

Ketika tiba waktu seleksi tingkat Nasional, yang mana pesertanya berasal dari pelajar di seluruh kabupaten/kota di NTB, saya tak begitu yakin untuk lolos, melihat potensi dari masing-masing peserta. Ada 32 peserta dengan tingkat kemampuan di atas rata-rata menurut saya. Saya bahkan sempat pesimis dengan nada gurauan ke sesama peserta seleksi yang 1 kamar dengan saya, “bro, kayaknya saya bakal balik ke kabupaten deh..temen-temen disini hebat-hebat. Tapi, kalo saya gak balik ke kabupaten, mungkin saya yang ke nasional. Hehe.” Saya pun cengengesan nyengir kuda supaya gak terlihat nervous.

Ternyata pesimistis yang saya rasakan berbanding terbalik dengan semangat yang saya tunjukkan. Dalam prosesnya, saya bersama Yudi masuk nominasi 4 besar untuk dipilih 1 orang yang akan berangkat ke nasional, bersama 2 orang wakil dari kabupaten lain. Saya sangat enjoy menikmati seleksi itu, dan alhamdulillah dalam perjalanannya, saya bersama Febriani Jayanti dari Kab. Sumbawa terpilih menjadi Paskibraka Nasional 2006.

Memang, sebelum berangkat, seperti biasa saya minta restu Emak untuk suksesnya seleksi, dan sekali lagi saya bisa untuk meng-explore kemampuan saya tanpa ada beban yang terlalu berarti. Saya percaya ‘doa emak’ yang menyokong semuanya. Speechless, namun sanggup mematahkan prediksi banyak orang yang mematok saya takkan lolos seleksi bahkan di tingkat kabupaten.

Di Jakarta, pengalaman saya bertambah setelah ditempa di ‘desa bahagia’ ala Paskibraka. Ternyata, baru sekarang saya sadari kalau ada kebanggaan saya pernah menjadi bagian dari sejarah, menjadi pusat perhatian, mengibarkan Sang Saka di ‘tiang’ tertinggi, di tempat yang ‘sakral’, di tempat pemimpin negeri ini  ‘mengendalikan’ kegiatan kenegaraan, Istana Negara.

[caption id="attachment_278867" align="aligncenter" width="302" caption="Paskibraka Nasional 2006"]

13753488811826542230
13753488811826542230
[/caption]

Roman saya bergidik jika mengingat semuanya, karena tak banyak orang bisa menjalankan tugas mulia itu. Setelah sukses mengibarkan Sang Saka, kami diberikan ‘mandat’ menjadi Duta Belia Indonesia ke China & Hongkong. Suatu berkah yang komplet. Persis dengan mimpi seminggu sebelum berangkat ke Jakarta, mengunjungi rumah China yang langsung disuguhi makanan khas Chinese.

Ahh, sungguh pengalaman yang tak mungkin terulang lagi. Tak ada keraguan dengan keyakinan saya,

“ada kuasa Allah di setiap usaha manusia”.

Sesaat saya menerawang langit-langit kamar, terjerumus dalam blackhole impian yang senantiasa menggerus.

Ziarah ke Makam Nabi, tawaf di Masjidil Haram, meng-haji-kan emak, beasiswa di Australia, foto di Patung Merlion, menonton show di Opera House Sydney, bermain di ladang New Zealand, tour Europe, dan menonton Inter Milan di San Siro Milan..hahhh…sungguh melimpah impian ini, namun saya tetap yakin akan kuasa Allah.

Tak ada yang salah dengan mimpi yang ‘terlalu’ banyak ini. Toh, saya juga tidak bayar untuk mimpi ini. :)

Yang salah adalah ketika mimpi itu tetaplah mimpi tanpa ada ikhtiar untuk meraihnya.

Saya dedikasikan untuk emak, yeyen, keluarga, sahabat, dan semua yang senantiasa mendukung langkah saya.

Untuk mereka yang lebih banyak mencibir pilihan langkah saya, semoga masih tetap eksis, agar bisa melihat saya meraih mimpi saya kelak.

Trust me, Impossible is nothing.

Semoga menginspirasi & semoga tulisan ini bukan kendaraan menjadikan saya riya’ yaa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun