Mohon tunggu...
NANING Biyati
NANING Biyati Mohon Tunggu... Guru - guru

Humanis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alih Kode dalam Pembelajaran

23 November 2024   09:06 Diperbarui: 23 November 2024   09:10 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ALIH CODE PADA PROSES PELAJARAN BAHASA INDONESIA 

Kompetensi dan keterampilan berbicara merupakan bagian penting dari pengajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Merdeka jenjang SMA yang menjelaskan bahwa tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik mampu mengkreasi ungkapan sesuai dengan norma kesopanan dalam berkomunikasi. Dalam Capaian Pembelajaran Fase E atau kelas X Kurikulum Merdeka, elemen berbicara dan mempresentasikan  disebutkan bahwa Peserta didik mampu mengolah dan menyajikan gagasan, pikiran, pandangan, arahan atau pesan untuk tujuan pengajuan usul, perumusan masalah, dan solusi dalam bentuk monolog, dialog, dan gelar wicara secara logis, runtut, kritis, dan kreatif. Peserta didik mampu mengkreasi ungkapan sesuai dengan norma kesopanan dalam berkomunikasi. Peserta didik berkontribusi lebih aktif dalam diskusi dengan mempersiapkan materi diskusi, melaksanakan tugas dan fungsi dalam diskusi. Peserta didik mampu mengungkapkan simpati, empati, peduli, perasaan, dan penghargaan secara kreatif dalam bentuk teks fiksi dan nonfiksi multimodal.

Menurut Retno dkk, keterampilan berbicara adalah keterampilan berbahasa produktif yang digunakan untuk mengungkapkan secara lisan pikiran dan perasaan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat produktif yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, pikiran, dan perasaan secara lisan kepada lawan bicara. Iib Marzuqi dalam bukunya yang berjudul Keterampilan Berbicara menyampaikan bahwa keterampilan berbicara dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu (1) berdasarkan situasi pembicaraan, (2) berdasarkan tujuan pembicara, (3) berdasarkan jumlah penutur, dan (4) berdasarkan metode yang digunakan (2019 : 6).

Kemampuan berbicara yang baik adalah aset berharga dalam berbagai aspek kehidupan. Pada umumnya setiap guru bahasa dan sastra Indonesia mengharapkan semua peserta didiknya  memiliki kompetensi berbisara yang bagus. Dengan mengasah keterampilan ini, Anda akan lebih percaya diri, mampu membangun hubungan yang lebih baik, dan membuka peluang baru. Namun apabila dicermati dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, tidak semua peserta didik  memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi secara lisan.  Meskipun ada beberapa peserta didik yang secara alami pandai berbicara, sebagian besar orang perlu belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan ini. Kemampuan berbicara merupakan keterampilan yang sangat berharga dan dapat dipelajari oleh siapa saja. Dengan latihan yang konsisten, peserta didik dapat menjadi komunikator yang lebih efektif dan percaya diri.

Menumbuhkan keterampilan berbicara pada peserta didik memerlukan perjuangan dan komitmen yang sungguh-sungguh dari guru Bahasa Indonesia. Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, namun masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan keterampilan berbicara yang efektif. Beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh peserta didik antara lain keterbatasan kosakata yang dimiliki membuat peserta didik kesulitan menyampaikan ide dengan jelas dan menarik. Selain itu, penggunaan bahasa daerah yang dominan di lingkungan sekitar dapat menghambat penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Keluhan tentang rendahnya keterampilan berbicara peserta didik, juga sering dialami oleh beberapa guru pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMA membutuhkan upaya bersama dari guru, siswa, orang tua, dan lingkungan sekolah. Jenjang sekolah menengah atas memiliki  Namun, di sisi lain berdasarkan kondisi objektif yang ada harus diakui bahwa guru atau pengajar kurang intensif terhadap penanganan pembelajaran berbicara. Pemilihan metode yang kurang tepat, pengelolaan pembelajaran yang kurang optimal, rendahnya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk berlatih dalam mengutarakan pendapatnya merupakan penyebab lain dari kegagalan peserta didik dalam berbicara. 

Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab kurangnya keterampilan berbicara pada peserta didik jenjang SMA diantaranya adalah rendahnya pengetahuan tentang kaidah bahasa yang benar, minimnya penguasaan kosakata peserta didik, dan terbatasnya pengetahuan atau pengalaman yang akan disampaikan kepada lawan bicara atau pendengar, peserta didik seringkali kesulitan menyesuaikan penggunaan bahasa dengan situasi dan lawan bicara yang berbeda.  Hal ini disebabkan karena dalam pergaulan sehari-hari mereka menggunakan bahasa daerah  sebagai bahasa pergaulan, namun bahasa yang mereka kuasai yaitu bahasa daerah yakni bahasa Jawa jarang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.  

Di Kabupaten Blora, bahasa yang digunakan sebagai bahasa pergaulan adalah bahasa Jawa. Maka secara otomatis peserta didik sekolah menengah atas khususnya di SMAN 1 Blora menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan baik di rumah mapun di sekolah. Bahasa Indonesia hanya digunakan pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, sedangkan saat istirahat dan beraktivitas dil uar kelas  peserta didik menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa Jawa. Sebagian besar warga sekolah termasuk guru, karyawan, dan tenaga kependidikan juga menggunakan bahasa daerah saat berbicara dengan peserta didik. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya keterampilan berbicara bahasa Indonesia di SMAN 1 Blora. 

Jika diamati secara cermat, tampak pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di kelas, peserta didik hanya duduk dan mendengarkan penjelasan dari guru dengan baik, namun kurang responsif jika diberi pertanyaan atau diminta untuk menyampaikan pendapat.  Banyak peserta didik yang lebih sering pasif dalam pembelajaran, sehingga kurang memiliki kesempatan untuk berlatih berbicara secara aktif. Apalagi ketika peserta didik diminta memberi masukan, tanggapan atau menyampaikan pertanyaan sebagai upaya menumbuhkan karakter berpikir kritis, mereka tampak kesulitan, bahkan ada peserta didik yang terbata-bata dan tidak bisa  menyelesaikan kalimatnya. 

Salah satu upaya guru dalam mengatasi kesulitan tersebut adalah guru cenderung dwibahasa saat menyampaikan materi pelajaran di kelas, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dengan kata lain, guru beralih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dikuasai sebagian besar peserta didik atau sebaliknya. Karena itu, alih kode tidak dapat dihindari. Rahardi dalam Sulistyowati menyatakan bahwa alih kode merupakan pilihan secara bergantian dalam dua bahasa atau lebih, variasi-variasi pada bahasa yang sama atau gaya-gaya bahasa. Peristiwa alih kode seperti ini dapat disebut sebagai peralihan pilihan kode bahasa, meliputi bahasa, variasi bahasa, atau ragam bahasa pada sebuah bahasa tertentu dari pilihan kode bahasa yang berupa bahasa, variasi bahasa, atau ragam bahasa pada bahasa lain dalam sebuah peristiwa tutur. (2024 : 21)

Keterampilan berbahasa terdiri dari keterampilan berbahasa secara tertulis dan keterampilan berbahasa secara lisan. Klasifikasi seperti ini dibuat berdasarkan pendekatan komunikatif. Keterampilan berbahasa secara tertulis terdiri dari keterampilan membaca dan menulis. Pada jenjang SMA keterampilan menulis ini terkait dengan menyampaikan gagasan secara kritis dan kreatif dari proses berfikir ke dalam bentuk tulisan. Sedangkan keterampilan berbahasa lisan terdiri dari menyimak dan berbicara.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan uraian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk  mengetahui gambaran alih kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan menguji pengaruh alih kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia terhadap keterampilan berbicara peserta didik kelas X 5 SMAN 1 Blora Kabupaten Blora.  

