"Tidak bisa bahasa Jawa? Baik, pisan itu satu, pindho itu dua, dan telu itu artinya tiga."
Data 2 yang merupakan data berikutnya menunjukkan bahwa terjadi alih kode lagi dalam proses pembelajaran pada Bahasa dan Sastra Indonesia pada ice breaking di kelas X 5 SMAN 1 Blora. Alih kode terjadi ketika peserta didik C bertanya karena ia tidak paham dengan cara atau instruksi dalam melakukan ice breaking yang dijelaskan oleh peserta didik B. Tuturan yang disampaikan B adalah  tuturan mengenai tata cara untuk melakukan ice breaking pada siang hari itu.  Kemudian peserta didik C bertanya dengan tuturan "Piye-piye, aku ora mudheng." karena ia merasa bahwa penjelasan dari peserta didik B belum bisa dipahaminya.  Setelah itu peserta didik C mengajukan pertanyaan dengan mengalih kodekan bahasanya menjadi bahasa Jawa.
Peristiwa alih kode juga tampak pada tuturan guru yakni "Ngene-ngene. Pagi tepuk pisan, siang tepuk pindho, sore  tepuk ping telu, malam separo. Paham?" Tuturan ini disampaikan oleh guru untuk menjawab pertanyaan peserta didik C. Guru menggunakan bahasa Jawa karena pertanyaan yang disampaikan oleh  peserta didik C menggunakan bahasa Jawa. Sehingga guru segera mengalihkodekan bahasa Indonesia menjadi bahasa Jawa dengan asumsi  bisa memberi penjelasan yang lebih mudah dipahami oleh peserta didik C.
Namun ketika dijelaskan dengan bahasa Jawa, ada peserta didik lain yaitu D yang justru tidak padam ketika guru beralih kode menggunakan bahasa Jawa, karena peserta didik D berlatar belakang dari daerah Batak, sehingga bahasa ibunya adalah bahasa Batak. Peserta didik menyampaikan pernyataan bahwa ia tidak paham dengan penjelasan yang disampikan guru, kemudian dia bertanya dengan menggunakan bahasa Batak, "Ibu, awak ingin tanya, apa artinya pisan, pindo, telu?"Â
Peserta didik D bertanya dengan menggunakan bahasa Batak karena ia melihat gurunya menggunakan bahasa daerah yakni bahasa Jawa. Peserta didik merasa bahwa menggunakan bahasa Batak tidak masalah untuk menunjukkan bahwa dia tidak bisa memahami bahasa Jawa yang disampaikan oleh gurunya. Tata cara ice breaking yang  sehingga ia tidak memahami tata cara ice breaking yang akan dilaksanakan. Pertanyaan peserta didik D dijawab oleh guru menggunakan bahasa Indonesia tentang tata cara atau petunjuk ice breaking dengan tuturan "Tidak bisa bahasa Jawa? Baik, pisan itu satu, pindho itu dua, dan telu itu artinya tiga". Peristiwa guru menjelaskan ice breaking dengan bahasa Indonesia kemudian beralih pada dengan menggunakan bahasa Jawa dapat dikategorikan alih kode eksternal.
Adapun terjadinya alih kode dan campur kode pada peserta didik kelas X 5 semester 2 tahun ajaran 2024/2025 SMAN 1 Blora Kabupaten Blora, khususnya pada saat peserta didik presentasi ditemukan beberapa faktor penyebab alih kode dan campur kode yaitu (1) Kebiasaaan sehari-hari yang menggunakan bahasa Jawa baik di rumah, dilingkungan sekitar, maupun di sekolah (di luar kelas saat tidak pembelajaran). Bahasa Jawa juga dipakai sebagai bahasa pergaulan peserta didik dalam berbagai kegiatan. Hal ini membuat bahasa Jawa menjadi lebih alami dan nyaman digunakan dalam percakapan informal dengan teman. (2) Pemakaian bahasa Jawa secara spontan oleh peserta didik menandakan bahwa mereka lebih merasa nyaman dalam berkomunikasi. (3) Peserta didik merasa bahwa akan lebih paham atas informasi yang dia sampaikan apabila komunikasinya menggunakan bahasa Jawa. (4) Â Menggunakan bahasa Jawa di antara teman sebaya menciptakan rasa kebersamaan dan memperkuat ikatan sosial. (5) Lingkungan sekolah dan teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat terhadap pilihan bahasa yang digunakan siswa. Jika mayoritas teman menggunakan bahasa Jawa, maka siswa cenderung ikut menggunakan bahasa yang sama untuk menyesuaikan diri. Â Â
Sedangkan dalam bentuk campur kode, sebagian besar peserta didik mencampuradukkan bahasa secara spontan dan sengaja. Campur Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 1 Blora saat peserta didik presentasi ditemukan bahwa alih kode maupun campur kode dilakukan secara intern dan ekstern. Selain itu, peserta didik  SMAN 1 Blora tumbuh dalam lingkungan yang menggunakan campuran bahasa Jawa dan Indonesia. Hal ini membuat mereka secara alami menggunakan kedua bahasa tersebut dalam berbagai situasi termasuk dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa secara tidak sadar atau spontan  beralih dari satu bahasa ke bahasa lain tergantung pada topik pembicaraan, lawan bicara, atau situasi sosial. Campur kode yang dilakukan peserta didik A saat menjawab pertanyaan B dengan tuturan berupa campur kode dalam pembelajaran di jenjang peserta didik digunakan untuk mempermudah pemahaman terhadap penjelasan yang akan disampaikan. Oleh karena itu, peserta didik dengan sengaja melakukan alih kode dan campur kode pada saat presentasi. Peserta didik merasa lebih nyaman menggunakan campuran kode dalam situasi presentasi dan diskusi atau ketika berbicara dengan teman sebaya. Penggunaan bahasa dapat menyebabkan siswa bingung dan akhirnya mencampurkan kode.
SIMPULAN
 Terjadi alih kode dan campur kode dalam pembelajaran Bhasa Indoensia di kelas X SMAN 1 Blora semester II kelas X D tahun ajaran 2024/2025. Alih kode yang ditemukan berupa alih kode ekstern/eksternal. Alih kode ekstern yang dimaksud antara lain: (1) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa (2) alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.(3) Alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Batak.  Sedangkan wujud campur kode yang terjadi pada peserta didik kelas X 5 semester II tahun ajaran  2024/2025 SMAN 1 Blora berupa penyisipan kata.  Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dalam pembelajaran yakni: (1) penutur, (2) lawan tutur dan (3) kebiasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, H. N., & Rahmawati, L. E. (2021). Alih Kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. ESTETIK : Jurnal Bahasa Indonesia,