[caption id="attachment_235408" align="alignleft" width="300" caption="Panen di Sambas - Kalimantan Barat"][/caption] Tidak pernah terlintas di pikiran jika "Indonesia Tanpa Hutan ?"... Untuk membayangkan saja sudah takut meskipun hal itu perlahan sudah terjadi dengan makin berkurangnya kawasan hijau menjadi perkebunan sawit. Bagaimana dengan nasib ribuan pekerja yang berada di industri perkayuan yang kekurangan bahan baku, para rimbawan yang tidak lagi berada di antara pepohonan, flora dan fauna yang khas Indonesia yang akan punah, keseimbangan ekosistem yang pastinya akan timpang, masyarakat sekitar hutan yang akan kebingungan karena tidak ada lagi tempat bernaung, bakal anak-cucu yang juga bingung mendengar orang tuanya memberikan gambaran tentang hutan... Tidak berani saya membayangkan hal itu akan terjadi. Wallahu Alam. Saat ini mari bersama menghutankan kembali hutan yang telah rusak dengan tanaman produktif dengan usia panen yang pendek agar hal kita takutkan tidak akan terjadi, dengan cara masing-masing. Beberapa waktu yang lalu di blog ini saya juga pernah menulis tentang perjuangan masyarakat sebuah dusun di Kalimantan Barat yang berjuang bersama menghijaukan eh salah, menghutankan kembali hutan yang rusak di sekitar tempat tinggal mereka dan pada saat bersamaan juga berjuang melawan raksasa kapitalis sawit... (http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/08/17/sengon-di-tengah-gempuran-sawit-487069.html). Pengetahuan saya yang amat terbatas ini tidak melihat manfaat yang baik "SAWIT" bagi ekosistem. Sifat sawit yang rakus tidak akan memperbolehkan ada tanaman lain untuk hidup disampingnya, karena sifat tersebut tumpang sari adalah hal yang mungkin untuk dilakukan, biaya perawatan yang mahal juga salah satu hambatan bagi masyarakat untuk menanamnya, dengan waktu panen yang relatif lama sawit juga menjadi salah satu alasan masyarakat dengan kemampuan modal terbatas untuk tidak menanamnya kecuali ada bantuan dari pemodal yang sampai saat ini masih tidak menguntungkan para pekebun sawit. Istilah saya bagi perkebunanan sawit adalah "PADAT MODAL BUKAN PADAT KARYA" karena serapan modal besar tidak berimbang dengan serapan tenaga kerja. Contohnya adalah perkebunan karet, sengon, atau tanaman dengan usia produktif (panen) yang relatif pendek 4-6 tahun yang juga mempunyai tambahan manfaat untuk menghutankan kembali lahan yang rusak karena penebangan kayu yang tidak terkendali di masa terdahulu, memperbaiki kembali struktur tanah yang telah rusak karena unsur hara yang berkurang/hilang, mengurangi dampak penggunaan pupuk kimia di alam sekitar, bagi masyarakat sekitar hutan memberikan hasil tambahan karena sistem tumpang sari memungkinkan untuk dilakukan (misalnya menanam nanas, lombok, jahe, kunyit atau tanaman rimpang yang lain di sekitar tegakan pohon), Daun busuk sengon atau karet lebih cepat menjadi kompos yang juga berfungsi sebagai pupuk alami, industri perkayuan yang terus memperoleh bahan baku bagi kebutuhan industrinya. Dan banyak lagi manfaat yang lain. Penanaman pohon yang usia produktifnya pendek berarti juga ikut menjaga tanaman alam lain yang berumur ratusan tahun, karena saat ini seiring dengan berjalannya waktu kesadaran masyarakat sekitar hutan bahwa ketergantungan mereka dengan hutan amat tinggi, mereka merasakan jika sungai makin dangkal hingga ikan mulai sulit dicari, banjir, tanah longsor dan lainnya. sudah barang tentu jika menanam tanaman produktif seperti sengon, jabon, atau karet akan merasakan banyak manfaat tambahan tanpa merusak tanaman alam lain yang usianya sudah ratusan tahun. [caption id="attachment_235409" align="alignleft" width="300" caption="Sengon di Morotai - Maluku Utara"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H