Alih kode

Alih kode merupakan proses peralihan kode dari satu kode ke kode lainnya, baik pada tataran antar bahasa, antar varian, baik secara regional maupun sosial, antar register, antar ragam, dan antar corak. Pengertian alih kode secara umum adalah pergantian penggunaan dua bahasa atau lebih dan peralihan dari variasi bahasa dan juga ragam bahasa (Ansar, 2017).

Penelitian tentang alih kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia peserta didik kelas X 5 SMAN 1 Blora  menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif mengarah pada gambaran yang rinci dan mendalam tentang keadaan yang sebenarnya terjadi setelah apa yang terjadi di lapangan penelitian. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi, menganalisis, dan menjelaskan wujud alih kode dan campur kode pada bahasa yang digunakan.

Yang dimaksud  alih kode dalam penelitian ini adalah terjadinya pemakaian dua bahasa yakni antara penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa dalam situasi pembelajaran di kelas. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah tindak tutur pada proses pembelajaran bahasa Indonesia Kelas X Fase E,  dengan materi mempresenatasikan infografis tema fenomena sosial.

Alih kode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

Selama pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X 5 (fase E) SMAN 1 Blora semester II tahun ajaran  2024/2025 menunjukkan bahwa peserta didik masih menggunakan dua bahasa (bahasa Jawa dan bahasa Indonesia) sebagai alat komunikasi terutama saat presentasi dan pengantar pembelajaran. Hal ini disebabkan adanya faktor kebiasaan dalam penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Oleh sebab itu terjadi alih kode dalam pembelajaran pada peserta didik kelas X 5  semester genap tahun ajaran2024/2025 SMAN 1 Blora. Alih kode yang dimaksud adalah berupa peralihan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia maupun sebaliknya. Berikut ini peristiwa tutur yang mengandung alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dan sebaliknya pada peserta didik kelas X 5  semester genap tahun ajaran 2024/2025 SMAN 1 Blora.

Alur terjadinya peristiwa tutur pada pembelajaran bahasa Indonesia elemen berbicara dan mempresentasikan fase E di kelas X yaitu saat salah satu peserta didik yang bernama A mempresentasikan infografis bertema kewirausahaan. Setelah mempresentasikan materi, ada sesi tanya jawab, presenter mempersilakan teman-temannya untuk bertanya. Peserta didik yang presentasi mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan dan disela-sela menjawab peserta didik beralih menggunakan bahasa  Jawa. Kemudian siswa yang bertanya kembali menanggapi dengan menggunakan bahasa  Jawa.

Data 1

Siswa A

"Sampai disini mungkin ada rekan-rekan yang mau bertanya?

Siswa B

" Baik terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan oleh Arka, jadi disini saya akan menanyakan bagaimana sih definisi intolerasi dalam lingkungan sekolah?"

Siswa A

" Menurut saya intoleransi dalam lingkungan sekolah adalah sebuah pandangan, paham tentang perilaku yang mengabaikan seluruh nilai-nilai toleransi seperti tidak adanya empati pada seseorang. Dalam lingkungan sekolah contohnya bentuk deskriminasi, perundungan, dan pengucilan terhadap siswa yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Apakah rekan B paham? Mudheng opo ora?"

Siswa B

"Sebenarnya saya sudah paham, tetapi ono siji sing durung tak pahami."

Siswa A

"Sing endi?"

Siswa B

"Coba sebutkan contoh konkrete?"

Siswa A

"Contoh konkrete koyo diskriminasi, perundungan, dan pengucilan terhadap siswa yang memiliki latar belakang berbeda dengan kita, atau komunitas yang berbeda dengan kita. Apakah sudah paham?"

Siswa B

"Sudah paham."

Data 1. merupakan proses komunikasi dua peserta didik yaitu peserta didik A dan B. Pada kegiatan pemebelajaran di kelas dengan materi mempresentasikan infografis tentang fenomena sosial, tepatnya setelah kelompok 1 selesai melakukan presentasi.  Peristiwa yang menunjukkan alih kode yang ditemukan peneliti pada tuturan antara peserta didik A dan peserta didik kelas B yang menjadi audiens. Peristiwa alih kode ini terjadi ketika presentator (Peserta didik A) melakukan presentasi dengan bahasa Indonesia akan tetapi saat merespon pertanyaan peserta didik B, ia menggunakan bahasa Jawa.

Alih kode yang terjadi tampak saat peserta didik A menawarkan kepada rekan-rekannya dalam satu kelas untuk mengajukan pertanyaan. Penawaran oleh peserta didik A dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dan Siswa B juga mengajukan   pertanyaan dengan bahasa Indonesia. Siswa A menjawab pertanyaan dengan bahasa Indonesia, tetapi diakhir kalimatnya menggunakan bahasa Jawa, Mudheng opo ora?   Kalimat tersebut sebagai bentuk alih kode dari bahasa bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.  Hal ini disebabkan oleh peserta didik A berusaha untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada penanya yakni peserta didik B sehingga ia mengalih kodekan bahasa Indonesia menjadi bahasa Jawa. Alih kode ini berbentuk alih kode internal yaitu dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Percakapan selanjutnya juga terjadi alih kode lagi yaitu pada kalimat "Sebenarnya saya sudah paham, tetapi ono siji sing durung tak pahami." 

Kalimat tersebut diucapkan oleh B sebagai bentuk respon dari pertanyaan A yang disampaikan menggunakan bahasa Jawa. Ia sebenarnya sudah paham tetapi ada satu hal yang belum dipahami, maka terjadilah alih kode internal yaitu dari bahasa Indonesia ke bahasa  Jawa.

Campur kode terjadi pada kalimat yang disampaikan oleh peserta didik B saat merespon pertanyaan peserta didik A dengan tuturan, "Coba sebutkan contoh konkrete?"  Peserta didik B melakukan campur kode yang menyebabkan hadirnya kata Jawa yang diucapkan bersama-sama dengan bahasa Indonesia. Kalimat yang disampaikan oleh peserta didik B tersebut sebagai respon atas pertanyaan peserta didik A dengan tuturan " Sing endi?" Peserta didik A bertanya menggunakan bahasa Jawa dengan sengaja agar peserta didik B lebih memahami apa yang dia sampaikan. Pertanyaan disampaikan dengan spontan karena peserta didik A merasa bahwa penggunaan bahasa Jawa lebih familiar dan mudah dipahami karena bahasa Jawa lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Campur kode juga dialami oleh peserta didik A saat mencoba memberi penjelasan atas pertanyaan peserta didik B. Tuturan yang diucapkan "Contoh konkrete koyo....". Tuturan ini untuk menjawab pertanyaan peserta didik yang juga menggunakan bahasa Jawa. Setelah itu peserta didik A yang sudah memahami pertanyaan peserta didik B segera mengalih kodekan bahasanya menjadi bahasa Indonesia kembali. Peserta didik B juga sudah memahami jawaban  peserta didik A, maka ia segera mengalih kodekan bahasanya menjadi bahasa Indonesia kembali. Campur kode yang dilakukan oleh peserta didik tersebut karena ingin menciptakan suasana menjadi lebih santai dan akrab serta agar memperlancar komunikasi antar peserta didik agar tidak kaku. Dengan demikian campur kode yang terjadi pada tuturan-tuturan tersebut adalah campur kode ekstern bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

Data 2

Siswa B

"Oke, teman-teman sekalian kita kan melakukan ice breaking, soalnya aku tadi lihat kalian itu pada ngantuk, pada mau tidur terus. Jadi kalua nanti aku bilang pagi maka tepuk satu kali, siang tepuk dua kali, sore tepuk tiga kali dan malam setengah tepuk. Paham teman-teman?"

Siswa C

"Piye-piye, aku ora mudheng."

Guru

"Ngene-ngene. Pagi tepuk pisan, siang tepuk pindho, sore  tepuk ping telu, malam separo. Paham? "

Siswa D

"Ibu, awak ingin tanya, apa artinya pisan, pindo, telu?"

Guru

"Kamu orang mana?"

Siswa D

"Aku orang Batak, Bu."

Guru

"Tidak bisa bahasa Jawa? Baik, pisan itu satu, pindho itu dua, dan telu itu artinya tiga."

Data 2 yang merupakan data berikutnya menunjukkan bahwa terjadi alih kode lagi dalam proses pembelajaran pada Bahasa dan Sastra Indonesia pada ice breaking di kelas X 5 SMAN 1 Blora. Alih kode terjadi ketika peserta didik C bertanya karena ia tidak paham dengan cara atau instruksi dalam melakukan ice breaking yang dijelaskan oleh peserta didik B. Tuturan yang disampaikan B adalah   tuturan mengenai tata cara untuk melakukan ice breaking pada siang hari itu.  Kemudian peserta didik C bertanya dengan tuturan "Piye-piye, aku ora mudheng." karena ia merasa bahwa penjelasan dari peserta didik B belum bisa dipahaminya.  Setelah itu peserta didik C mengajukan pertanyaan dengan mengalih kodekan bahasanya menjadi bahasa Jawa.

Peristiwa alih kode juga tampak pada tuturan guru yakni "Ngene-ngene. Pagi tepuk pisan, siang tepuk pindho, sore  tepuk ping telu, malam separo. Paham?" Tuturan ini disampaikan oleh guru untuk menjawab pertanyaan peserta didik C. Guru menggunakan bahasa Jawa karena pertanyaan yang disampaikan oleh  peserta didik C menggunakan bahasa Jawa. Sehingga guru segera mengalihkodekan bahasa Indonesia menjadi bahasa Jawa dengan asumsi  bisa memberi penjelasan yang lebih mudah dipahami oleh peserta didik C.

Namun ketika dijelaskan dengan bahasa Jawa, ada peserta didik lain yaitu D yang justru tidak padam ketika guru beralih kode menggunakan bahasa Jawa, karena peserta didik D berlatar belakang dari daerah Batak, sehingga bahasa ibunya adalah bahasa Batak. Peserta didik menyampaikan pernyataan bahwa ia tidak paham dengan penjelasan yang disampikan guru, kemudian dia bertanya dengan menggunakan bahasa Batak, "Ibu, awak ingin tanya, apa artinya pisan, pindo, telu?" 

Peserta didik D bertanya dengan menggunakan bahasa Batak karena ia melihat gurunya menggunakan bahasa daerah yakni bahasa Jawa. Peserta didik merasa bahwa menggunakan bahasa Batak tidak masalah untuk menunjukkan bahwa dia tidak bisa memahami bahasa Jawa yang disampaikan oleh gurunya. Tata cara ice breaking yang  sehingga ia tidak memahami tata cara ice breaking yang akan dilaksanakan. Pertanyaan peserta didik D dijawab oleh guru menggunakan bahasa Indonesia tentang tata cara atau petunjuk ice breaking dengan tuturan "Tidak bisa bahasa Jawa? Baik, pisan itu satu, pindho itu dua, dan telu itu artinya tiga". Peristiwa guru menjelaskan ice breaking dengan bahasa Indonesia kemudian beralih pada dengan menggunakan bahasa Jawa dapat dikategorikan alih kode eksternal.

Adapun terjadinya alih kode dan campur kode pada peserta didik kelas X 5 semester 2 tahun ajaran 2024/2025 SMAN 1 Blora Kabupaten Blora, khususnya pada saat peserta didik presentasi ditemukan beberapa faktor penyebab alih kode dan campur kode yaitu (1) Kebiasaaan sehari-hari yang menggunakan bahasa Jawa baik di rumah, dilingkungan sekitar, maupun di sekolah (di luar kelas saat tidak pembelajaran). Bahasa Jawa juga dipakai sebagai bahasa pergaulan peserta didik dalam berbagai kegiatan. Hal ini membuat bahasa Jawa menjadi lebih alami dan nyaman digunakan dalam percakapan informal dengan teman. (2) Pemakaian bahasa Jawa secara spontan oleh peserta didik menandakan bahwa mereka lebih merasa nyaman dalam berkomunikasi. (3) Peserta didik merasa bahwa akan lebih paham atas informasi yang dia sampaikan apabila komunikasinya menggunakan bahasa Jawa. (4)  Menggunakan bahasa Jawa di antara teman sebaya menciptakan rasa kebersamaan dan memperkuat ikatan sosial. (5) Lingkungan sekolah dan teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat terhadap pilihan bahasa yang digunakan siswa. Jika mayoritas teman menggunakan bahasa Jawa, maka siswa cenderung ikut menggunakan bahasa yang sama untuk menyesuaikan diri.   

Sedangkan dalam bentuk campur kode, sebagian besar peserta didik mencampuradukkan bahasa secara spontan dan sengaja. Campur Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 1 Blora saat peserta didik presentasi ditemukan bahwa alih kode maupun campur kode dilakukan secara intern dan ekstern. Selain itu, peserta didik  SMAN 1 Blora tumbuh dalam lingkungan yang menggunakan campuran bahasa Jawa dan Indonesia. Hal ini membuat mereka secara alami menggunakan kedua bahasa tersebut dalam berbagai situasi termasuk dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa secara tidak sadar atau spontan  beralih dari satu bahasa ke bahasa lain tergantung pada topik pembicaraan, lawan bicara, atau situasi sosial. Campur kode yang dilakukan peserta didik A saat menjawab pertanyaan B dengan tuturan berupa campur kode dalam pembelajaran di jenjang peserta didik digunakan untuk mempermudah pemahaman terhadap penjelasan yang akan disampaikan. Oleh karena itu, peserta didik dengan sengaja melakukan alih kode dan campur kode pada saat presentasi. Peserta didik merasa lebih nyaman menggunakan campuran kode dalam situasi presentasi dan diskusi atau ketika berbicara dengan teman sebaya. Penggunaan bahasa dapat menyebabkan siswa bingung dan akhirnya mencampurkan kode.

SIMPULAN

 Terjadi alih kode dan campur kode dalam pembelajaran Bhasa Indoensia di kelas X SMAN 1 Blora semester II kelas X D tahun ajaran 2024/2025. Alih kode yang ditemukan berupa alih kode ekstern/eksternal. Alih kode ekstern yang dimaksud antara lain: (1) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa (2) alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.(3) Alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Batak.  Sedangkan wujud campur kode yang terjadi pada peserta didik kelas X 5 semester II tahun ajaran  2024/2025 SMAN 1 Blora berupa penyisipan kata.  Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dalam pembelajaran yakni: (1) penutur, (2) lawan tutur dan (3) kebiasaan.

DAFTAR PUSTAKA

Azis, H. N., & Rahmawati, L. E. (2021). Alih Kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. ESTETIK : Jurnal Bahasa Indonesia,

4(1), 55. https://doi.org/10.29240/estetik.v4i1.2288

Hana, M., Sarwiji, S., & Sumarwati. (2019). Alih Kode Dan Campur

Kode Dalam Interaksi Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sma Negeri 7 Suraka Jurnal Bahasa, Sastra, Dan RTA Hana. BASASTRA Pengajarannya, 07(02), 62--71.

Marni, I., Harliyana, I., & Rahayu, R. (2020). Alih Kode dan Campur Kode dalam Bertutur Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussale.

Marzuqi, Iib. 2019. Keterampilan Berbicara. Surabaya: Istana Grafika

Retno, D.R. dkk. 2012. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Mapel Bahasa Indonesia. Surabaya: Universitas PGRI Adi Buana Surabaya Press.

Susylowati, Eka. Dkk. 2024. Sosiolinguistik Teori dan Aplikasi.Klaten : Underline

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun